BAB 7 - Nostalgia

3.4K 327 9
                                    

Jika ditanya siapa yang paling dekat dengan Nehan, maka jawabannya adalah Akio.

Bungsu Reyes itu selalu menempel pada kakak keduanya yang mudah diajak bercanda dan bermain keluar. Hanya Akio, yang bisa membawa Nehan keluar dari kediaman Reyes dengan atau tanpa izin dari kepala keluarga.

Dari kecil, Akio yang tak suka diatur selalu mencari kesempatan untuk kabur. Dengan akal cerdiknya, ada saja cara bagi pemuda itu memberontak. Tapi memang dasarnya bebal, Akio tak pernah jera dengan hukuman yang kakek atau ayahnya berikan.

Namun, Akio tak menyangkal jika hukuman yang selama ia jalani membuatnya lebih kuat. Ia yang tidak mau tunduk pada seseorang, cerdik, dan kuat merupakan perpaduan sempurna sebagai salah satu sosok yang ditakuti.

Sejauh ini, hukuman yang paling berat adalah dilempar pada area konflik antar mafia. Ia hampir meregang nyawa karena dikira mata-mata oleh kedua belah pihak. Wajahnya terpampang dimana-mana. Pelaku penyebaran tidak lain adalah kakeknya. Dengan bekal pisau lipat dan racun yang ia sembunyikan setelah acara penyitaan oleh kakeknya, Akio berhasil keluar dari sana dengan membantai semua yang menghalangi.

Untuk sekarang, Akio akui hukuman ini cukup menguras energi. Nafasnya tinggal satu dua ketika berhasil mencapai daratan antah berantah. Bayangkan, dia berenang hampir tiga jam tanpa arah sebelum menyadari ia membawa alat yang berguna. Jadi jika ditotal ia berada di tengah lautan selama sepuluh jam.

"Yakkhh! Hah.. tua bangka itu sudah mulai pikun, Ha!" Ejek Akio. Kakeknya itu tak berpikir, secerdik apa cucunya satu ini.

Pemuda itu mengotak-atik antingnya. Bukan aksesori biasa, anting itu telah dimodifikasi sedemikian rupa. Terdapat teknologi mikro yang di desain untuk melacak. Dengan karya Akio satu ini, dia berhasil menemukan pulau itu.

"Zein sialan! Aku akan benar-benar membuatmu berpikir mati lebih baik daripada hidup di neraka."

Tidak. Lebih baik ia cepat menemukan cara untuk kembali. Mungkin Zein berbohong tentang kesehatan adiknya. Tapi, entah kenapa ia gelisah. Ada titik dimana ia merasa adiknya benar-benar membutuhkannya.

"Ck, apa kau berubah jadi bodoh setelah kupakai sekali. Benar-benar tidak berguna." Ujarnya kesal.

Ia membuang asal anting itu. Merebahkan diri sebentar mungkin bukanlah pilihan buruk. Tubuhnya lelah, jadi ia tak bisa berpikir jernih.

Pemuda bersurai hitam itu menatap lurus. Bintang bertebaran seperti pasir. Pemandangan ini sudah tak lagi asing. Dimana setiap waktu yang ia lalui ketika sendirian menjelajah dunia, malam merupakan temannya. Akio tak pernah bisa tidur tanpa ada adik bungsunya.

Memikirkan itu, Akio segera bangkit. Ini bukan dirinya. Waktu terus berjalan dan dia harus keluar dari pulau segera mungkin.

Matanya meliar melihat situasi. Dirinya baru sadar jika hutan ini terlalu rapi untuk ukuran tidak berpenghuni. Tidak ada jejak hewan liar dan suasananya terlalu tenang. Bahkan ia merasa sedang diawasi.

Akio berdiri. Menghadap hutan, menembus kegelapan. Senyum miring terpatri. "Well, sepertinya aku akan pulang malam ini."

****

Nehan tidak tau sudah selama apa dia tertidur. Namun, ketika ia bangun malah menemukan kakaknya dengan raut wajah menyeramkan. Lalu hidungnya yang tengah sensitif mencium aroma yang tak mengenakkan.

Hidungnya tersumbat dan tubuhnya terasa panas dingin. Ini sungguh tidak enak. Ditambah kepalanya sakit dengan pandangan berputar.

"Bangun. Kau harus makan dan segera minum obatmu."

Nehan mengernyit saat tubuhnya melayang dan berakhir di pangkuan Algis. Alisnya menukik saat melihat kakaknya menyuapkan bubur dengan potongan kecil berwarna hijau. Itu brokoli!

Tuan Muda's Reyes (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang