Chapter Fourty Four - Coalesce

70 9 2
                                    

Summary : –hanya berisi torehan kisah Obi sang kesatria istana dan seorang gadis yang ditemuinya di sudut kota Wistant. | "Namamu?" "Obi, seorang pengantar pesan dari Pangeran kedua kerajaan Clarines." "Namaku..."

.

.

.

Please Enjoy to Read!

.

.

.

CHAPTER 44 – Coalesce

Author's POV

"Leva?" Lagi-lagi adiknya itu merajuk tatkala ia tidak kunjung memberikan atensi padanya. Algernon akhir-akhir ini memang sedang sibuk dengan pelatihan pedangnya, dan Leva yang masih baru berumur enam tidak akan mau tahu akan kesibukan kakaknya. Di sini, ia hanya memiliki kakaknya, di kastil ini hanya ada kakaknya, sehingga acap kali sang kakak tidak memberikan perhatian secara berkala putri kecil itu akan merajuk luar biasa dan menolak keluar dari kamarnya.

Atau lebih buruk lagi, seperti saat ini, ia menghilang bahkan dari kamarnya.

"Dimana lagi ia bersembunyi?"

Pemuda itu bahkan masih belum berganti pakaian dengan yang lebih formal ketika ia harus membolak-balik istana Wistal demi menemukan adiknya. Jujur, terkadang ia jadi merasa apakah keputusan yang tepat bagi orang tuanya untuk secepat ini mengirim Leva mengikuti pembelajaran di istana. Toh, dirinya sendiri baru mulai memasuki istana di usia tujuh tepat, bagi Leva yang tentunya memiliki lebih banyak tembok di hadapannya ... Al tidak bisa membayangkan lebih jauh.

"Leva! Dimana?"

.

.

Realm for The Hearts

Story & OC's © Nakashima Aya

Akagami no Shirayukihime © Akizuki Sorata

[There's no profit we gain from this fanfiction]

Genre : Fantasy, Friendship, Family, Angst, Romance.

Warning : Multi-chap, Typo(s), OOT, OOC, Obi x OC

.

.

.

36 jam sebelum insiden penyerangan Raja Izana–

Lembaran buku dibuka satu demi satu, jemarinya tidak kunjung beranjak dari posisi pinggiran kertas guna mempercepat kegiatannya sekarang. Deretan angka tertulis dalam jumlah yang tidak sedikit, Algernon menelusuri cepat catatan keuangan tersebut dengan taraf yang terlampau cepat. Lawan bicaranya masih diam saja, sesekali mengepalkan tangannya untuk mengurangi rasa gugup bercampur takut yang semakin terasa semakin lamanya ia berada di ruangan ini.

"Luar biasa." Pemuda dengan surai merah itu akhirnya bersua. Ia menutup bukunya dan mengangkat kepalanya, kini bertatap tepat dengan pemilik netra berwarna senada dengan warna rambutnya. Warna merah yang dulutnya terlihat begitu angkuh dan menyorot, kini hanya terbesit akan pandangan dendam dan rasa marah yang begitu kentara.

"Tentu saja, itu semua adalah hasil kerja kerasku–"

SREKK–

Wanita itu bisa merasakan tenggorokannya tercekat bersamaan dengan suara derit kursi yang dibuat oleh lawan bicaranya. "Saya bersyukur bahwa rona anda masih belum pudar, Duchess."

Realm For The HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang