Bagian 12 - Sedikit Tentang Sulthan

4.9K 188 4
                                    

Setelah drama erotika ala Sulthan yang berhasil membuat Vira gemetar sendiri, akhirnya Vira bisa melewati hari ini dengan baik. Ya, walau dari pagi sampai malam penuh dengan kemesuman Sulthan.

Namun, setelah hari itu, bisa-bisanya sampai lima hari si daddy tak memiliki kabar, menganggurkan Vira bak pakaian lama di lemari.

"Gue penasaran deh, Vir," ujar Suci sembari membuka bungkus makanan cepat saji yang baru mereka pesan.

Saat ini keduanya sedang menikmati weekend di apartemen Vira, dan jarum jam sudah menunjukkan pukul satu siang.

"Apaan?" tanya Vira tanpa menatap Suci, ia masih sibuk dengan benda pipi yang ada di tangan.

"Ya, lo dapet semua kemewahan ini dari mana? Gue harap lo nggak aneh-aneh ya, Vir."

Vira tersenyum kecil, terlambat untuk memperingati, ia sudah aneh-aneh lebih dari satu tahun, dan inilah yang ia dapatkan, kemewahan dunia. "Gue ngepet, mau join? Tapi lo jadi babinya ya?"

"Anak tai," maki Suci melempar kerak ayam yang harusnya masuk ke dalam mulutnya, akan tetapi kalimat Vira berhasil membuat tangan spontan melempar.

Vira tertawa pelan, niat hati ingin meletakan ponsel ke atas meja dan bangkit dari duduk guna meraih ayam yang ada di dekat Suci. Namun, benda pipi itu malah bergetar dua kali, menandakan ada pesan masuk ke sana. Tentu saja gerakan Vira urung ia lakukan. Wanita itu kembali duduk, kembali membuka pesan.

Sulthan ..., akhirnya sugar daddy Vira memiliki kabar. Dengan rasa penasarannya, Vira langsung membukan pesan itu, damn! Betapa terkejut dirinya mendapati kode booking tiket pesawat Jakarta menuju Bali.

"Kenapa lo? Tagihan pinjol?" tanya Suci horror sendiri mendapati mata melotot Vira.

Si sahabat tak membalas, yang ada kedua ibu jarinya bergerak membalas pesan Sulthan. 'Kenapa nggak ngasih kabar dulu, Dad? Aku nggak tau bisa cuti apa enggak dihari itu!'

Sembari menunggu jawaban, Vira bangkit, tapi, kali ini ponsel tetap dalam genggaman. Ia meraih satu ayam, memilih bagian paha.

Drt, drt.

Ponsel kembali bergetar, ia mendudukan diri di kursi samping Suci.

'Semua sudah saya urus, berangkat saja.'

"Ck." Vira berdecak, kemudian menoleh menatap sahabatnya yang sedang membuka beberapa bungkus saos untuk diletakan ke atas piring kecil. "Ci," panggil Vira.

"Paan?"

"Mau ikut gue ke Bali nggak?"

Hanya dalam hitugan detik Suci langsung menoleh, menatap Vira yang memasang mimik polos tanpa dosa.

"Lo ngejek apa gimana? Lo pikir duit gue bisa buat foya-foya? Kagak, Say!"

"Gue bandarin," sahut Vira ringan, sukses membuat rahang Suci terjun bebas menuju dasar bumi. "Udah , lo langsung packing aja, gampang lah masalah yang lain." Vira pun bangkit dari duduk, Sulthan menghubunginya sebab ia tak langsung membalas dengan cepat. "Gue kamar bentar, nanti gue kasih tau besok kita berangkat jamber." Lalu, dengan seenak udel Vira berlari kecil menuju pintu kamarnya, sudah pasti sembari menempelkan ponsel ke telinga.

Suci masih diam, otaknya sedang mencerna semua kalimat Vira. Bagaimana bisa yatim piatu tanpa harta warisan itu hidup bak istri seorang sultan?! "Anjir, gue tambah curiga," gumam Suci mengerjap kecil.

Di kamar sendiri, Vira berdiri di balik pintu. "Halo, Dad."

'Besok Wanda yang menjemput kamu di Bandara, saya langsung menunggu di villa,' ujar Sulthan to the poin, agaknya pria ini tidak minat berlama-lama.

"Dad, aku bawa temen ya?"

'Untuk apa?'

"Ya ..., temen duduk di pesawat aja, entar perihal hotel dia aku yang urus deh."

'Hm, sepintar kamu, yang terpenting kamu ke sini untuk saya, bukan untuk yang lain.'

Vira mengerucutkan bibir. "Iya-iya, Daddy galak!" balasnya.

Terdengar di seberang sana Sulthan mendengkus. 'Bawa beberapa kostum kamu,' bisiknya sebelum memutuskan sambungan.

Vira menghembuskan napas kasar, sejenak menatap layar ponselnya, kemudian mendungak menatap ke arah lemari khusus kostum memuaskan Sulthan. Hah ..., balik ke pekerjaan super ringan yang mana bayaran dan dosanya sungguh nikmat tiada dua.

*****

Sulthan membaca dokumen pekerjaan yang dikirim ke emailnya melalui ponsel. Dan kini ia sudah berada di rumah, yang hanya dirinya lah yang tinggal di sini. Sulthan duduk di kursi pinggiran kolam renang.

"Tuan." Tiba-tiba mbok pengurus rumah Sulthan datang dari arah berlakang. "Kedua orangtua Tuan datang," lanjut si mbok.

"Oh, Son!" Terdengarlah suara yang sangat Sulthan kenali, siapa lagi kalau bukan wanita yang melahirkannya.

Mau tak mau ia mematikan ponsel, bangkit dari duduk guna menyambut sang daddy dan mommy.

"Ada apa ke sini, Mom?" tanya Sulthan khas bicaranya. Rahang pria itu dikecup oleh sang mommy, kanan dan kiri.

"Dateng ke rumah anak sendiri ditanyai tujuannya?" tanya mommy mendungakan kepala, menepuk-nepuk dada sang anak.

Sulthan mengedikan bahu, ia bertanya sebab sudah terlalu biasa dikunjungin dengan tujuan tertentu, perjodohan misalnya.

"Mommy kamu bawa kandidat baru buat kamu," ujar daddy, kepala rumah tangga dari keluarga kecil itu.

"Come on," ujar Sulthan kembali mendudukan diri.

Mommy juga ikut, duduk di samping Sulthan yang menatap ke arahnya. "Mom jamin yang kali ini pasti kamu suka."

Mustahil, Sulthan sudah terlalu malas perihal perjodohan, ia sudah pusing dengan wanita itu, masa iya mau ditambah lagi, sudah syukur ada Vira yang selalu berhasil membuat suasana hatinya membaik.

"Ini, Mom bawa foto sama vidio dia," ujar mommy lagi, merogoh tas selempangnya, mengeluarkan ponsel.

Kalau boleh jujur, rasanya Sulthan sangat ingin menolak lihat, akan tetapi bisa ditampol kepalanya. Sungguh tidak lucu pria tiga puluh lima tahun ditampol oleh ibu sendiri.

"Lihat, cantik, wawasannya juga luas, satu lagi, dia anaknya temen Mommy, lumayan 'kan bisa besanan sama temen."

Sulthan hela napas pelan, berusaha sangat tipis agar sang mommy tak menyadari. "Coba lihat," ujarnya tak ingin membuat mommy tersayang ini mencak-mencak mengomel.

"Ini!" Semangat mommy memberikan ponselnya kepada Sulthan.

Bisa pria matang itu lihat bentukan wanita yang kata mommy cantik nan smart. Bolehkah Sulthan membandingkan? Perihal cantik, masih lebih canik Vira, perihal body, masih menang Vira! Apalagi? Wawasan? Dari wajah-wajahnya, tak jauh beda dengan sugar baby Sulthan. "Umurnya berapa?"

"Dua sembilan, nggak terlalu jauh dari kamu. Dia juga sibuk sama kharir mangkanya lupa cari suami," oceh mommy.

Terang ponsel mommy langsung Sulthan kembalikan. "Untuk apa aku menikah dengan wanita kharir, Mom? Aku sibuk, dia juga sibuk, lalu, kapan kami bisa menikmati waktu bersama? Yang aku cari, wanita yang bisa menyambutku di rumah," ujarnya, melanjutkan dalam hati. 'Seperti Vira.'

"Ck, kamu tuh ada aja deh jawabannya. Kemarin Mommy kasih yang pengangguran, kamu bilang takut dia mata duitan, Mommy kasih yang biasa-biasa aja, yang pekerjaannya ringan, kamu protes fisiknya. Terus mau kamu yang gimana?" Mommy cemberut, benar-benar ingin tobat dengan anaknya ini, mau menikah saja pemilih sekali.

"Ya kebetulan pilihan Mommy belum ada yang sesuai kemauan aku."

"Kamu mau yang gimana? Ngomong dong! Mommy juga pengen nimang cucu, nggak mungkin berharap dari adik kamu!"

Sulthan melirik sang daddy, inginnya meminta bantuan, nyatanya daddy membuang wajah pura-pura tidak tahu, sial, ia harus siap mendengar ocehan panjang kali lebar ala mommynya, yang paling mengenaskan, itu tentang wanita, di mana Sulthan saja sudah memiliki wanita, Vira contohnya, sugar baby tak banyak tingkah.

He Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang