Chapter 20

48 0 0
                                    

Aroma khas obat-obatan tercium saat dirinya masuk ke dalam ruangan persegi yang sudah lama tidak dikunjungi. Ia pun lupa kapan terakhir kali dirinya tinggal di ruangan itu dalam jangka waktu yang cukup lama.

Meletakkan keranjang buah di atas meja yang berada di sisi ranjang tempat tidur—tangannya menyentuh bingkai dengan potret dua remaja saling tertawa bersama.

Bibirnya terangkat—menciptakan senyuman tipis. Ternyata, kenangan itu masih disimpan dengan rapi meskipun sempat beberapa kali hubungan di antara keduanya hampir usai.

"Gue sengaja taruh disitu." Suara serak khas bangun tidur itu membuatnya terkejut dan hampir menjatuhkan piguranya.

Dengan sigap dirinya langsung membantu ketika tubuh itu terbangun untuk duduk menyandar.

"Gue sengaja taruh di samping ranjang supaya gue selalu ingat lo," ujarnya.

Setelah memastikan susunan bantal yang tertata rapi, gadis itu duduk di sisi ranjang.

"Lo udah lama?" tanyanya.

Ia menggeleng pelan. "Gue nggak mau waktu istirahat lo terganggu, jadi lebih baik menunggu lo bangun aja."

Lelaki itu tersenyum tipis.

"Gue khawatir saat dikabarin soal kondisi lo. Tapi, gue bersyukur kalau lo cukup baik-baik aja," ujarnya sembari meneliti beberapa perban di pelipis serta tangan lelaki itu.

Bibirnya meringis ketika melihat jarum infus menancap di punggung tangan kiri. Ada jejak darah di selangnya, mungkin saja karena salah pergerakan hingga membuat darah menaik beberapa centimeter.

"Gue baik-baik aja."

"Dengan adanya luka perban dan beberapa jahitan lo bilang 'baik-baik aja'? Orang awam juga tahu kali, Ken, kalau lo itu habis kecelakaan. Mana ada, sih, orang habis kecelakaan berakhir baik-baik aja," ujarnya dengan kesal.

"Buktinya gue sekarang ada di hadapan lo dan siuman, kecuali...."

"Kecuali apa?" sela Alkia. "Lagi pula lo kenapa, sih, bisa kecelakaan kayak gini. Gue udah bilang, kan, sama lo kalo bawa motor jangan terlalu ngebut dan fokus sama jalanan. Kalau kecelakaan lo parah kayak gini, gue menduga lo melakukan keduanya."

Nada bicaranya masih tinggi. Bukan karena tidak kasihan, tetapi rasa khawatir sejak tadi sudah menggerogoti dirinya hingga pikiran buruk mulai muncul. Bayangkan saja, saat baru sampai di rumah dirinya langsung mendapat kabar dari mamahnya jika sahabatnya mengalami kecelakaan.

Ken menundukkan kepalanya dengan raut wajah lesu. Hal itu menarik perhatian Alkia. Tidak biasanya ia melihat Ken murung seperti ini. Mungkinkah, ada alasan lain hingga membuat Ken kecelakaan.

"Gue sama Adel putus."

Kalimat yang meluncur bebas serta jelas itu membuat kedua bola matanya melebar.

"Putus?"

Ken mengangguk. Ada jeda helaan napas yang dia buang sebelum kembali bercerita.

"Dia udah bohongi gue selama ini, Al. Gue tertipu sama wajah lugu dan kecantikannya. Gue pikir Adel cewek baik-baik. Tapi ternyata...."

"Dia selingkuh di belakang lo." Alkia menyela lebih dulu.

Wajah Ken terangkat dengan tatapan bingung yang dilemparkan pada Alkia.

"Saat itu gue mau kasih tahu lo semuanya. Tapi, kita terlanjur salah paham. Gue tahu dia selingkuh dan selingkuhannya adalah Fajar."

"Kenapa lo diem aja selama ini?" Ken bertanya dengan tidak suka.

CAMARADERIES [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang