Bab 10-nya baca di KaryaKarsa yak 😂. Yg di sini kita skip langsung bab 11 🙈🤣. Bab 10nya bayangin sendiri aja gpp, aku ikhlas 🙈🙈🙈
________
Paginya.
Emily membuka mata, lalu diam tak bergerak, menatap langit-langit kamar tepat di atasnya. Dalam kebekuan itu ia berusaha mencerna peristiwa. Tanpa membuat gerakan yang berarti, Emily memutar pandangannya ke sekeliling ruangan. Kamar itu asing, tapi Emily ingat ia memang berada di tempat asing sejak kemarin. Kamar itu juga agak familiar, tapi familiar sebagai tempat yang Emily tandai sebagai kamar terlarang semalam, kamar yang sebaiknya tidak ia masuki. Pagi itu masih hening selama beberapa saat.
"Oh, shit," maki Emily setelah sadar.
Wanita itu bangkit dan kembali menatap sekeliling ruangan. Ini bukan kamar yang harusnya ia tiduri. Ia tahu ini—kamar yang sepertinya—adalah kamar Antoni. Emily menatap ngeri ke arah pakaiannya yang berserakan lalu menoleh pada seprai dan selimut di ranjang yang sudah tidak beraturan.
"Emily, kau benar-benar tidak tahu diri!" kata Emily pada dirinya sendiri. "Antoni meminjamkan apartemennya padamu dengan gratis, dan kau membawa laki-laki lain pulang lalu bercinta di kamarnya."
"Sialan." Emily memukul kepalanya sendiri lalu mulai merapikan ranjang itu. Ketika sibuk memasang seprai seperti semula, ia semakin yakin bahwa kamar ini kamar Antoni. Aroma seprai, bantal, dan semua yang ada di ranjang ini, bahkan Emily sendiri kini beraroma seperti Antoni gara-gara tidur di sini.
Emily berhenti ketika menyadari noda mani di atas selimut. Ia mendesah kesal dan menarik lepas selimut itu lagi. Ia harus mencucinya dulu sebelum mengembalikannya ke posisi semula jika tidak ingin Antoni menyadari sesuatu terjadi di kamar ini. Setelah menarik selimut, Emily menghela napas lebih panjang lagi mendapati ia harus mencuci seprainya juga.
Emily mulai bertanya-tanya, berapa kali ia melakukannya semalam. Ia tidak ingat banyak hal, yang jelas ia tahu pria itu berbadan bagus dan wajahnya tampan mirip Antoni. Wajah Emily bersemu teringat akan sesuatu. Ia ingat memaksa pria itu berbaring lalu menelusuri perut dan dadanya dengan kecupan. Dan ia ingat rasanya bersatu dengan tubuh itu adalah menakjubkan.
"Baiklah, mungkin kekacauan ini sepadan," gumam Emily memeluk gulungan kain seprai dan selimut lalu menghampiri pakaiannya yang berserak. Sesaat kemudian Emily melirik meja, berharap ada nomor telepon yang ditinggalkan di sana. Emily harus menelan kecewa dan memaki dalam diam. Laki-laki itu tidak meninggalkan nomornya, apa Emily melakukan sesuatu yang salah padanya?—Emily penasaran.
"Astaga, apa kau harus bertanya? Kau bahkan tidak tahu namanya, Emily," oceh Emily memarahi dirinya sendiri. Ia hanya ingat memanggil pria itu sebagai Antoni. Astaga, ia bercinta dengan seseorang sambil memanggil nama orang lain, siapa yang bisa terima akan hal itu? Bahkan Emily akan tersinggung jika seorang laki-laki menjadikannya semacam "pelampiasan" seperti itu.
Emily menghela napas amat panjang, merasa sayang sekali dia tidak bisa berkenalan atau minta maaf pada pria itu. Emily tidak ingat banyak, tapi pria itu sepertinya tidak terlalu buruk.
"Baiklah, Tuan Baik, aku sungguh minta maaf," kata Emily bicara seolah pria itu bisa mendengarnya. "Semoga harimu menyenangkan."
Emily memakai celana dalam dan kausnya lalu berjalan keluar dari kamar.
"Aku harap aku mengenalinya saat kami bertemu lagi," gerutu Emily.
_______
Antoni diam melamun di bawah pancuran air, sedang membayangkan dan memikirkan apa yang terjadi semalam, atau tepatnya beberapa jam yang lalu. Wanita itu gila ketika mabuk, tapi Antoni tahu ia lebih gila karena melakukan semuanya dengan kesadaran penuh.
"Damn it, Antoni," desis Antoni mengusap muka lalu naik menyapu rambutnya. Berapa kali ia dan Emily melakukannya semalam?
"Tujuh?" tebak Antoni tidak yakin. Antoni berdecak lalu menggeleng. "No way, mungkin tidak sebanyak itu," sangkalnya. Ia diam beberapa saat, memutar kejadian semalam di otaknya dengan runtut, masih berusaha menghitung. Telapak tangan Antoni menengadah di depan dada lalu satu per satu jarinya bergerak menutup tiap kali Antoni ingat satu pelepasan.
Hampir semua jari di tangan kanan Antoni turun saat ia sadar dengan apa yang sebenarnya dilakukannya. "Kenapa juga aku menghitungnya?" Antoni mengusap mata lalu naik ke dahi.
"Kau bisa mendapatkan wanita mana pun yang kau mau, tapi kau pilih meniduri wanita mabuk," keluh Antoni seolah mengingatkan dirinya sendiri betapa memalukan apa yang ia lakukan semalam. Ia tahu dan sudah mengakui bahwa wanita bernama Emily itu menarik secara fisik maupun kepribadian, tapi yang terjadi semalam jelas tidak pantas. Dan garis bawahi bagian mereka melakukannya tidak hanya satu atau dua kali.
Antoni memukul dindingnya satu kali lalu berjalan keluar, memutuskan untuk menyudahi mandi paginya. Pancurannya mati secara otomatis saat Antoni meraih handuk untuk dililitkan ke pinggang.
Antoni lalui paginya dengan berusaha—sangat keras—untuk tidak memikirkan akan seperti apa tanggapan Emily saat melihatnya nanti. Dalam keadaan mabuk wanita itu mengungkapkan bahwa telah mengaguminya, memuji ketampanannya maupun kebaikannya. Akan tetapi, citra baik itu mungkin telah tercoreng karena sikapnya tadi malam.
"Berhenti memikirkan hal itu, Bajingan!" desis Antoni melotot pada bayangannya di cermin. Ia lalu menarik dasinya sendiri dengan agak kasar hingga cukup mencekik. “Kenapa kau harus peduli pada tanggapan Emily? Memangnya kenapa kalau Emily berpikir ini dan itu tentang dirimu? Tidak ada masalah dengan hal itu, bukan? Ada apa dengan dirimu, huh? Memangnya kenapa kalau ada satu atau dua wanita yang berpikir kau berengsek? Setiap pria punya wanita yang memakinya begitu.”
Antoni menurunkan tangan, telah selesai memasang dasi di lehernya. Ia menarik napas panjang dan menatap lurus ke arah bayangan di cermin. Hening selama beberapa saat, kemudian Antoni berdecak seraya menarik kembali dasinya untuk dilepaskan. Dasi itu tidak cocok dengan setelannya. Antoni melemparkan dasinya ke ranjang lalu berjalan keluar, memutuskan untuk tidak memakai dasi sekalian.
Antoni baru saja sampai di depan kamar dan menutup pintu ketika seseorang menyapanya.
"Yo!" sapa Trent dari meja makan.
Antoni tersentak kaget walau Trent tidak bersuara terlalu keras.
"Apa yang kau lakukan di sini sepagi ini?" tanya Antoni jadi kesal.
"Aku hanya mampir sebelum bekerja," jawab Trent santai.
Antoni berdecak seraya berjalan ke meja yang sama.
"Aku membuatkanmu kopi." Trent menunjuk secangkir kopi tak jauh darinya lalu menyeruput kopinya sendiri.
Antoni menarik kursi dan duduk tepat di samping kopi yang Trent maksud. Antoni menarik cangkirnya sembari melirik ke arah asistennya dengan curiga. Trent membuatkan kopi untuknya bukanlah sesuatu yang aneh bagi Antoni. Tapi, wajah tanpa ekspresi itu beda ceritanya, wajah itu mencurigakan.
Antoni menyesap kopinya selagi menatap Trent dengan tajam. Trent adalah orang yang ekspresif, penuh senyum jika dia sedang senang atau ketika pekerjaan memaksanya bersikap ramah atau formal, sedangkan tampak lesu, lelah, atau sedih jika memang merasa begitu. Namun, wajah tanpa ekspresi … itu bisa berarti Trent punya sesuatu yang berusaha dia tahan. Trent mengosongkan ekspresinya agar tidak ketahuan, tapi Antoni terlalu mengenalnya, kamuflase Trent tidak akan berhasil padanya.
Antoni menurunkan cangkir kopinya. Belum sempat ia bertanya, Trent sudah lebih dulu mengutarakannya. Pria itu menyodorkan tabletnya pada Antoni.
"Kalau-kalau kau ingin membaca berita selagi menyeruput kopimu," kata Trent.
Antoni menerima tablet itu dan menatap layarnya. Untungnya ia terlatih untuk menahan ekspresi apa pun di wajahnya. Wajahnya pasti tampak tenang walau ia sebenarnya terkejut luar biasa melihat artikel apa yang ditunjukkan Trent padanya.
Artikel itu memuat fotonya yang baru keluar dari bar semalam, sedang menahan dan membantu Emily berjalan. Emily tampak seperti sedang memeluk Antoni, dan untungnya wajah Emily tidak tampak karena membelakangi kamera. Judul yang tertulis di sana adalah "Apakah Kita Baru Saja Melihat Orang Ketiga yang Anne Winston Maksud Sebelumnya?".
______
Berzambeng …
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair or Fair?
RomanceMenemukan pasangan mereka berselingkuh membuat Antoni dan Emily menjadi satu kubu sebagai korban pengkhianatan. Tapi, takdir sepertinya punya rencana lain karena mereka terus terlibat dalam kebetulan aneh dan tidak masuk akal. Apa yang kamu sebut p...