11. Tentang Malik

27 2 0
                                    

Disclaimer : Part ini Full tentang Raya dan Malik

Tidak ada yang Raya lakukan saat ini. Percakapan dengan Farhan semalam membuatnya berpikir beberapa hal. Pertama, ia mengakui selama ini ia terlalu takut membicarakan hal-hal yang membuatnya tidak nyaman. Takut ketidaknyamanannya itu menjadi beban untuk Malik. Kedua, Raya selalu merasa Malik tidak memerlukan dirinya lagi, akhir-akhir ini komunikasi mereka seadanya saja, membuat Raya enggan menghubungi Malik terlebih dahulu karena takut menganggu kesibukan cowok itu. Isi kepalanya selalu mencoba berfikir positif bahwa jika Malik tidak mengabarinya, berarti cowok itu sedang sibuk. Walaupun ia lebih berfikir negatif bahwa Malik sudah tidak menginginkan hubungan mereka seperti dulu. Getaran ponsel membuat ia tersadar dari lamunannya, Malik membalas pesannya yang ia kirimkan tiga puluh menit yang lalu. Cowok itu mengatakan baru saja selesai dengan urusannya dan akan menemui Raya di kantin.

"Babe, sorry harus nunggu aku sampe sore banget." Sapa Malik ketika cowok itu mendudukkan dirinya di samping Raya. Raya hanya tersenyum seraya mengangguk sebagai tanda bahwa dirinya tidak masalah dengan itu.

"Jadwal kamu padet banget ya? Kamu baik-baik aja, Kak?"

Malik terkekeh pelan, dielusnya ujung kepala Raya dengan lembut, tak lupa ia mencubit kecil pipi cewek itu membuat Raya sedikit menjauhkan wajahnya, ia sangat menghindari pipinya disentuh, dan itu menjadi senjata Malik untuk menjahili kekasihnya. "Aku baik, dan ya kemaren agak padet soalnya ngurus aksi. Kamu sendiri gimana? Lagi sibuk juga kan? Biar aku denger cerita kamu." ucapnya lalu dagunya bertumpu pada telapak tangan kanannya sembari memberikan atensi penuh pada Raya.

Perlakuannya tentu saja membuat Raya menahan nafasnya sejenak. Sial, titik lemahnya diserang. "Gak terlalu sibuk sih, cuma urus proposal buat kongres sama cari perusahaan buat magang. Aksinya gimana? Lancar? Aku sempet khawatir karna kamu ga ada kabar habis aksi."

"Aman kok. Belum dapet tempat magang? Dinsos kemaren ga nerima?"

"Ngga, udah full sampai akhir tahun."

"Sayang, kenapa kamu gak apply magang di perusahaan relasi himpunan kamu aja?"

Raya menggeleng pelan. "Relasi himpunan kebanyakan perusahaan, instansi pemerintah udah aku apply semua, ada dua lagi belum kasih jawaban."

"Kamu pengen banget magang di instansi pemerintah? Kenapa gak di kantor Papa kamu aja kalau gitu?"

"Gak mau. Aku pernah cerita gak sih kenapa aku gak mau orang lain tau kalo aku anak ketua DPRD?"

Malik menggeleng pelan, ia tahu Raya tidak mau orang lain tahu identitas keluarganya. Cowok itu menghargai Raya dengan tidak menanyakan alasannya. Sebenarnya Malik sedikit terkejut saat tahu Ayahnya Raya seorang politikus, ia menjadi sedikit canggung jika membahas politik dengan Raya, walaupun Malik tahu jika Raya orangnya open minded yang selalu menerima opini orang lain. Terkadang Malik juga merasa serba salah, di satu sisi ia harus membawa masa aksi menyuarakan aspirasi masyarakat, di sisi lain ia benar-benar tidak enak dengan Raya dan Pak Suherman, walaupun Suherman pernah berkata pada malik, jika urusan politik dan keadilan, Malik boleh menyampingkan statusnya sebagai kekasih anaknya.

"Oh ya? Kok kamu gak tanya kenapa pas tau ayah aku Pak Suherman?"

"Karna itu privacy kamu, kamu kan gak mau orang lain tau. Jadi ya takut kamu gak nyaman aja kalo aku tanya."

Raya terkekeh, ia meraih tangan kiri Malik yang menganggur di atas meja, memainkan jari-jari cowok itu sudah menjadi hobinya. "Aku gak mau orang lain tau ya karena gak mau diperlakukan beda aja. Soalnya waktu SMP aku hampir gak punya temen karna mereka takut sama aku. Terus guru aku juga agak berlebihan, tanya-tanya tentang Papa, minta aku bilang ke Papa sekolah perlu ini itu. Ya gak enak lah pokoknya, padahal waktu itu jabatan Papa cuma honorer doang. Makanya sekarang males aja, apalagi mahasiswa peka banget sama politik jadi aku takut disalah-salahin." Jelas Raya membuat Malik mengangguk paham.

Married With KahimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang