BAB 19 - Kehancuran

2.3K 222 21
                                    

Dulu saat Khaled masih muda ia dikenal sebagai pemuda berdarah dingin. Tanpa bantuan dari nama besar ayahnya, ia membangun aliansi sendiri. Membuat tunduk banyak orang hingga tangannya berlumuran darah.

Saat dihadapakan dengan masalah para putranya, Khaled tak lebih dari seorang ayah. Tatapannya memang dingin, tapi tangan Khaled gemetaran. Mendengar bagaimana perlakuan Vince hingga membuat dua putranya menghilang hanyut terbawa arus sungai.

Kini Khaled dapat melihat kehancuran seorang Lazarus Akio Reyes yang menatap kosong lokasi terakhir kedua adiknya sebelum di buang menurut kesaksian Akeil. Pengawal pribadi si kembar itu kini tengah kritis setelah mencoba menghentikan Vince yang hendak pergi.

Sudah dua jam pencarian Algis dan Nehan dengan menyusuri sungai. Tapi tidak ada kemajuan apapun. Challen yang masih menjaga kewarasannya ikut mencari dengan helikopter.

Putra keduanya itu tiba-tiba berdiri. Senyum cerah saat menebas kepala banyak orang tadi kini lenyap tergantikan senyum pedih. Khaled tak tau isi pikiran Akio saat pemuda itu berbalik pergi. Menghilang di kegelapan dengan motor milik Algis.

"Tuan–" ucapan Zein terhenti.

"Biarkan." Ujar Khaled.

Lelaki itu hanya menatap kepergian Akio. "Dia butuh waktu sendiri."

Memalingkan wajah, Khaled kembali memandang motor dihadapannya yang rusak parah. Darah berceceran sepanjang beberapa meter dan berakhir dengan genangan darah milik Algis.

"Apa aku terlalu dingin padanya?" Kata Khaled tiba-tiba.

Zein yang mendapat pertanyaan seperti itu tiba-tiba merasa tak percaya. Lelaki penuh ego ini pasti berada dititik dimana ego sudah tak lagi berguna. Tapi kendati demikian, ia paham apa yang dimaksud oleh Khaled.

"Tuan Muda Algis sangat mengagumi anda."

Jawaban itu mampu meruntuhkan ego tinggi seorang Khaled. Dari kelima putranya, Algis yang paling tidak ia perhatikan pertumbuhannya. Menjadi tenang, penurut, dan cerdas membuat Khaled berpikir jika Algis akan baik-baik saja tanpanya. Sampai putra tengahnya beranjak remaja, Khaled bahkan tak yakin kapan mereka berbincang empat mata.

"Tuan Khaled, Tuan Muda Nehan telah ditemukan."

Khaled mengikuti langkah Arlo menaiki mobil. Menyusuri hilir sungai hingga dua kilometer, Khaled dapat melihat Challen yang sudah berada disana. Rasanya jantung Khaled berhenti beberapa detik mendapati rambut putih dan tubuh kecil berada dipelukan putra sulungnya.

Kian dekat, Khaled melihat banyak lebam dan goresan di tubuh putih putra bungsunya. Tangis lirih Challen mengisi malam itu. Si sulung tak berhenti mengecupi wajah adiknya dan berteriak untuk memanggil dokter.

Khaled bersimpuh hendak mengambil alih tubuh tak bernyawa itu. Challen menghindar, menatap tajam Khaled dengan mata merahnya. Tak membiarkan siapapun menyentuh tubuh sang adik.

"Dia masih hidup." Ujar Challen tak terima.

"Maafkan, Daddy."

Air mata Challen berhenti. Tergantikan dengan sorot marah. Entahlah, ia pun tak tau siapa yang harus disalahkan.

Akio yang menyulut amarah Vince?

Khaled yang mencari musuh?

Atau dirinya yang lemah hingga para adiknya mati satu persatu?

Dimana sebenarnya ini bermula. Challen sudah berusaha untuk mengawasi setiap pergerakan musuh agar para adiknya aman. Jarang tidur untuk menyelesaikan masalah di perusahaan dan dunia bawah. Lalu ia bahkan lupa kapan terakhir kalinya bermain dengan adik bungsunya.

Challen menatap wajah Nehan. Pucat, seolah tak dialiri darah. Pasti sangat dingin dan sepi menghadapi kematian sendirian.

Pemuda itu mengeratkan pelukan pada Nehan. Lalu menatap tangan kanannya tajam.

"Cari Vince. Bawa padaku hidup-hidup. Dia harus membayar apa yang telah diperbuatnya." Perintahnya.

Pandangannya berpindah pada sang Daddy yang menyorot kosong ke arah tubuh Nehan. Pukulan telak ini pasti membuat Khaled hilang arah dan tak berdaya. Biar ia yang mengambil alih.

****

Konferensi mafia terkemuka diadakan di Amerika Serikat dengan mengundang ketua perdamaian dunia. Permasalahan Vince yang menjadi ancaman beberapa mafia membuat tatanan perekonomian ikut berantakan.

Sesuai janji yang telah dibuat, selagi orang awam tidak mengusik mereka maka tidak boleh ada pembunuhan warga sipil. Vince memang tidak melukai masyarakat, tapi semua ulah yang dibuatnya akhir-akhir ini sungguh meresahkan pemerintah. Para orang berbahaya ini tengah diliputi amarah hanya karena satu orang.

"We have discussed this and formed a team to capture Vince which makes chaos in corners of the country in the world." Ujar perwakilan serikat perdamaian.

"You're too late. I'll do it myself."

Challen mengikuti sumber suara. Itu pemimpin mafia Asia. Sepertinya bukan hanya keluarganya yang terancam akan presensi seorang Vince.

"I'm sorry, Sir. Vince is not just your threat. But, it concerns the safety of civilians as well."

"You acted when Vince already killed their family? How funny this is." Ujarnya menunjuk beberapa wajah yang hadir dengan tawa mengejek.

Challen membenarkan dalam hati. Menertawakan perdebatan panas mereka sedangkan pelakunya masih berkeliaran diluar sana.

"Today we'll set Vince as a fugitive."

Rapat berlangsung alot dan berakhir lebih lama. Challen masih terduduk di kursi ketika yang lain bergegas pergi. Ia memijat pelipisnya pening.

Sudah lima hari sejak kejadian itu, Vince menghilang dalam sekejap begitu juga Akio yang tak kembali setelah acara pemakaman kedua adiknya. Algis ditemukan dua belas jam setelahnya dalam keadaan tak bernyawa.

Lain dengan Challen yang menjalin kerja sama dengan beberapa mafia di konferensi untuk memburu Vince, seorang lelaki dengan kemeja hitam tengah menyesap rokok di sebuah ruangan.

Khaled memandang kosong satu-satunya lukisan besar yang terpajang disana. Tirai merah yang semula menutupi kini tersingkirkan. Seorang wanita cantik dengan dress kuning tersenyum cerah di dalamnya.

"Aku tarik perkataanku." Ujar Khaled sendu. "Nehan tidak pernah merepotkanku."

Angin berhembus dari jendela yang baru di buka kembali setelah lima tahun. Semerbak harum bunga dari arah taman milih Hana mengisi ruangan.

"Kembalikan kedua putraku, Hana." Lirih Khaled.

Botol alkohol berserakan di lantai. Padahal dulu Khaled sendiri yang melarang adanya minuman itu ada di mansion. Tapi, tidak ada alasan lagi baginya untuk melakukan itu.

"Hah! Algis tidak menuruti ucapanku. Bukankah dia anak pembangkang." Agaknya Khaled sedang melantur karena mabuk.

Khaled menyesap rokoknya lagi. Semalam ia mimpi buruk. Hana menyalahkan dirinya yang tak bisa menjaga para putranya. Algis yang meminta tolong dengan berlumuran darah. Dan Nehan yang minta untuk dijemput. Putra bungsunya itu ketakutan di dalam air yang dingin sendirian.

Tangan Khaled gemetar. Rokok di sela jarinya terjatuh. Pria itu menghela napas saat kembali tak bisa mengendalikan diri.

"Daddy sudah menjemputmu, tapi bukan seperti ini."

Pintu ruangan terbuka. Deris memasuki ruangan itu dan duduk di sofa yang berhadapan dengan Khaled. Bahkan suara bising diluar karena ada renovasi tak membuat Khaled terganggu.

"Algis dan Nehan sudah berada di tempat paling aman, Khaled."

Kalimat itu menyadarkan Khaled jika dia hanya manusia biasa yang tak bisa memberikan rasa aman setinggi apapun dia berkuasa.

Tuan Muda's Reyes (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang