Vira menikmati nasi gorengnya setenang mungkin, seakan rasa takutnya akan kehadiran Sulthan tadi lenyap tak tersisa, ya walau jelas itu tidak mungkin terjadi, lihat saja, Sulthan duduk di sampingnya, menatap, memerhatikan, mungkin berniat membelah kepala Vira, tentu rasa takut masih bertengger di jiwa.
Namun, agar tidak merasa kecil, jalan satu-satunya yang bisa wanita muda itu tempuh hanya berpura-pura tenang, memanipulasi diri.
"Daddy mau?" tanya Vira menoleh, membalas tatapan Sulthan.
"Habiskan," jawab pria itu singkat.
Vira menutup mulutnya, ciut dengan nada yang Sulthan gunakan. Tuhan, begini sekali menghadapi pria tua. Terkadang Vira merasa beruntung, tapi, jujur dari hati yang paling dalam ia lebih sering merasa terkutuk. Jarang sekali bisa menang, oke, jangan berharap menang sebab saat Sulthan menjabarkan kesalahannya, Vira langsung sadar memang dia yang salah, dia yang belum bisa berpikir jauh, dia yang sangat amat berbeda dengan Sulthan.
Menggigit bibir bawahnya kecil, rasa nasi goreng seafoodnya tetap enak, tak berubah walau jantung kembut di tempat.
Mengunyah pelan, Vira memutar otak sembari memperlama waktu, sudah pasti sengaja. Kalau bisa nasi goreng ini jangan habis sampai ia temukan jalan keluar agar tak dihukum oleh Sulthan.
"Dad ...," memanggil pelan, Vira melirik kecil.
Sulthan tak menyahut, hanya tetap menatap Vira dengan pose yang tak berubah setitik pun.
"Aku ..., minta maaf ya?"
"Tadi sudah kamu lakukan."
Vira kembali menoleh, membawa tatapan mereka bertemu dalam hangatnya perbedaan usia, perbedaan jalan pikir, perbedaan kontrol diri. "Hm? Iya, ya?" gumam Vira untuk diri sendiri, dahinya mengerut samar. "Minta maaf lagi biar dimaafin," lanjut wanita itu menatap Sulthan bak anak kucing baru menjatuhkan gelas, tak merasa berdosa.
Sulthan mendengkus dalam hati, tapi, mimik yang terpasang tak ubah, tak terusik dengan cara Vira menatapnya, yang begitu menggemaskan, ingin sekali ia cubit pipi wanita muda itu. Tapi, dari kejadian ini Vira butuh belajar, setidaknya mendengarkan Sulthan.
"Dad, jangan diem aja dong. Lagian ya, tadi itu Daddy juga yang nyebelin."
"Kamu sedang membela diri yang salah?"
"Nggak gitu." Vira meninggalkan sendok, memilih membawa tubuh menghadap Sulthan.
"Habiskan makanan kamu," titah pria itu tegas.
Vira mengulum bibir sesaat menelan makanannya, kemudian, ia menarik napas, meraih satu tangan Sulthan. "Aku takut," bisiknya menundukkan kepala, menggenggam tangan pria yang saat ini berperan penting untuk kehidupannya, menggenggam sangat erat, seperti mencari perlindungan. "Sejak Deris buka suara kalau dia tau hubungan kita ...," jeda, Vira menarik napas lagi, merasa kekurangan oksigen hanya karena memikirkan hal yang belum terjadi, tapi, bisa saja terjadi. "Aku takut Daddy susah, aku takut karna masalah ini malah berpengaruh ke perusahaan Daddy, atau yang lebih parah, karna ini keluarga Daddy kebawa-bawa." Vira masih menunduk, menatap tangannya yang menggenggam tanpa dibalas. "Aku nggak punya siapa-siapa lagi, aku bisa kabur kalau aku mau, tapi ..., enggak Daddy." Bergetar, Vira menggigit bibir bawahnya. "Daddy orang penting, Daddy ...," jeda, Vira mengerutkan dahi begitu merasakan perasaan asing menghampiri hati, yang tidak enak melingkupi jiwanya. "Daddy punya masa depan," lanjut berbisik, tanpa sadar Vira semakin dan terus mengeratkan genggamannya, membuat tangan sendiri memutih, juga membuat jari-jari Sulthan mulai terhimpit satu sama lain.
Sulthan sendiri mendengarkan, menatap ubun kepala Vira yang masih menunduk.
"Sekali lagi aku minta maaf ..., aku cuma takut nyusahin Daddy. Aku nggak punya niat buat bersikap kurang ajar, aku, aku nggak mau Daddy diapa-apain orang lain, termasuk dimanfaatin."
KAMU SEDANG MEMBACA
He Love Me
Lãng mạnVira Chalista hanya anak yatim piatu berstatus mahasiswi semester lima. Dia berasal dari keluarga miskin tanpa harta warisan, yang ada Vira ditinggalkan tagihan hutang. Namun, satu hal selalu membuat teman-temannya penasaran, bagaimana bisa dengan s...