12. Pikiran

38 4 0
                                    

Regan beberapa kali melirik ke arah jam dinding. Entah kenapa hatinya gelisah saat ia tahu jam sebelas malam Raya belum pulang juga. Terakhir yang Regan dengar dari Sersha Raya ingin menemui Malik dan menghabiskan waktu bersama. Regan memutuskan untuk pulang ke apartement terlebih dahulu. Toh ia tidak perlu khawatir karena Raya bersama kekasihnya. Yang Regan tahu, tidak biasanya Raya keluyuran sampai jam sebelas malam, saat mereka nongkrong bersama pun Raya selalu pulang terlebih dahulu karena jam malam yang ditetapkan Papanya hanya sampai jam sebelas malam. Regan berusaha mengalihkan pikirannya agar tidak terfokus pada Raya. Ia menonton film komedi, romantis, hingga thriller yang membuat pikirannya terfokus pada film saja.

Gagal. Cowok itu mengecek ponselnya, membuka kontak whatsapp Raya hanya untuk melihat informasi terakhir kali cewek itu buka whatsapp. Satu jam yang lalu, ia melakukan hal yang sama pada kontak Malik, tiga puluh menit yang lalu. Sudah dipastikan mereka masih bersama. Harusnya Regan tenang seperti sore tadi, namun kenapa hatinya cukup gelisah sekarang. Ah mungkin karena ia akan menjadi orang pertama yang disalahkan keluarganya jika terjadi sesuatu pada Raya. Satu botol minuman bersoda ternyata tidak bisa menutupi kegelisahannya, Regan ingin sekali menghubungi Raya, namun gengsinya terlalu tinggi untuk hanya sekedar menanyakan keberadaan cewek itu. Gemuruh petir sudah tertangkap indra pendengarannya, hatinya semakin tak karuan, pikiran buruk sudah menghantui dirinya. Tak perlu berpikir terlalu lama, Regan beranjak mengambil jaket dan kunci mobilnya. Ia harus mencari Raya sebelum hujan deras.

Tepat saat ia membuka pintu apartemennya, cewek yang ia khawatirkan sejak tadi berdiri tepat di hadapannya dengan tatapan datar. Raya menyengit bingung melihat Regan yang tampak buru-buru keluar apartemen. "Mau kemana lo?"

Regan sedikit tercengang dengan pertanyaan itu, namun ia masih bisa mengontrol wajahnya. "Mini market, lo masuk buru." Regan tetaplah Regan, si manusia ketus di mata Raya. Raya menggeleng singkat setelah Regan pergi sebelum akhirnya masuk ke apartemen.

Setelah menyimpan tasnya, Raya langsung menuju pantry dengan kantongan plastik di tangannya. Sebelum pulang, ia tadi mampir dulu membeli cemilan sebagai pengganti makan malam. Tepat makanan disajikan, Regan datang, yang membuat Raya bingung adalah cowok itu datang dengan tangan kosong, bukankah ia tadi bilang ingin ke minimarket? Tapi Raya tidak memperdulikan hal itu, ia memanggil Regan untuk menghampirinya.

"Nih, gue beli pempek." Raya menyodorkan satu mangkok pempek ke arah Regan.

"Tumben baik?" Sarkas Regan.

"Yeu, Gue kan emang baik?"

Regan tertawa sinis, di mata Regan, Raya sangat membencinya, dia bisa baik ke semua orang tapi tidak pada dirinya. Tapi apa ini? Cewek itu tiba-tiba baik dan membuatnya bingung.

"Gak, lo kan kesel ke gue."

"Sekeselnya gue ke lo, gue masih punya perasaan. Yakali gue cuma beli satu disaat gue tinggal berdua." Sahut Raya sedikit kesal, Regan memang penghancur moodnya nomor satu, tidak ada perkataan Regan yang tidak membuatnya kesal. Ah ada, waktu itu. Tapi Raya tidak ingin mengingatnya lagi, anggap aja itu perlakuan teman ketika temannya dalam kesulitan.

Tidak menanggapi Raya, Cowok duduk di sebrang Raya dan ikut memakan pempek yang dibeli cewek itu. "Gimana surat-surat keluar untuk pengmas?" Tanya Regan membuka obrolan.

"Aman, draft nomor surat udah gue kasih cewek lo. Gue jamin dia gak bakal kesusahan." Sahutnya yang direspon cowok itu dengan anggukan.

"Proposal ke Bali gimana?" Kali ini Raya yang bertanya, ia merasa tidak tahu kabar tentang proposal itu setelah membuatnya dan menyerahkannya ke Regan.

"Besok gue dipanggil ke dekanat."

"Gue temenin gak?" Raya cukup tahu diri, ia juga akan pergi bersama Regan, tidak mungkin membiarkan kahimnya mengurus sendiri.

Married With KahimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang