BAB 3 - Janji Khaled

5.5K 468 3
                                    

"Tuan Muda Akio sudah ditemukan. Sekarang Zein sedang membawanya kembali ke Toronto."

Challen mengangguk singkat menerima laporan mengenai Akio, si bocah paling menyusahkan dibandingkan adiknya yang lain. Sebenarnya ia malas meladeni aksi kaburnya Akio. Tapi terpaksa ia cari begitu Khaled mengancam menutup seluruh akses bertemu dengan Nehan.

Memang senjata paling ampuh untuk mengancam hanya dengan menjual nama si bungsu.

"Sisanya?"

"Kami memberikan undangan palsu dan menggiring mereka menuju jebakan, Tuan Muda. Semuanya sudah beres." Lanjutnya.

Dalam beberapa jam, dua masalah terselesaikan secara cepat oleh Challen. Ia main bersih dan rapi. Hingga kematian sekelompok orang itu terendus oleh polisi sebagai kecelakaan saat diadakan pesta narkotika disalah satu hotel kota Bern, Swiss.

Challen Tolucan Reyes. Pemuda berumur 24 tahun itu membuka tutup botol alkohol dari Macallan. Ini siang bolong, tapi jarang ia bisa menikmati alkohol. Di kediaman Reyes, tak boleh sekalipun ada minuman keras dan bersoda. Selagi diluar, ia ingin meminumnya untuk meringankan beban pikirannya.

Masalah internal perusahaan terus bertambah karena kejadian komplotan musuh yang menyewa jasa mafia. Bukan takut, percaya atau tidak keluarganya sendiri merupakan salah satu pendiri komplotan mafia terkemuka di dunia bawah Asia. Sedangkan Akio, bocah itu berteman baik dengan ketua mafia paling berpengaruh di eropa.

Masalahnya adalah para pengkhianat itu terdeteksi tengah membangun aliansi. Dengan ini ia sibuk menggantikan Khaled yang seenaknya menyerahkan semua pekerjaan di luar negeri padanya. Alasan klise, tidak ada tempat paling aman untuk Nehan selain dari pengawasan langsung oleh Khaled.

Bilang saja tidak mau berjauhan dengan adiknya, dasar pak tua!

"Bagaimana dengan permintaan senjata rakitan terbaru dari Vince, Arlo?"

Challen menegak minumannya. Lalu menyugar rambut hitamnya yang mulai menutupi mata. Mungkin ia harus memotongnya sebelum pulang. Itu sangat menyusahkan.

"Seharusnya Tuan Muda Akio yang mengurus tentang masalah ini. Namun, karena menghilang satu minggu membuat pihak dari Tuan Vince marah dan membakar gudang senjata Reyes di Australia."

Dug

"Lupakan. Biar Vince yang menangani Akio."

Arlo menunduk. Kata 'menangani' disini berarti menyerahkan hidup dan mati Akio pada Vince, teman kecil bocah sinting.

Setahunya, orang bernama Vince ini sama gilanya dengan Akio. Padahal permintaan senjata itu terbilang mendesak dan dibutuhkan segera. Karena kegagalan transaksi, dipastikan Vince akan menghajar Akio sebagai bentuk pelampiasan.

"Tuan Muda, sebaiknya anda berhenti minum. Setengah jam lagi anda ada pertemuan." Peringat Arlo.

"Berisik. Aku tahu."

Challen meninggalkan ruangan. Karena setelah kaburnya Akio, tugas yang seharusnya diselesaikan oleh bocah itu akan dilimpahkan kepadanya. Ia akan sibuk selama Akio diberi hukuman.

****

"Daddy."

Nehan bergelanyut pada kaki Khaled. Bocah itu sudah menempel di kaki lelaki itu sejak terbangun dari tidur siangnya. Namun sepertinya Khaled tak menghiraukan rengekan Nehan.

"Daddy jahat, sama seperti kakak Gis. Huee.."

Khaled meletakkan tab ke meja. Mengangkat Nehan menuju pangkuannya. Wajah putranya itu sudah merah padam. Bahkan ingus sudah tercampur dengan air matanya. Ia mana tega membiarkan tangis palsu anaknya ini berlanjut lebih lama.

"Dengar. Jika terus menangis, makan malam nanti kamu akan makan brokoli."

Ajaibnya Nehan si tukang makan berhenti menangis mendengar nama sayuran yang paling dibencinya itu.

"Ja-jangan. Nehan tidak suka brokoli."

Menjelang makan malam, Nehan yang terbangun tidak melihat keberadaan Algis. Meena bilang kakaknya itu pergi keluar karena ada pekerjaan. Walau masih SMA, Algis telah dipercaya untuk membereskan beberapa masalah kecil.

Dan karena pemuda itu menghilang tanpa menepati janji membelikannya koala, maka Nehan mulai menangis hingga Khaled datang dan mulai memahami situasi setelah Akeil menceritakan kronologi drama pergi ke kebun binatang.

Memastikan Nehan berhenti menangis, Khaled menggendong Nehan menuju kamarnya sembari menunggu makan malam siap.

"Daddy, kenapa brokoli rasanya tidak enak? Harusnya rasanya seperti premen saja." Tanya Nehan.

Biasa. Bayi satu ini suka sekali bertanya hal random. Dan Khaled akan menjawab sekenanya walau itu hanya bualan.

"Karena jika seperti itu, kamu tidak akan berhenti menangis sepanjang hari."

Melewati lorong lantai dua, Khaled memasuki kamar dengan sentuhan warna monokrom. Tanpa kata meletakkan Nehan di atas kasur dan menghilang dibalik pintu kamar mandi.

"Daddy? Huee kamar Daddy seram. Nehan juga tidak suka."

Nehan menggerakkan kakinya berusaha menyentuh lantai. Kaki pendeknya tak sebanding dengan tinggi tempat tidur. Merasa tak berhasil, Nehan mencoba berpegangan pada selimut. Namun karena tak bisa menahan bobotnya, Nehan terjungkal.

Bruk

"Ck. Bisakah kamu duduk tenang."

Khaled mengangkat Nehan menuju ranjang kembali. Bibir bocah itu sudah maju dengan mata berkaca-kaca karena merasa sakit akibat terjatuh. Bukannya menenangkan, lelaki itu malah membiarkan putranya menangis dalam diam.

"Daddy, Nehan ingin lihat koala."

Khaled mengamati putra bungsunya yang duduk di tempat tidur tak jauh dari sofa yang ia duduki. "Kakakmu sedang membelinya, bersabarlah."

Selalu menyuruhnya bersabar. Ini adalah alibi yang sering Khaled gunakan agar keinginan Nehan untuk keluar dari wilayah mansion dapat terlupakan. Sesuai janjinya, ia akan memperlakukan Nehan berbeda dengan putranya yang lain.

Terhanyut dalam pemikirannya, Khaled melirik putranya yang sudah tertidur padahal sebentar lagi jam makan malam. Ia sadar Nehan masih mengantuk sebab hanya tidur siang sebentar. Kali ini ia akan membiarkannya.

Mata tajam itu menatap dalam wajah Nehan. Disaat sepi dan mengamati wajah putra bungsunya, ia akan teringat mendiang istrinya. Janji yang dulu ia tolak, sekarang mengikat perasaannya.

Sesuai tradisi keluarga. Semua putra Reyes akan diasingkan dan di didik secara keras sampai umur 12 tahun. Namun, hanya Nehan yang dikecualikan walau mendapat penolakan hingga berujung adegan berdarah di dalam keluarga.

Entahlah, sampai saat ini Khaled tidak mengerti dengan tindakannya yang bergerak secara impulsif. Ia tak bisa jauh dari putra bungsunya. Akan tetapi, Khaled tak tahu bagaimana cara menghadapi anak kecil cengeng dan manja. Secara hidupnya selalu dikelilingi kekerasan dan masalah.

Dasar tsundere! Kata Meena dalam hati setiap melihat sikap kaku Tuan Besarnya.

Pikiran Khaled buyar ketika angin berhembus dari jendela melewati tubuh ringkih di atas ranjang. Tubuh kecil itu menggigil terkena udara malam.

"Sudah mati pun kamu meninggalkan sesuatu yang menyusahkan."

Tuan Muda's Reyes (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang