Elixir Class, Survive : Sadis

162 27 0
                                    

Lianz, Arka, Shaza dan Erik menyenderkan punggungnya ditembok kelas 12 IPS-2, berusaha mengatur nafasnya yang masih tersenggal-senggal.

beruntung hewan aneh itu tiba-tiba menghilang saat mereka berempat sedang berlari tadi.

"Haus .." gumam Shaza.

"Padahal tadi gue punya air, tapi tas gue ketinggalan di perpus." kata Arka.

"Gue beneran gak kuat buat ngapa-ngapain lagi." ucap Erik pelan.

"Sebentar," Lianz menyengirtkan dahi nya, menyadari sesuatu,

"Mora sama Raka mana? jangan-jangan dia ketinggalan?" tanya Lianz.

"Mereka berdua tadi belok ke arah kelas 10 IPA-1, gue denger pembicaraan mereka." jawab Arka sembari menyeka keringatnya.

"Kenapa gak lo cegah? justru semakin bahaya berdua kayak gitu." Erik bersuara.

"Tadinya mau gue cegah, tapi gue urungin niat gue .. lo bertiga mau tau gak?" kini Arka menegakkan punggungnya, menatap serius ketiga temannya.

"Mereka sengaja belok kesana dan gak ngajak kita, biar mereka selamat." tambahnya lagi.

"Kok gitu?" sahut Shaza.

"Hewan aneh itu cuman mau ngejar rombongan yang banyak, kita kan ada empat orang, sedangkan mereka cuman berdua, ya jadinya Hewan itu milih ngejar kita." jelas Arka.

"Tau dari mana lo?" tanya Erik dengan nada sedikit mengintrogasi.

"Ya .., y-ya logika gue aja sih."

Erik menaikkan satu alisnya, memasang ekspresi curiga.

"Lo curiga sama gue, Rik? sumpah dah, padahal gue gak ngapa-ngapain." bela Arka ketika merasa dirinya dicurigai.

"Haha, enggaak, gue cuman bercanda kali. Serius amat lo." ucap Erik, tertawa lucu melihat wajah Arka yang panik.

"Kita sisa berempat .." ucap Shaza pelan, ia mengeluarkan nafas panjangnya. Raut wajah nya benar-benar pasrah.

Lianz menggeleng, "Kelompok Altharel pasti selamat, mereka yang paling besar pelung untuk selamat."

"Di perpustakaan, cuman mereka yang bisa keluar lewat lab bahasa, beda sama kita yang harus ngerangkak di plafon yang sempit dan kedap udara." sahut Arka.

"Sekarang mereka dimana?" tanya Shaza.

Arka, Erik dan Lianz menggeleng tak tahu.

"Yang jelas, mereka udah nemuin tempat istirahat yang layak." kata Erik.

"Semoga ya .."

Lenggang beberapa saat.

"Rik?" panggil Lianz.

"Apa?" Erik menoleh.

"Kaki lo berdarah?" tanya Lianz.

"Iya, tadi gak sengaja nginjek sesuatu, kayaknya pecahan kaca?" jawab Erik.

"Sebentar ya," Lianz hendak berdiri, lalu ditahan oleh Arka, "Mau kemana?"

"Di depan kelas ini, gue liat ada kain, kayaknya masih bersih. Luka nya Erik harus ditutup biar gak terkontaminasi bakteri." jelas Lianz, Arka mengangguk.

Lianz keluar secara mengendap-ngendap, takut hewan aneh tadi muncul kembali.

"Itu dia kainnya," gumam Lianz.

Namun saat ia hendak mengambil kain itu, ekor matanya tak sengaja menangkap sesuatu yang sangat mengerikan.

Tubuh Lianz mematung, kaki nya kaku, ia sungguh tak percaya pemandangan yang ia lihat diujung koridor sana.

Walaupun gelap, namun cahaya remang-remang entah darimana berhasil memperlihatkan sesuatu yang sadis disana.

"Gavin .."

ya, tubuh gavin yang sudah terbujur kaku tak bernyawa sedang disayat oleh sosok berjubah, Lianz tak bisa melihat jelas sosok itu karena sosok berjubah itu membelakangi nya.

Tunggu, ada satu jasad lagi yang tergeletak di bawah lantai dengan isi perut yang berceceran kemana-mana.

Sontak Lianz menutup mulutnya tak percaya, "Teza .."

Selanjutnya sosok berjubah itu mencincang tubuh Gavin hingga menjadi beberapa bagian, lalu mengeluarkan organ-organnya. Organ-organ itu dibuang kesembarang arah.

Rasanya Lianz ingin muntah melihat nya.

Sosok berjubah itu mengambil usus besar milik Gavin, lalu usus itu dikalungi di lehernya.

Belum puas bermain-main di daerah perut, Sosok berjubah itu kini memotong leher Gavin secara brutal, hingga kepala dengan kedua mata nya yang masih terbuka menggelinding.

membuat Lianz tersentak mundur,

KRAK — Kaki Lianz tak sengaja menginjak sesuatu,

Sosok berjubah itu menghentikan kegiatannya, ia dapat merasakan bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan kegiatannya.

Jantung Lianz seketika berdegup kencang, sepertinya target selanjutnya adalah dirinya, ia akan bernasib seperti Gavin atau mungkin Teza.

Tiba-tiba sebuah tangan kekar membekap mulut Lianz, membawanya mundur dan bersembunyi dibalik tembok tepat ketika sosok berjubah itu membalikkan badannya.

"Ssstt, jangan berisik." itu suara Arka, tangannya masih membekap mulut Lianz.

"Lo liat semuanya, Li?" tanya Arka, Lianz mengangguk.

Arka dapat merasakan pipi Lianz basah, ya, dia sedang menangis dengan suara tertahan.

Arka dapat merasakan pipi Lianz basah, ya, dia sedang menangis dengan suara tertahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TO BE CONTINUED . .

[1]  Elixir Class : Survive  ❪ ✔️ ❫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang