Bagian 19 - Berpengaruh

4.3K 195 3
                                    

Selesai makan, Vira memilih memasak spaghetti, walau sudah kenyang, ia akan tetap memasak, masa bodoh dikira rakus oleh Sulthan, yang terpenting ia terhindarkan dari rasa canggung nan gugup yang entah kenapa mendadak menghampiri diri.

Sulthan sendiri sedang berkutat dengan laptop, pria itu bersikap biasa saja, sama sekali tak merasa canggung atau bagaimana. Dan karena itu Vira jadi kurang yakin akan keseriusan kalimat tadi.

Bodoh, mana mungkin juga Sulthan serius. Bisa jatuh pamor pria itu jika memiliki pasangan sepertinya yang masih sangat bocil sedang Sulthan sendiri sudah bak buah duren yang harum bukan main, siap dibelah untuk dinikmati manisnya.

Sama-sama diam, keduanya menutup mulut, Sulthan fokus pada pekerjaan, beda hal Vira, ia berusaha fokus pada masakan, walau itu hal yang sangat sulit dilakukan.

Bukankah tadi itu kalimat yang terdengar bak ungkapan rasa? Sulthan menyukainya kah? Stop, tidak boleh kepedean.

"Vira," panggil Sulthan.

"Iya?!" sahutnya cepat, lumayan terkejut yang mana menarik perhatian Sulthan dari layar laptop.

"Kenapa terkejut begitu? Kamu masak sambil melamun?" tanya Sulthan mengerutkan dahi.

Vira menggeleng ribut. "Enggak!" jawabnya sama cepat seperti tadi, pun sedikit ngegas. Sial, sial, sialan! Kenapa ia jadi segugup ini? Debaran jantungnya juga tidak main-main, oh god, bantu Vira untuk tetap waras di depan sumber pemasukannya.

"Bisa tolong ambilkan air minum? Saya haus," ujar Sulthan tetap menatap Vira dengan tatapan curiga.

Si wanita mengangguk, kemudian bergerak cepat menuju kulkas, membuka lemari pendingin itu. "Daddy mau air dingin atau?" tanyanya dengan suara bergetar gugup.

Sudah pasti hal itu membuat Sulthan semakin curiga saja. "Air dingin," jawabnya tak mau bertanya lebih lanjut, agaknya lebih baik ia cari tahu sendiri dengan memerhatikan si wanita sebaik mungkin.

Vira mengangguk, membuka pintu kulkas, mengambil satu dari banyaknya botol air mineral di dalam sana. Kemudian ia melangkah mendekati Sulthan, memberikan air minum itu.

Sulthan menatap, masih tampak sangat curiga. Terang Vira kian gugup karenanya, sungguh Vira ingin mengutuk diri yang tak bisa mengontrol tubuh. Apa susahnya sih bersikap biasa saja setelah mendengar kalimat Sulthan tadi?

Susah ...,Vira bertanya tapi dirinya sendiri pun tahu jawabannya, Ia gugup dan sulit bersikap biasa saja karena satu hal, ia ..., sadar, ada secuil rasa untuk Sulthan, rasa yang sangat ia ketahui ke mana arahnya.

Saat ia ingin kembali ke area memasak, tiba-tiba pergelangan tangannya dicekal, dan Sulthan bertanya. "Kenapa?"

"Enggak kenapa-kenapa, Dad," jawab Vira.

"Saya pernah mengajarkan kamu berbohong, Vira?"

Mati! Apa yang harus Vira jawab?! Masa iya dia jujur apa penyebab diri menjadi segugup ini. Tidak, bagaimana pun Vira akan menjujung tinggi harga diri. Lagi pula, kecil kemungkinan Sulthan menerima fakta itu, takutnya ia malah dipecat menjadi sugar baby dan akhirnya tak memiliki sumber pemasukan lagi.

Menarik dan menghembuskan napas tipis, berharap Sulthan tak melihatnya, Vira tersenyum lembut, sedikit palsu. Bagaimana cara ia bisa tersenyum saat jantung siap meledak?! Hal bodoh mana lagi yang pernah ia lakukan selain ini?! "Nggak kenapa-kenapa, Dad. Aku cuma lagi bingung."

"Soal?" tanya Sulthan cepat kurang cepat.

"Kenapa aku masak spaghetti lagi padahal cacing di perut udah kenyang banget," jawabnya mengusap perut dengan satu tangan yang lain. Sejauh ini semua masuk akal, lancar dan, tak mencurigakan.

He Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang