10. Bimbang

48 4 1
                                    

Setelah dirasa Raya cukup tenang, Regan menuntun gadis itu ke kamarnya, membantu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tak lupa Regan juga menyelimutinya hingga batas leher. Regan menatap Raya cukup lama, sebelum ia mengecup kening Raya dengan lembut, lalu mengusap kepala gadis itu setelahnya. Tentu saja Raya terkejut, mata sembabnya masih menatap Regan tanpa ekspresi. Ia tidak bisa mencerna dengan jernih apa maksud kecupan Regan di keningnya, karena sekarang cowok itu hanya tersenyum tenang.

"Udah tidur, gue ke bawah dulu." Titahnya, lalu meninggalkan Raya sendirian di kamar, tidak sadarkah Regan jika Raya belum bereaksi apapun sejak ia mengecupnya? Dan apakah Regan memikirkan bahwa tindakannya justru membuat Raya tidak bisa tidur.

Regan memang hendak menemui Ayah mertuanya, ingin memberitahu bahwa Raya baik-baik saja. Tak sangka Suherman, Ayah mertuanya itu juga menunggunya di ruang keluarga. Tepat di tangga terakhir, Suherman memberi kode untuk mengikutinya ke teras depan.

"Kamu mau minum kopi, nak?" Tawar Suherman saat mereka duduk di teras rumah.

"Regan gak ngopi, Pah."

"Trus biasanya apa?"

"Teh, atau air putih."

"Mau dibuatin? Biar Papa minta Mbak."

"Gak usah Pah, tadi udah minum kok."

Pria paruh baya itu mengangguk paham. Ia mengambil sebatang rokok dari bungkusnya, dan menawarkan sisanya pada Regan.

"Regan gak ngerokok, Pah?"

Tentu saja Suherman terkejut, ia baru pertama kalinya menemui anak muda laki-laki yang tidak merokok, bersyukurnya itu adalah menantunya. "Kenapa?"

"Gak cocok aja, waktu pertama nyoba habis itu sakit tenggorokan."

"Saya jarang melihat anak laki-laki seumuran kamu tidak merokok. Di kantor saya tuh hampir semua laki-laki merokok. Termasuk anak magang mahasiswa itu. Kalo nggak ya yang elektrik, yang sering ngegantung di lehernya."

"Kalau itu Regan bisa, tapi bukan pengonsumsi aktif."

"Bagus, Papa suka."

Regan enggan memulai percakapan tentang Raya terlebih dahulu, karena ia takut menyinggung perasaan mertuanya. Ini masalah keluarga mereka, Regan sungkan ikut campur walaupun sekarang ia bagian dari keluarga Raya.

"Raya tuh anaknya keras kepala, sama seperti saya. Egonya juga tinggi, kalau kata dia A ya harus A. Ya saya tau mungkin karena kesalahan saya dan ibunya di masa lalu."

Regan hanya mengangguk, untuk saat ini ia hanya bisa menjadi pendengar yang baik untuk keluarga Raya, tapi Regan harap kedepannya ia bisa ikut andil menyelesaikan masalah yang keluarga Raya hadapi.

"Nak Regan, Papa minta maaf ya, kalau anak Papa itu susah diatur, tapi kalau dia memang salah, tegur aja."

"Iya, Pah, aman. Sejauh ini kita baik-baik aja kok."

"Yasudah, gih tidur, besok kamu kuliah, toh?"

"Gapapa, Pah. Santai aja." Tolaknya halus, lagipula ia tidak enak jika harus meninggalkan mertuanya begitu saja. Suherman tertawa ringan, ia mengerti Regan masih sungkan padanya.

"Papa mau ke kamar juga ini, Mama pasti lagi overthingking."

Regan mengangguk lalu mereka beranjak dan berpisah di ruang tamu. Regan melihat Raya yang sudah tertidur pulas dengan mata sembabnya. Alih-alih berbaring, Regan memilih untuk melanjutkan penjelajahannya di meja belajar Raya. Regan ingin mengetahui tentang Raya lebih dalam. Entah kenapa belakangan ini pertanyaan-pertanyaan di benaknya mengenai Raya terjawab satu persatu. Gadis misterius yang ia kenal di tahun pertama sebagai anggota himpunan.

Married With KahimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang