Chapter 6

67 7 4
                                    

Halo, everyone. Kalu balik lagi. Sori, ya, waktu belakangan ini Kalu nggak update. Nah, hari update lagi dungs.

Happy reading all 🖤
🗣️ Follow, share, vote dan komentar banyak-banyak, ya.

Terlihat tenang mungkin bukan suatu yang baik. Namun, saat ini hanya itu yang mampu ia tunjukkan agar rasa sesak di dadanya serta luka di hatinya tidak membuatnya menumpahkan cairan bening dikedua kelopak matanya.

Sisi lain, ia mencoba mengatur napasnya dan berusaha sabar sembari menunggu sebuah berita baik yang ia harapkan.

Gadis berbandana hitam itu menunduk. Kedua jarinya saling meremas satu sama lain. Sedari tadi pikirannya tidak tenang, tetapi hatinya jauh lebih gundah.

Kedua bola matanya tidak lepas dari ambang pintu kelas. Dirinya menunggu sosok yang begitu ia tunggu kehadirannya.

"Gue yakin Adel akan baik-baik aja."

Kepalanya menoleh ke samping kiri. Ia melempar senyuman tipis. "Semoga aja."

"Lo kayaknya khawatir sama Adel."

Ia menggeleng pelan. "Bukan Adel yang gue khawatirkan, tapi hubungan gue dan Ken. Hubungan persahabatan kita," ungkapnya.

"Gue tahu lo nggak sengaja, Al. Jujur, kalo gue nggak menghargai perasaan lo, mungkin gue udah bentak Ken tadi karena berani ngomong kayak gitu ke lo, sahabatnya."

Alkia membuang napas gusar. "Makasih lo udah ada niatan bela gue tadi," ucap Alkia.

"Gue akan selalu di sisi lo, Al. Karena gue mengerti bagaimana perasaan lo saat ini. Pasti sakit, kan, Al?"

"Banget, Syif. Satu sisi gue pengen nangis, tapi sisi lain gue dipaksa untuk baik-baik aja."

Syifa begitu terharu mendengar pernyataan Alkia. Dia bukan penasehat yang baik, tetapi dia pendengar yang baik di antara ketiganya. Sekalipun Ken juga sahabatnya, tetapi Syifa lebih berpihak pada Alkia. Salah satunya karena dia juga perempuan. Dia mengerti apa yang Alkia rasakan saat ini.

Suara gaduh yang diciptakan dua sahabat Ken mengalihkan atensi Alkia yang semula menidurkan kepalanya di meja langsung terbangun. Ia segera menghampiri Ragil dan Geo.

"Gil, Geo, Ken mana?" tanyanya.

"Kantin," jawab Geo.

Alis Alkia mengerut bingung. "Bukannya tadi dia izin ke UKS," ucap Syifa.

"Iya, sebentar doang. Iya nggak, Gil?"

Ragil mengangguk. "Sama Adel, tuh, lagi ketawa-ketawa di kantin. Habis makan bareng juga sama kita tadi," imbuh Ragil.

Tangan Alkia mengepal. Ia sedari menunggu kabar yang membuat perasaannya campur aduk. Namun, ekspetasinya yang berharap Ken datang menemuinya, meminta maaf untuk ucapannya di lapangan tadi, kini harus menerima realita kalau itu sebuah mimpi.

"Bagus, deh, kalau mereka udah ketawa-tawa, itu artinya Adel nggak papa," timpal Alkia. "Thanks, infonya."

Ia bergegas keluar kelas diikuti oleh Syifa. Langkah kakinya semakin lebar saat menuruni anak tangga. Bahkan, Alkia sedikit berlari kecil mengabaikan panggilan Syifa di belakangnya.

Alkia hanya ingin pergi kemana perasaannya membawa ia pergi.

"Astaga, Al! Gue manggil lo dari tadi, tapi langkah lo cepet banget," keluh Syifa. Napas sahabatnya itu terengah-engah ketika berhasil menyusul langkah Alkia.

"Lo mau kemana, sih?"

"Kantin. Gue laper," jawabnya penuh sarat makna.

Keduanya pun melangkah pasti menuju pintu kantin. Tidak sulit untuk Alkiamenemukan objek yang membuat perasaannya tadi gundah.

CAMARADERIES [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang