DARI SUDUT PANDANG JINGGA.***
Kahyangan, 1xxx Saka.Kawan, aku adalah bunga teratai peliharaan Batara Barat Aji yang tinggal di Kahyangan Sindhung. Tidak seperti teman-temanku di dalam kolam, kelopakku berwarna jingga. Makanya, Batara Barat Aji, Sang Dewa Angin, memanggilku Jingga. Jingga Elakshi, lengkapnya.
Mulanya, aku hanyalah satu di antara ribuan benih teratai yang dijual oleh burung weliwis putih di pasar gelap. Lalu, Batara Barat Aji datang untuk membeliku karena dia ndak tahan melihat kolam teratainya yang rumpang, ehehe .. ehe. Ehehe, eheu.
Aku dibawa pulang untuk mengisi kerumpangan itu sehingga kebutuhan estetikanya terpenuhi dan dia bisa tersenyum lagi.
Dia dan murid-muridnya bergantian merawatku setiap hari, mulai dari merendamku di dalam sumur, sampai memasukkan pot tembikarku ke dalam kolam teratai ketika benihku sudah berkecambah dan akarku mampu berdiri dengan kokoh.
Tanpa mereka, aku ndak akan tumbuh menjadi bunga teratai yang centil. Tanpa mereka, aku mungkin tak akan bersemedi di dalam kolam teratai selama seratus tahun demi menjadi bidadari berselendang dan mendapatkan bentuk manusiaku.
Dalam kurun waktu seratus tahun itulah aku dihampiri oleh masalah yang membuatku kepingin menampar bibir seseorang sampai giginya rontok!
Kalau kamu berpikir bahwa Kahyangan Sindhung adalah kahyangan yang damai, maka kamu salah besar. Murid-murid Batara Barat Aji itu seperti preman pasar. Musuh mereka ada di mana-mana karena cara bicara mereka yang ceplas-ceplos. Sehari sekali, mereka berkelahi dengan seseorang di taman Kahyangan Sindhung.
SIALNYA, kolam teratai milik Batara Barat Aji berada di sana. Dhuh, gimana yho?! Secara ndak langsung, akulah yang jadi saksi bisu atas perkelahian-perkelahian itu.
Aku selalu menenggelamkan kelopakku di dalam air kolam kalau ada yang bertengkar. Akan tetapi, aku membuat pengecualian untuk perkelahian murid Batara Barat Aji, Si Barat Gala, dengan Setengah Dewa *sableng yang bernama Suma.
*Sableng: Gila.
Mereka bertengkar setiap Minggu pagi, tepat saat burung garuda terbang melintasi langit.
Suatu hari, keris Barat Gala tak sengaja menghunus jantung Suma dan membuat jiwanya terbelah. Aku heran karena Suma masih punya tenaga untuk marah-marah dan melanjutkan pertengkaran mereka. Dia bahkan ndak pingsan. Kok bisa?
Eh, ndak ada angin, ndak ada hujan, Barat Gala justru membuang belahan jiwa Suma ke dalam ragaku. Belahan jiwanya lalu menyatu dengan jiwaku dan ndak bisa dilepaskan. Itulah satu-satunya mimpi buruk yang pernah kudapatkan sebagai penghuni Kahyangan Sindhung.
"Minggir, Barat Gala. Aku harus memetik teratai itu," ucap Suma minggu lalu. Dia berhasil membuatku ndak tidur tiga hari tiga malam. Entah cara apa yang akan dia gunakan untuk memetikku kali ini. Aku cuma takut kalau ancamannya jadi kenyataan. Gini-gini aku masih bayi teratai. Aku belum bisa melawannya, ilmuku masih enol besar!
Dan, seolah nasibku ndak bisa lebih buruk dari ini, jadwal pertengkaran mingguan mereka justru dimajukan menjadi SEKARANG. Padahal, aku baru saja mendapatkan kesadaran spiritualku dan sedang mempersiapkan wujud manusiaku yang menik-menik di dalam angan-angan.
Aduh, aku ndak sabar. Deg-deg an aku. Waaa. Tapi, tapi, tapi, sebenernya aku agak kepikiran. Kira-kira jam berapa ya, Si Suma datang? Dia boleh datang kapan saja, tapi, tolong, lah, yha .. JANGAN DETIK INI. Ini detik-detik penting; detik-detik yang sakral. Aku seperti kepompong yang ketar-ketir di saat-saat terakhir sebelum menjadi kupu-kupu yang cuantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMA JINGGA
FantasyMARI BERKELANA MENUJU DUNIA DONGENG. Di dalam buku usang ini, kamu akan bertemu dengan Dewa, bidadari, manusia, dan lainnya. Temukan AKU dan KAMU di sini, Suma. *** Sebuah roman komedi yang bikin sakit hati, "SUMA JINGGA." *** Semua orang yang ting...