Bagian 16 - Miliknya

6.4K 207 3
                                    

Vira mengecup bibir Sulthan yang masih terlelap nyenyak, ia sudah bersiap ingin pergi menemui Suci, dan tidak tega membangunkan pria tampan ini, walau jelas yang lebih lelah dirinya, tapi, Sulthan juga terlihat kelelahan. "See you, Dad," bisiknya sebelum menegakkan tubuh.

Sejenak Vira usap rahang pria itu, yang kemudian senyum tercipta manis, lembut untuk Sulthan walau si pria tak melihatnya. Selesai dari itu barulah Vira melangkah menuju pintu kamar, ia akan meminta antar oleh Wanda, itu juga pesan Sulthan kemarin malam.

Sembari melangkah, Vira memeriksa ponselnya, mendapati banyak pesan dari Suci yang isinya sungguh random, dari hal tak penting sampai ketemu lagi di hal tak penting. Vira hanya bisa menggelengkan kepala membacanya. Tapi, ada satu pesan yang menarik perhatian Vira, di mana Suci berkata, 'Anjir, Vir. Pak Deris juga lagi di Bali.'

*****

Sulthan terbangun tepat pukul sebelas siang, ia mengusap wajahnya kasar, mencoba membuat diri jauh lebih sadar dari rasa kantuk. Akibat menggempur Vira satu malaman, salah, hampir satu harian yang sebenarnya hanya beberapa ronde, Sulthan sudah dibuat tidur terlelap, terkantuk-kantuk. Padahal, saat tidak bersama wanita itu, jangankan tidur nyenyak, bisa tidur dua sampai tiga jam saja sudah syukur.

Menghela napas pelan, Sulthan menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang, ia pun berdiri dari duduk. Tanpa bertanya pada siapa-siapa Sulthan tahu, Vira sudah tidak ada di sini, pasti sudah pergi dan akan kembali nanti malam.

Meraih ponsel yang ia matikan satu malaman, Sulthan hanya ingin memeriksa beberapa pekerjaan sekalian menghubungi Vira, ada di mana wanita itu, sedang apa dan, bersama siapa. Apakah jam makan siang bisa bertemu atau memang harus menunggu malam terlebih dulu?

Selagi menunggu ponsel menyala seutuhnya, Sulthan melangkah menuju kamar mandi, dan tentu saja ponsel dibawa. Begitu masuk ke dalam ruang bebersih itu, Sulthan pun meletakan si benda pipi ke sisi wastafel, kemudian, ia memilih membasuh wajah terlebih dulu.

Setelah merasa jauh lebih segar, Sulthan mengeringkan wajah dengan handuk kecil yang tergantung di dekat wastafel, saat itulah suara getaran ponsel yang tiada hentinya masuk menerjang gendang telinga Sulthan.

Hah ..., semoga saja itu pekerjaan, bukan sekadar notif-notif yang tidak ia harapkan.

Meraih ponsel, Sulthan tak langsung memeriksa notif-notif itu, ia memilih mencari kontak Vira, menghubungi yang mana mode loudspeaker dinyalakan.

Tut ....

Suara nada memanggil terdengar, Sulthan menunggu sembari menatap wajahnya dikaca, hm, kumis mulai bertumbuhan, tapi, tidak biasanya Vira tak berkomentar, apa wanita itu mulai suka dengan sensasi berciuman yang ada geli-gelinya?

'Daddy, udah bangun?'

Panggilan Sulthan diterima, ia pun langsung diberikan pertanyaan basa-basi. "Kamu di mana?" Jadilah ia lebih memilih balik bertanya.

'Ini lagi nungguin Suci ganti baju, kenapa, hm? Jangan bilang aku harus balik sekarang, nggak lucu.'

"Ck, teman kamu menyusahkan," komentar Sulthan jelas sekali tidak senang.

'Dih, Daddy tuh pengangguran, biasanya aja wih ..., mirip presiden.'

"Karna saya mau sama kamu, saya ambil WFH untuk beberapa hari kedepan."

'Kenapa semalem nggak bilang?'

"Kamu ada bertanya?"

'Oke fine, aku usahakan balik secepatnya, jangan dumel gitu dong, ini aja masih sakit ya Daddy gesek terus!'

Sulthan langsung tersenyum mendengar nada kesal Vira yang menggelitik telinganya. "Kan kamu yang minta."

'Mau aku tabok?'

"Berani?"

'Ya enggak sih, bisa lenyap bonus jajan.'

Sulthan meraih ponsel, melempar handuk sembarangan, lalu, kaki ia bawa melangkah keluar dari kamar mandi. "Saya transfer uang untuk membeli apa yang kamu mau selama di sini, tapi, pulang sebelum langit menggelep."

'Berapa juta dulu nih yang ditransfer?'

"Kamu maunya berapa?"

Terdengar cekikikan Vira. 'Kalau Daddy tanya, ya aku mau semua uang Daddy lah.'

"Oh kamu mau memiskinkan saya lalu meninggalkan saya?" Sulthan mendekati lemari.

'Heh! Nggak ada yang niat busuk gitu ya. Kalau semua harta Daddy buat aku, ya aku milih nikahin Daddy lah, biar harta aku nggak sia-sia karna ada yang otaknya cerdas buat ngelola.'

Gerakan tangan Sulthan yang tadi sedang meraih kaos di dalam lemarinya langsung terhenti. Menikahinya? Vira menikahinya? "Hkm!" berdeham, Sulthan raih satu kaos berwarna putih. "Kamu menikahi saya hanya karna saya cerdas?"

'Enggak tuh, Daddy juga ganteng kok, terus baik walau rada tukang ngatur, tapi, masih bisa aku terima lah. Yang paling penting,' jeda, Sulthan bisa mendengar deru napas Vira, yang mana menandakan wanita itu mendekatkan bibir ke loudspeaker. 'Daddy jagonya buat aku puas.'

Damn! Sulthan memejamkan mata, sudah berani wanita itu mengatakan hal semacam ini? Sulthan menarik seringai satu sudut bibirnya, jadi, selama ini bukan hanya dia yang merasa puas dari semua permainan ranjang mereka, Vira pun begitu. "Begitu?"

'Oh! Dad, Suci udah kelar, entar aku hubungin Daddy lagi.'

Bib.

Sambungan langsung terputus, sialan, Vira benar-benar berkembang pesat, belakangan ini tepatnya, tapi, entah kenapa Sulthan tidak terlalu keberatan sebab ia merasa semakin dekat dengan Vira, seperti tidak ada batasan antara status hubungan mereka.

Mendengkus, Sulthan melempar ponsel ke atas ranjang, ia pun memilih mengenakan kaosnya tadi, setelah itu melangkah menuju pintu kamar, keluar dari ruangan beristirahat itu. Ia ambil langkah menuju meja makan, mendapati seporsi omlet dan jus botolan.

Ada secarik kertas bertuliskan, 'Selamat sarapan, atau, bisa aja makan siang. See you, Handsome.'

Menggeleng pelan lah kepala Sulthan, lihat saja, bahkan Vira sudah mengetahui jam tidurnya. Jika dipikir-pikir, Sulthan beruntung mengenal Vira, bukan Vira yang beruntung mengenalnya.

Sulthan mendudukan diri, ia raih botol jus yang mana setelahnya membuka, kemudian menegak. Enak, manis. Sulthan beralih menjulurkan tangan kanannya, meraih laptop yang ada di meja makan, menghidupkan.

Sulthan mulai memotong omlet dengan garpu. "Tumben perfect," gumamnya tertawa pelan mengingat Vira yang lebih sering gagal ketimbang berhasil menyajikan makanan untuknya. Tapi, akan Sulthan akui karena ia mengikuti proses Vira, maka ia jadi jauh lebih menghargai semua masakan yang wanita itu sajikan. Vira si pantang menyerah.

Well, sesaat laptop menyala Sulthan langsung membuka pekerjaan, tak lupa menghubungi asisten guna mengirimkan uang ke rekening Vira.

Sejauh ini, jika ada nama Vira disetiap kegiatannya pasti terasa lebih menyenangkan. Maka, berat rasanya membayangkan ia melepas wanita itu saat kontrak mereka nanti berakhir. Untuk masalah ini Sulthan akan menemukan solusinya jauh lebih cepat, masa bodoh akan protes si wanita, yang pasti jika itu sudah kemauan Sulthan, maka ia kejar walau dengan cara haram sekali pun.

Sulthan menghembuskan napas, beralih menatap omlet buatan Vira dengan tatapan yang sangat serius, wanita itu ..., miliknya, hanya dia dan tidak akan diberikan kepada siapapun.

He Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang