Vira mandi, setelah itu baru kembali melangkah menuju meja makan. Dikarenakan ia mandi pagi-pagi sekali akibat kebrutalan Sulthan, maka, saat ini yang tengah menyiapkan sarapan adalah pria itu. Sungguh sugar daddy yang tahu letak keadilan.
"Wih ..., beda ya sama punya aku," ujar Vira mengintip omlet buatan Sulthan yang baru diangkat, diletakan ke atas piring.
Cup.
Kemudian mengecup rahang pria itu, Vira tersenyum manis saat Sulthan membawa tubuh menghadapnya. "Ayo sarapan," ajak si daddy memberikan satu piring berisi dua omlet kepada Vira.
Tentu saja si wanita menerima penuh suka cita, plus tersenyum lebar, lalu, ia melangkah menuju meja makan, meletakan piring berisi omlet itu ke sana.
Sulthan sendiri sebelum bergerak terlebih dulu merapikan bekas memasaknya, termasuk mencuci piring.
Vira melirik kegiatan pria itu. Demi apapun, Vira sangat ingin memiliki suami seperti Sulthan. Tidak hanya kaya, tapi juga telaten dalam banyak hal, plus terlihat pria penuh kasih sayang, walau sedikit banyak aturan. "Dad, udah, biar aku aja yang ngerapihin," ujar Vira menyugar rambut lembabnya, setelah itu mengulurkan tangan kanan guna meminta Sulthan untuk segera mendekat.
Si pria melirik, tapi, tetap melanjutkan kegiatan, selesai dari itu lah baru melangkah menuju Vira.
"Gampang banget ya jadi laki-laki, abis main juga keliatan tetep rapih," celetuk wanita itu memerhatikan Sulthan yang masih rapih, tak terlihat sedikit pun habis memakan anak orang.
Sulthan tersenyum kecil, menerima uluran tangan Vira, ia bawa duduk diri mereka bersebelahan. "Minggu depan kamu ke Bali," ujar pria itu meletakan genggaman tangan mereka ke atas meja.
"Asikkk! Tepatnya hari apa? Aku ke villa atau ke mana nih?"
Sulthan meraih gelas berisi jus mangga, memberikan kepada Vira. "Ke villa, hari tepatnya nanti saya kabari."
Vira menerima sodoran gelas itu, ia teguk isinya, kemudian kembali meletakan ke atas meja. "Aku tunggu ya."
"Iya, makan."
Vira mengangguk, meraih sendok, memotong omlet, ia sodorkan ke depan bibir Sulthan terlebih dulu.
Pria itu menerima baik, ia juga tidak bisa makan sebab tangan kanan menggenggam tangan kiri Vira. Well, jujur dari sudut hatinya, belakangan ini ia merasa ingin terus ada di dekat Vira, merasa sedikit memiliki firasat tak baik. Entah akan apa, yang pasti tidak enak di hati. Akan kembali tenang saat ia berada di dekat hawa ini.
"Dad."
"Hm?" Sulthan terus menatap wajah Vira yang asik mengunyah sarapan, tentu saja sembari ia usap punggung tangan pria itu.
"Hari ini aku kedatengan dosen baru, terus mukanya kayak tembok, dan dia marah-marahin aku," cerita Vira cemberut sendiri mengingat bagaimana Deris memarahinya, sungguh menyebalkan kalau diingat-ingat.
Dahi Sulthan mengerut. "Kamu melakukan sesuatu?"
Vira menoleh. "Nggak perbuatan yang harusnya dibesar-besarkan kok, dia aja yang lebay."
"Apa?" Sulthan yakin babynya ini tak mau terlihat bersalah, pasti.
Vira mengerucutkan bibir, setelah itu memiringkan ke kanan dan kiri. "Ya ..., telat dikit, terus ada ngobrol dikit sama Suci."
"Saat ia menjelaskan materi?"
"Iya ...," cicit Vira mendadak agak ragu mengadu pada Sulthan.
"Dan kamu tidak merasa bersalah?"
Benar bukan?
"Ya, kan dikit, Dad. Maksudnya, bukan masalah yang fatal."
"Kata kamu. Kalau saya yang menjadi dosen kamu, mungkin saya melakukan hal lebih dari itu, seperti mengeluarkan kamu dari ruangan misalnya."
Kedua mata Vira langsung melotot lebar, ia cubit lengan Sulthan dengan tangan kanannya. "Jahat banget sih!"
"Karena kamu salah, Vira. Saya tidak akan membenarkan yang salah."
Tambah cemberut lah Vira. "Kok Daddy belain dia?!"
Sulthan mengedikan bahu ringan.
"Nyebelin ih!"
Sekarang Sulthan tertawa pelan, tidak heran lagi dengan sikap wanita muda ini. Sudah beberapakali ia melihat sisi kekanakan Vira, tak mau disalahkan sebab egonya masih lumayan tinggi. "Jadi saya harus membela yang salah karena itu kamu?"
"Iyalah, mau nggak aku kasih jatah?"
"Oh, kamu sudah berani mengancam saya?"
Mimik cemberut Vira langsung lenyap diganti senyum manis. "Enggak dong! Mana berani Baby ngancem Daddynya yang ganteng ini." Ia colek dagu Sulthan.
Pria itu geleng kepala, menangkap jari telunjuk Vira dengan mulutnya. Si wanita tertawa pelan, apalagi saat Sulthan menggigit jari itu.
"Dad ...," panggil Vira mendekatkan wajah mereka.
"Kenapa, hm?" Sulthan yakin dompetnya akan kembali dikuras.
"Daddy jangan pulang hari ini dong," ujar Vira menusuk-nusuk paha si pria. "Masih kangen tau," lanjutnya melepas genggaman tangan mereka. Ia peluk pinggang pria matang itu.
Sulthan tersenyum tipis, membawa satu tangan menyisir rambut samping Vira, ternyata dugaannya salah, bukan uang yang Vira minta, tetapi waktu. "Ada pekerjaan, nanti saya cari waktu luang buat kamu."
Vira sadar ia tak bisa menuntut waktu Sulthan, apalagi ia hanya sugar baby yang sebenarnya tak jauh beda dengan PSK, siap pakai, dibayar, ditinggal. Sulthan mau mendengar curhatannya saja sudah bagus, dan karena itu Vira menjadi sangat tamak, dasar tidak tahu diri. "Hm ..., yaudah deh," lirihnya membawa kepala bersandar ke bahu Sulthan, menyembunyikan wajah ke dalam ceruk leher pria itu.
Sulthan hela napas, mengusap punggung Vira. Andai ia bisa pasti ia berikan seluruh waktunya untuk wanita ini. Namun, nyatanya Sulthan belum bisa. "Maaf ya ...," bisiknya mencium kepala Vira lembut.
Kalau seperti ini, Vira merasa benar-benar memiliki sandaran, akan tetapi, tidak mungkin Sulthan yang ia harapkan. "Btw, Dad ...," bisik Vira di dalam ceruk leher Sulthan. "Di mata aku gantengan Daddy loh daripada dosen baru itu, masih mau belain dia juga nih?"
Oh Tuhan. Sulthan ingin tertawa saja dibuat wanita ini, jadilah ia bawa Vira ke atas pangkuannya, duduk di sana. "Kalau menurut kamu saya lebih tampan, itu urusan kamu. Soal pendapat saya tentang yang benar dan yang salah, tidak ada sangkut pautnya dengan itu," ujarnya.
Vira menegakkan kepala, menatap ke arah Sulthan. "Ish, harusnya Daddy belain aku! Daddy nggak jadi ganteng!"
Baiklah, umur Vira saja yang dua puluh dua tahun.
"Iya, sebahagia kamu, lanjutkan sarapannya."
Vira merotasi bola mata, menangkup wajah Sulthan dan berakhir berdecak. Walau ia mengatakan Sulthan tak jadi lebih tampan, tapi, tetap saja kenyataannya pria ini pemenang di mata Vira. Suami idamannya saja Sulthan.
"Makan, saya akan berangkat dari sini dua jam lagi, jangan dihabiskan untuk cemberut begitu."
Langsung saja Vira memasang senyum terpaksa yang sangat jelek. "Iya-iya, ini makan," menggerutu.
Sulthan tertawa pelan, ia sematkan dagunya ke atas bahu Vira. "Nanti saya transfer, bersenang-senang lah," bisik pria itu.
Terang saja kedua mata Vira melotot lebar, menoleh menatap Sulthan. Wah ..., bahagia mana lagi yang ia dustakan?! Saat satu permintaan tak terpenuhi, maka, akan ada gantinya. "Aku boleh beliin Daddy sesuatu nggak sih?" tanya Vira. "Kadang-kadang gemes pengen beliin Daddy kemeja, atau dasi, maybe sepatu. Lucu-lucu tau, bisa buat Daddy tambah ganteng!"
Sulthan tak langsung menjawab, ia tatap intens Vira sebelum menjawab. "Boleh, Sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
He Love Me
Roman d'amourVira Chalista hanya anak yatim piatu berstatus mahasiswi semester lima. Dia berasal dari keluarga miskin tanpa harta warisan, yang ada Vira ditinggalkan tagihan hutang. Namun, satu hal selalu membuat teman-temannya penasaran, bagaimana bisa dengan s...