***
Dua puluh tahun telah berlalu sejak Batara Barat Aji kembali ke Kahyangan Sindhung dari kegiatannya di alam fana. Desas-desyus tentang dua kejadian di langit pun sudah didengarnya sejak zaman tai kotok, aduhay! Yaitu, SATU; bunga teratai peliharaannya telah berubah wujud menjadi bidadari berselendang, dan DUA; bidadari itu menjambak dan mempermalukan Setengah Dewa Suma di taman Kahyangan Sindhung tanpa mengetahui asal-usulnya.
Yailah, Setengah Dewa Suma bukanlah manusia biasa yang tapanya baru saja diterima oleh Dewa tingkat atas. Dia juga bukan sembarang makhluk. Dia itu, d-dia itu merupakan calon pewaris Kahyangan Hapsari, *Le! Satu-satunya anak cowok Sang Dewa Petir, Batara Indradi. Ketika mendapatkan informasi ini dari Barat Gala, tanganku langsung mendingin dibanjiri keringat mistis. Aku yakin bahwasannya wajahku turut pias. Piasnya sampai bertahun-tahun.
Aku tak tahu mengapa Batara Barat Aji lantas mengurungku di palung terdalam Kahyangan Sindhung semenjak kepulangannya. Apakah dia takut tindakanku akan mencelakakanku di kemudian hari? Terutama, karena aku cari masalah dengan makhluk yang bukan tandinganku. Namun, rasanya ndak masuk akal lah yho?! Coba dilogika saja. Kalau memang benar demikian, lantas, mengapa Si Barat Gala lolos-lolos saja?
Kesimpulan paling masuk akal adalah; Batara Barat Aji takut Suma akan terus-menerus mengusik kahyangannya sembari menagih pertanggungjawaban Barat Gala, lalu, pada akhirnya dia akan memakanku.
Jika benar demikian, maka Batara Barat Aji sudah kepalang overthinking. Buktinya, selama dua puluh tahun terakhir, Si Suma tak pernah mengusik Kahyangan Sindhung, tuh?
Healaah, aku ndak suka situasi ini. Seperti ndak ada jalan lain saja.
Padahal aku sudah coba kasih saran lho ke dia? Contohnya, berguru pada Dewa Air supaya setidaknya aku punya pegangan gitu lho?
Elemen air sangat pas untukku karena wujud asliku adalah bunga teratai. Harapanku, ilmuku bisa meningkat pesat sehingga aku bisa melindungi diriku sendiri. Sayang beribu-ribu sayang, saranku langsung ditolak. Katanya, aku masih terlalu muda.
Kalau begini caranya, mana bisa aku menjadi bidadari yang mandiri? Cari ilmu sendiri itu ndak mudah. Susahnya setengah mati. Berguru saja tak menjamin panjang-pendeknya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi. Apalagi sendirian?
Sebenarnya, aku sudah senang saat tahu bahwa Batara Barat Aji akan menitipkanku di Kahyangan Hapsari untuk berkumpul dengan para bidadari. Yha, yha, yha, Si Suma memang tinggal di sana. Akan tetapi, aku bisa berlatih dengan bidadari lainnya. Pun seisi Kahyangan pasti dijaga ketat oleh Batara Indradi. Lha, beliau ini pemimpinnya para Dewa dan bidadari, kok? Mana mungkin dia sekonyong-konyong menjadi tidak bijaksana hanya karena rambut anaknya yang 'ngganteng kujambak sampai rontok?
HALAHHH, rupa-rupanya kebahagiaanku ndak bisa bertahan lama, sebab populasi bidadari di Kahyangan Hapsari meningkat. Banyak tumbuhan ghaib yang bersemedi dan berhasil menjadi bidadari, sehingga tidak ada bagian Kahyangan Hapsari yang tersisa untukku. Antreanku masih jauh di belakang. TIDAAAAAK, satu-satunya harapanku musnah, Gusti.
Mau ndak mau aku harus terima nasib, yakni berakhir di halaman belakang Kahyangan Sindhung untuk menyaksikan para murid Batara Barat Aji berlatih di hadapan Sembilan Pilar Kadang Barat. (Rutinitas yang amat menjemukan, huam!) Mereka adalah sembilan murid utama yang sudah lulus dan menjadi kesatria di tiga alam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMA JINGGA
FantasyMARI BERKELANA MENUJU DUNIA DONGENG. Di dalam buku usang ini, kamu akan bertemu dengan Dewa, bidadari, manusia, dan lainnya. Temukan AKU dan KAMU di sini, Suma. *** Sebuah roman komedi yang bikin sakit hati, "SUMA JINGGA." *** Semua orang yang ting...