H a pp y Re ad i ng
-
-
-
-
-Malam yang begitu dingin dengan hujan deras turun dari atas langit, angin yang berhembus menerpa menusuk kulit tubuh ringkih seorang bocah laki-laki yang sedang duduk di halte bus pinggir jalan raya yang sudah sepi tidak ada seorang pun disana, hanya ada beberapa kendaraan yang lewat dengan kecepatan tinggi.
Bocah itu meringkuk memeluk kakinya berharap bisa memberi kehangatan walau hanya sedikit untuknya.
Sudah sejak sore hujan turun, dan sejak saat itu ia terdiam menangisi nasibnya. Dibuang oleh kedua orang tuanya sendiri, dianggap sebagai beban keluarga. Ia tak tahu harus bagaimana, kembali pun tak bisa karena tak tahu jalan pulang menuju rumah. Sudah hampir seminggu ia dibuang tanpa di beri makan serta uang sepeserpun.
Orang tua mana yang tega seperti itu? meninggalkan bocah kecil yang begitu imut dan polos, harus merasakan keras dan dinginnya dunia ditengah malam.
Mungkin bocah itu beruntung karena ada beberapa orang prihatin melihat bocah kecil sepertinya lontang lantung di jalanan tanpa arah.
Ada yang memberikan roti dan air atau nasi bungkus. Meskipun hanya sehari sekali ia dapat makan, ia bersyukur ternyata masih ada orang baik padanya. Walaupun pernah sehari penuh ia tidak makan sama sekali.
Seperti malam ini yang terasa begitu dingin dengan perut kosong. Baju yang mulai mengering karena kehujanan membuat baju bocah itu basah kuyup saat berlari menuju halte untuk meneduh.
Bocah itu melihat kekanan jalan, terlihat sorot lampu yang begitu menyilaukan--tidak jauh dari arah sana melaju dengan kecepatan tinggi melewati halte tepat dimana air menggenang di pinggiran jalan, membuat air yang semulanya tenang menciprat kemana-mana dan membuat...
Air itu menyiprati bocah laki-laki yang sedari tadi diam kedinginan meneduh di bangku panjang halte bus.
Bocah itu kaget mendapati bajunya yang kembali basah karena cipratan dari mobil yang baru saja melaju dengan cepat. Ah, padahal tadi baju bocah itu sudah mengering.
Kedua bola mata bocah itu berkaca-kaca-- merasakan tubuhnya kembali menggigil hingga membuat giginya bergemelatuk bergantian, tangannya mengepal erat saling menyatu, dengan surai peraknya yang sudah lepek dan kusut, mata sayu yang sudah memerah menahan tangis.
"hiks..hiks.. Ibwuu, g-gioo mau pulangg hiks..di-dinginn..hiks" tangisan meluncur begitu saja dari bibir mungil miliknya.
Dia Gioniel Arion, biasa dipanggil dengan panggilan Gio. Anak bungsu dari keluarga biasa saja yang saat ini dia sudah dibuang dari rumah karena faktor ekonomi keluarga yang menurun drastis.
Ditambah anak sulung mereka yang mendekam dipenjara sudah hampir dua bulan lamanya. Untuk anak kedua mereka pergi meninggalkan rumah keluar kota, karena dia sudah tidak sanggup dengan sikap egois kedua orang tua nya yang selalu memaksa dan kekanakan.
Orang tua Gio yang sudah stres dan frustasi melihat semua tingkah laku kedua anaknya, mereka melampiaskan semua kesalahan dengan menuduh dan menyalahkan semuanya kepada Gio.
Mereka bilang Gio penyebab semuanya terjadi, penyebab semua menjadi seperti ini, karena dia anak pembawa sial untuk keluarganya, padahal kata semua orang anak itu pembawa rezeki bukan pembawa sial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Baby Gioniel (On Going)
FantasyBocah laki-laki yang baru menginjak umur 8 tahun harus merasakan kerasnya dunia dimana ia dibuang oleh kedua orang tuanya karena dianggap beban keluarga yang tidak bisa apa-apa dan tidak bisa menghasilkan uang sepeserpun. Namun siapa sangka? Bocah l...