8. Mencairkan Suasana

44 6 0
                                    

Sehabis kelas selesai Raya tidak langsung pulang ke apartement, ia memilih untuk ke sekretariat himpunan untung mengurus beberapa pengadministrasian himpunan sebelum ia tinggalkan kongres di Bali. Agar memudahkan Sersha selaku sekretaris cadangan selama Raya menjalankan tugas, karena kebetulan Raya sekretaris pelaksana pengabdian masyarakat. Namun karena Sersha ada perkumpulan klub seni, jadilah hanya Raya yang menyusun serta membuat beberapa catatan untuk Sersha, terutama disposisi surat dan penomoran surat keluar.

"Ray, lo sendiri?"

Raya mengalihkan atensinya ke arah pintu. Menampilkan Regan yang memasuki sekretariat, lalu menutup kembali pintunya.

"Jangan ditutup. Cuma berdua." Ucap Raya lalu kembali mengalihkan perhatiannya ke komputer.

"Biasanya juga gitu kan?" Raya tidak menjawab lagi, ia hanya berdecak kecil. Regan tetap menutup pintunya karena AC sekretariat dalam kondisi menyala.

"Lo ngapain?" Tanyanya sambil mendudukkan dirinya di sofa. Lalu mengambil gitar di sampingnya.

"Nyusun file surat sebelum gue tinggal. Lo ngapain ke sini?"

"Ngajak lo balik bareng."

Raya sontak melotot menatap Regan. "Gila lo–"

"Dengerin dulu gue belum selesai. Nyokap gue di rumah lo. Tadi nelpon, kita disuruh ke sana."

"Ck ngapain si? harus banget?" Regan tidak menjawab, ia hanya mengangkat sebelah bahunya tanda tidak tahu.

"Request, Ray, mau lagu apa?"

Raya menatap Regan heran, ada apa dengan cowok ini? Tiba-tiba meminta requestnya untuk bernyanyi. Sebenarnya Regan bisa saja memberitahu Raya lewat Chat, namun Regan memilih ke sekre untuk memperbaiki suasana di antara mereka. Regan cukup sulit untuk mengekspresikan dirinya, dia terkesan kaku dan to the point makanya terkadang perkataannya terkesan sarkas untuk orang yang baru mengenalnya. Sedangkan Raya, ia gadis yang simpel, gengsi dan tidak mau berurusan dengan hal-hal yang menurutnya ribet. Makanya, dengan sifat keduanya ini sebenarnya tidak cocok untuk menjadi pasangan, karena terkesan boring.

"Terserah lo."

"Terserah kali ini
Sungguh aku takkan peduli
Ku tak sanggup lagi
Jalani kisah denganmu." Regan mulai memetik gitarnya dan bernyanyi, sesuai request Raya, lagi terserah. Raya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ya gak lagu itu juga, kayak yang mau pisah aja. Atau emang lo mau pisah?"

"Eh kaga. Jangan lah, masa ntar gue jadi duda."

"Bagus dong? Lo bisa lanjut sama Sersha?"

"Terus lo lanjut sama Malik, gitu? Emang direstuin bokap lo? Setau gue sih bokap lo gak suka Malik karna dia aktivis."

Raya menarik nafas manjang seraya memejamkan matanya, perkataan Regan benar-benar menusuknya. Raya pernah mengenalkan Malik pada Papanya namun respon yang diberikan Papanya adalah penolakan secara halus, saat mengetahui bahwa Malik seorang Presiden Mahasiswa.
Papanya Raya seorang anggota dewan di daerahnya, itulah kenapa ia tidak setuju Raya berpacaran dengan Malik yang secara tidak langsung bisa mengencamnya dalam dunia politik. Makanya Raya tidak diperbolehkan turun ke jalan untuk unjuk rasa.

"Lo tau sejauh apa tentang hubungan gue sama Malik?"

"Ga banyak sih, gue ga segabut itu ngepoin hubungan lo. Tapi Papa pernah ngobrol sama gue masalah Malik?"

"Kapan?"

"Sebelum kita nikah. Makanya Papa milih gue salah satunya biar lo gak sama Malik."

"Sampe segitunya? Trus apa bedanya sama lo? Lo kan juga aktivis, lo ketua hima yang sewaktu-waktu bisa aja lo turun aksi. Atau jangan-jangan lo bohong soal lo aktivis."

Married With KahimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang