Hati Pangeran sedang poranda, ya?
Sebab serpihan puing engkau—bertandang ke depan gubuk hamba, mengotori halaman yang telah payah hamba sapu bersih.
Mengapa engkau, wahai, Pangeran, repot datang hari ini—setelah kemarin mengutuk hamba yang katamu sekadar sahaya.
Simpuhmu tidak sekokoh kemarin, tapi hamba tak mau menggadaikan rusuk untuk engkau.
Bukankah biru darahmu dengan merah darahku sahaja menjadikan lebam ungu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan-Pesan Karam
PoetryAda pesan untukmu; Sekantung terima kasih yang terbungkus dengan kain maaf paling tipis ‐---‐ Jurnal harian ini ditulis untuk mengeluarkan setidaknya sedikit dari banyaknya yang memenuhi isi kepala; yang tak pernah sempat mulut lontarkan. maka biar...