Hai, Kalu kembali. Maaf, udah lama hilang. Soalnya, lagi mengurus revisian novel kedua aku. Xixixi ... Jangan lupa nabung, ya, buat beli MOZILA. Asikkkkk ... Kalian masih bisa baca, ya, di karya aku lainnya.
Happy reading all 🖤
🌓
Keesokan paginya, Alkia bergegas berangkat sekolah dengan terburu-buru. Semalam Alkia tidak bisa menemui Ken di rumahnya. Orang tuanya memberitahukan kalau Ken sudah tidur lebih awal. Bahkan, tadi pagi juga Ken katanya berangkat pagi sekali.
Aneh, pikirnya sembari menaiki anak tangga.
Baru saja hendak masuk ke kelasnya. Alkia dikejutkan dengan kehadiran Ken yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Hampir saja Alkia memekik kaget, tetapi Ken lebih dulu menarik tangannya.
"Ken, kita mau kemana?" tanya Alkia. Tangannya mencoba untuk terlepas dari cengkraman Ken, tetapi sulit sekali.
Ken mencengkeram tangannya terlalu kuat dengan sorot mata yang tajam.
Keduanya kini berada di belakang gedung kelas 11 yang jarang dijajah murid lainnya.
"Lo tanya gue kenapa? Tanya sama diri lo sendiri, Al? Kenapa sama lo?"
Ken melepaskan cengkeramannya pada Alkia. Laki-laki itu menyugar rambutnya dengan kasar.
Dahi Alkia mengerut bingung. "Gue?" tunjuknya pada diri sendiri. "Gue nggak ada masalah, Ken," ujarnya dengan kesal. Ia tidak tahu apa maksud Ken membawanya ke tempat itu dengan aura yang terlihat menahan amarah.
"Gue tahu semuanya tentang perasaan lo ke gue."
Bola mata Alkia bergerak tidak tenang. Ia meneguk salivanya yang terasa susah untuk ditelan.
Jantungnya berdetak tidak karuan. Rasanya ia belum siap untuk mengetahui jika Ken telah mengetahui perasannya.
Namun, satu hal yang ia pikirkan saat ini. Mengapa Ken mengucapkan kalimat itu, terlepas dari informasi yang akan Alkia beritahukan pada sahabatnya itu.
"Lo kaget gue tahu dari mana?" tanya Ken seolah tahu pikiran Alkia saat ini.
Laki-laki itu mengambil ponselnya di saku celana dan menunjukkan video percakapan yang di dalamnya terdapat suara Alkia dan Syifa.
Ken menurunkan ponselnya. Ia tersenyum miris.
"Gue nggak percaya kalo lo udah mengkhianati perjanjian persahabatan kita, Alkia. Bahkan, Syifa yang gue tanya pun menjawab kalo selama ini lo mencintai gue. Lo gila, ya, udah jatuh cinta sama sahabat lo sendiri?"
Mendengar kata 'gila' membuat hati Alkia tergores. Ia pikir Ken akan merespon hal yang lebih baik dari kalimat terakhirnya itu. Namun, ekspetasi Alkia kembali dipatahkan oleh kenyataan.
"Gue nggak habis pikir sama pikiran lo, Al," ucap Ken. "Lo udah buat gue kecewa. Lo udah rusak persahabatan kita. Gara-gara video ini yang sudah tersebar di sekolah, Adel sampai mutusin gue. Lo bukan aja rusak persahabatan kita, tapi hubungan gue dan Adel juga," tuturnya dengan tenang, tetapi menyakitkan.
Air mata Alkia menetes. Ia menatap Ken dengan perasaan yang menahan sakit.
"Lo benar, Ken, gue udah gila," jawabnya.
Alkia mengusap air matanya yang terus menetes. "Gue emang gila, karena gue udah jatuh cinta sama sahabat gue sendiri."
Alkia menatap Ken dengan penuh kekecewaan.
"Asal lo tahu, Ken, bertahun-tahun gue memendam perasaan itu bukanlah suatu hal yang mudah. Gue juga nggak lupa tentang perjanjian kita saat itu. Gue masih ingat, kok," ungkapnya.
Alkia menunduk. Menatap sepatunya dengan genangan air matanya yang siap meluruh kembali.
"Lo juga harus tahu kalau gue udah menolak saran dari Syifa untuk menyatakan perasaan gue ke lo. Karena gue menghargai persahabatan kita."
Alkia mengusap air matanya.
Pagi yang buruk, pikirnya.
Ia mencoba meraih tangan Ken, tetapi laki-laki itu menepisnya.
"Karena itu lo marah tentang hubungan gue dan Adel? Iya, kan?!" Suara Ken meninggi.
"Karena gue nggak mau kehilangan lo!" cetus Alkia.
Ken menonjok dinding sisi Alkia. "Lo nggak akan kehilangan gue, Alkia!"
"Gue udah kehilangan lo!" marahnya. "Gue udah kehilangan Ken yang dulu. Sahabat gue yang selalu ada dalam keadaan apapun. Ken, sahabat gue yang perhatian udah nggak ada lagi," tuturnya dengan bergetar.
"Gue juga nggak mau jatuh cinta sama lo, Ken, kalau pada akhirnya menyakitkan. Gue berharap sama Tuhan kalo suatu saat lo akan menghargai perasaan gue ketika semuanya terbongkar. Entah siapa yang kirim video itu, gue mau bilang makasih karena udah kasih video itu ke lo. Karena dengan begitu, gue nggak harus terbebani oleh perasaan sepihak."
Alkia beranjak dari tempatnya. Namun, sebelum ia melangkah lebih jauh, Alkia menoleh pada Ken yang kini menatapnya dengan sorot mata yang sulit dijelaskan.
Dadanya sesak. Alkia tidak sanggup lagi berdiri lebih lama dengan lukanya yang semakin menganga.
"Lo juga harus tahu kalau gue nggak ada niatan menghancurkan hubungan lo dan Adel. Terserah lo percaya atau nggak sama ucapan gue."
Alkia mendekati Ken. Mengikis jarak di antara keduanya.
"Lo juga tenang aja dengan perasaan gue ini. Karena perasaan itu udah gue kubur bersama masa lalu. Lo juga jangan khawatir, gue akan baik-baik aja. Karena sekarang gue udah punya orang barunya," ucap Alkia.
Setelah itu, ia pergi meninggalkan lorong sepi belakang sekolah dengan perasaan yang hancur. Ia mengusap air matanya dengan kasar.
Langkahnya benar untuk melupakan perasaannya pada Ken. Karena apapun yang Alkia lakukan, pasti akan berujung menyakitkan.
🌓
Di sudut perpustakaan tempat favoritnya. Alkia menyumpal kedua telinganya dengan earphone hitam miliknya. Alunan lagu mengisi keheningan dirinya yang sedang menatap sebuah foto tiga remaja dengan seragam putih abu-abu di layar pipih miliknya.
Di sisi kanan laki-laki berseragam sekolah rapi, ada dirinya yang tersenyum sembari merangkul lengan laki-laki itu. Sedangkan di sisi kiri ada gadis berkacamata bening tengah menyilangkan tangan di dada sembari cemberut.
Bibirnya berkedut. Ia mengusap wajah laki-laki itu.
"Lo adalah orang yang spesial di hati gue saat itu. Namun, kini lo hanya luka yang harus gue sembuhkan secara perlahan," ucapnya.
Gadis berbandana hitam itu mematikan layar ponselnya saat seseorang duduk di sampingnya. Kepalanya menoleh, ketika earphone sisi kanannya di tarik lalu disumpal ke telinganya.
Alkia lupa, jika laki-laki di sebelahnya itu sudah tahu dengan kisah percintaannya yang rumit. Semuanya berawal dari ketidaksengajaan.
"Semuanya udah kebongkar," ungkapnya.
Laki-laki itu mengangguk mengerti. Ia menepuk punggung tangan Alkia dan tersenyum.
"Gue tahu keadaan hati lo saat ini. Ditambah berita lo udah menyebar ke penjuru sekolah," ucap Arsya.
Bibir Alkia tersenyum tipis. "Gue nggak peduli tentang video itu. Tapi yang gue pikirkan saat ini adalah tentang perselingkuhan Adel. Gue nggak bisa bayangin gimana perasaan Ken kalau tahu semuanya."
Alkia menghela napas panjangnya. "Gue bingung, Kak," lirihnya.
"Di saat seperti ini lo masih memikirkan perasaan orang lain. Lo terlalu berharga untuk disia-siakan," timpal Arsya.
🌓
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMARADERIES [SELESAI]
Novela Juvenil𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Bagaimana jadinya kalau kamu jatuh cinta dengan sahabat sendiri? Mustahil. Satu kata untuk persahabatan antara perempuan dan laki-laki yang tidak akan jatuh cinta. Karena kenyataannya salah satu di antara keduanya ti...