16. Tamu

41 3 1
                                    

Selesai rapat, Raya memilih untuk pulang ke apartement karena urusannya di kampus sudah selesai, terlebih sang kekasih menghubunginya bahwa mereka tidak bisa bertemu kali ini karena ada hal mendesak yang harus pria itu kerjakan. Tak lupa ia mampir ke mini market untuk membeli roti, selai, sereal, dan beberapa bahan lain yang cocok untuk sarapan. Ia memang tidak terbiasa makan pagi, namun orang yang tinggal bersamanya kini terbiasa makan teratur, jadi Raya berinisiatif untuk membeli roti sebagai menu alternatif sarapan pagi. Semenjak tinggal bersama Regan dirinya sadar ia tidak bisa mementingkan dirinya saja. Walaupun ia belum bisa menjalankan kewajiban seorang istri pada umumnya, setidaknya ia bisa melakukan hal-hal kecil yang ia bisa.

Tidak ada yang Raya lakukan selain berbaring dan menonton televisi di ruang tengah. Regan belum pulang, entah kemana ia tidak peduli juga. Matanya tidak sengaja menangkap benda persegi yang terletak di lemari susun samping televisi, ia beranjak mendekat untuk memastikan benda itu. Sebuah Turntable klasik terpajang di sana . Raya baru menyadari benda ini di kediamannya, ia baru tahu jika Regan menyukai musik klasik, jarang sekali orang jaman sekarang yang mengoleksi vinyl. Raya pun tidak terlalu paham dengan gamofon ini, namun ia tahu musik yang dihasilkan lebih mewah dan autentik. Iajika ada turntable maka pasti ada album vinylnya juga. Ia mencari album tersebut di setiap kabinet yang tersusun di bawah televisi. Namun yang ia temukan hanya satu set playstation saja. Niat mencari di tempat lain urung, kala suara bel berbunyi. Ia bergegas menuju pintu, mengintip di lubang intip terlebih dahulu sebelum membukanya. Pasalnya, jika itu Regan, ia pasti langsung masuk.

Raya membuka pintu dengan sumringah setelah mengetahui siapa yang datang. Ibu mertuanya, Aghni dan seorang pria yang ia yakini itu Mas Juna. Yang Raya bingungkan adalah, mengapa Ibu mertuanya membawa tas berukuran sedang dan Mas Juna yang juga membawa Tas berwarna pink yang ia yakini itu milik Aghni. Belum sempat mempersilahkan mertuanya masuk, Raya sudah mendapatkan serangan pelukan dari anak lima tahun itu.

"Tantee Rayaaaaaa" 

"Haloo sayang, lama banget ga ketemu. Ayo masuk dulu." ucapnya gemas sembari menggandeng tangan mungil itu. "Ayo Bund, Mas, masuk. Tapi maaf ya kalo berantakan. Raya baru banget pulang."

"Gapapa, Sayang. Regan mana?"

"Masih di kampus, ada janji sama dosennya." Raya mempersilahkan duduk keluarga Regan di sofa. Namun tangan mungil itu seolah tak mau lepas darinya. Alih-alih duduk mengikuti Nenek dan Ayahnya, Aghni tetap berdiri di sebelah Raya.

"Hadeuh, anak  itu, terlalu sibuk di kampus. Kamu jadi sendirian dong, Ray?"

"Enggak kok, Bund, tadi kita habis rapat juga, nunggu Regan takut lama jadi aku pulang duluan."

"Oh iya, Ray, Ini Mas Juna, Kakaknya Regan." Raya langsung menyalami kakak iparnya.

"Ray, Selamat atas pernikahannya ya, maaf banget kemaren gak bisa dateng. Aghni sakit."

"Gapapa, Mas. Makasih, ya. Mas Juna sama Bunda mau minum apa?"

"Gak usah, Ray. Kayak sama siapa aja. Oh iya, ini Bunda bawa Sate Ayam buat makan malem." Raya menyambut kantongan plastik yang diberukan sang Bunda. Walaupun begitu, Raya tentu saja tahu bagaimana adab nerima tamu, untungnya ia sempat membeli jus instan di minimarket, Raya bernuat untuk menyuguhkan itu saja.

"Aduh Bund, harusnya Bunda bilang dulu mau ke sini biar Raya masak, ini malah Bunda yang bawa makanan." sahutnya sungkan.

"Sekalian lewat tadi, Ray. Biar kamu gak capek masak."

"Makasih ya, Raya bawa dulu. Aghni, tante mau ke dapur dulu bentar ya?"

Gadis kecil itu cemberut, tidak mau melepaskan tangannya. "Mau ikut tante Raya." mau tak mau Raya mengajak gadis kecil itu ke dapurnya.

Married With KahimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang