18

4.3K 629 45
                                    

Sebelumnya…

Emily menelan ludah dan melangkah lebih dekat. Ia menarik napas lalu mendongak pada Antoni.

"Here's your kiss," kata Emily.

Seketika muncul seringai di bibir Antoni. "Gotcha," bisiknya.

Emily membelalak terkejut. Namun, sebelum ia bisa mencerna maksudnya, Antoni lebih dulu merengkuh dirinya dan menautkan bibir mereka.
________

Emily berdebar kencang sampai rasanya jantung itu akan meledak. Dan ngomong-ngomong, Antoni berbohong. Itu sama sekali bukan ciuman kecil. Laki-laki itu walau menyesap dengan lembut, tak bisa disebut sebagai ciuman kecil. Ciuman itu intim bermuat lumatan dan Emily mengenalinya. Mengenali bibir itu, lidah itu, bahkan sentuhan yang mengusap lengannya. Laki-laki yang bersamanya sebelum ini benar-benar Antoni, bukan pria lain yang Emily kira mirip saja.

Emily memejam dan mulai menanggapi. Emily ingat ciuman ini terasa memabukkan. Emily kira kemarin karena efek minuman dan kesadarannya yang setengah hilang, tapi dengan kesadaran penuh pun ternyata ciuman ini memang begitu manis dan menenggelamkan kewarasan. Emily mendekat lebih rapat pada Antoni, meremas kemeja pria itu, dan menuntut ciuman yang lebih dalam. Kepalanya terasa berputar karena sengat nikmat, tapi kemudian frustrasi. Emily tidak mengerti kenapa ciuman mereka tidak bisa terasa cukup walau semua sudah tersentuh. Emily menginginkan lebih, menginginkan lagi, hingga ia terus mendekat pada Antoni.

Emily terengah dan hampir saja memaki ketika Antoni justru menyudahi ciuman mereka. Wajah laki-laki itu berjarak beberapa inci saja darinya, tersenyum dengan nakal seolah sengaja menyiksanya dengan jeda. Emily menatap penuh harap, menunggu ciuman selanjutnya. Namun, tampaknya Antoni memang ingin menyiksa Emily dengan nafsunya sendiri. Lama yang dilakukan Antoni hanya menatap, tapi tidak ada tanda-tanda lengan Antoni akan melepaskan rangkulannya. Tidak melepaskannya, tak juga melanjutkannya, Emily tidak mengerti dengan situasi yang sebenarnya. Emily meremas pinggang kemeja Antoni lagi, tengah menimbang apakah tidak apa-apa jika dia duluan yang memintanya. Emily tahu itu lancang, tapi keinginan itu sungguh sulit ditahan.

Akan tetapi, sebelum Emily benar-benar memintanya, ia dibuat membeku hanya dengan belaian lembut di lengannya. Emily menahan napas seiring tangan itu merambat naik lebih dekat pada lehernya. Tampaknya ia tidak perlu meminta, Antoni mungkin akan memberikannya dengan sukarela. Emily menelan ludah, mengingatkan dirinya sendiri untuk bersabar sedikit lagi karena tangan Antoni kini sampai di rahangnya. Tangan Antoni meluncur ke dagu lalu menariknya. Antoni berhenti di sana, menatap bibir itu lalu menatap Emily tepat di mata.

Emily nanar, terbayang apa yang terjadi di malam sebelumnya. Merasa Antoni sengaja melakukan ini atau lebih tepatnya mengulangi semua ini, hanya untuk mengingatkan pada Emily tentang apa yang terjadi. Kemarin Antoni menarik dagunya dan menatap persis seperti ini padanya.

Bibir Emily perlahan terbuka, dan suara Antoni terdengar di ingatannya. "Want more?" tanya Emily lirih, mengucapkan apa yang ia dengar dari Antoni di malam kemarin.

Antoni tersenyum, tampak puas dengan yang ia dengar. "Good girl," bisiknya lalu mendekat mempertemukan kembali bibir mereka.

Emily memejamkan mata dan menerima dengan lega. Ia membalas sesapan Antoni, bahkan justru lebih menuntut dari Antoni sendiri. Emily ulurkan tangannya untuk mengelus leher Antoni, tapi kemudian menarik pria itu karena inginkan ciuman yang lebih intim lagi. Emily melenguh terbungkam ciuman, dalam dirinya muncul keinginan lain untuk dipuaskan. Emily tak lagi meremas kemeja Antoni, melainkan menarik tubuh itu sekalian dengan posesif.

Antoni melakukan hal yang sama. Ia merengkuh Emily lalu mengangkat tubuhnya. Kali ini mereka tidak ke kamar, Emily dibawa ke sofa. Antoni duduk dan otomatis Emily berada di pangkuannya. Ciuman mereka terpisah, Antoni menatap wanita itu, baru akan mengatakan sesuatu ketika Emily sudah lebih dulu merangkul lehernya dan mendekat untuk menyatukan kembali bibir mereka.

Antoni memegang dan menjauhkan pundak Emily hingga ciuman mereka terpisah. Emily kembali mendekat sebab masih menginginkannya. Antoni menahan tubuh itu lalu berpaling untuk menghindari ciumannya. Laki-laki itu tertawa pelan, tak habis pikir setelah tahu satu faktanya. Fakta bahwa Emily sangat suka mencium dan tidak sungkan walau tanpa pengaruh alkohol. Wanita itu memang seperti itu adanya.

"Dasar wanita nakal," gumam Antoni menarik tatapannya kembali pada Emily.

Emily terpegun, baru saja mendapatkan sedikit kesadarannya. Sadar sedang bersama dengan siapa dia sekarang—bosnya—dan ada di manakah mereka.

Emily menarik diri menjauh, cemas luar biasa saat akan mengutarakan permintaan maafnya. "T-tuan Marano …."

Sebelum selesai, Emily terdiam lagi karena Antoni memerintahkannya demikian. Laki-laki itu menahannya agar tetap berada di sana—di pangkuannya—dan menggeleng pelan.

"Seingatku, kau ingin memanggilku Antoni," ungkit Antoni.

Emily menelan ludah, wajahnya memanas dan ia yakin pipinya pasti tampak sangat merah.  Emily menggeleng, baru akan menganulir hal gila itu, tapi Antoni lebih dulu memaksanya kembali diam. Antoni menelusuri pinggang Emily lalu naik ke punggungnya. Ia menarik Emily lebih dekat lalu tersenyum seraya menatap matanya.

"Kenapa? Antoni kedengaran buruk untukku?" tanya Antoni.

Emily buru-buru menyangkalnya dengan gelengan.

"Apa karena kau suka dipanggil Baby, kau jadi ingin memanggilku Daddy?" Goda Antoni.

Emily membelalak dibuatnya dan segera menggeleng, bahkan lebih keras dari sebelumnya. Itu karena pertanyaan Antoni terdengar seperti tuduhan bagi Emily. Emily merasa itu panggilan yang sangat lancang ia gunakan pada Antoni, jangankan menginginkannya, memikirkannya saja Emily tidak pernah.

Antoni tersenyum geli. "Kalau begitu, panggil aku dengan Antoni," simpul Antoni seraya mengangguk. Dia lalu menelusuri tubuh Emily dengan jemarinya, naik hingga ke leher lalu menarik tengkuknya. "Apa mungkin kau ingin memanggilku dengan nama pria lain?" bisik Antoni tepat di bibir Emily.

"No, I …" lirih Emily dan tidak selesai.

Antoni tersenyum puas, kemudian menyesap bibir itu satu lumatan lembut, sedangkan Emily menahan napas dibuat kembali berdebar dan kecewa karena itu hanya satu lumatan singkat. Antoni kembali menatapnya, sedangkan Emily harus bersabar jika menginginkannya lagi. Wanita itu melihat Antoni mengambil tangannya lalu menuntun untuk melepasi kancing kemeja yang pria itu kenakan. Antoni lalu melepaskan tangan Emily, membiarkannya melanjutkan sendiri. Emily menelan ludah bisa melihat tangannya gemetar karena menahan diri. Menahan dirinya supaya bersabar karena sejujurnya ingin membuka kemeja itu dalam satu tarikan saja.

Sebelum kancing terakhir saja sudah Emily sadari bahwa tubuh itu memang tubuh yang semalam memeluknya. Dan tidak mungkin Emily tidak melihat tanda kecupan yang ia tinggalkan di mana-mana. Emily ragu untuk menyentuhnya, tapi Antoni meyakinkan dengan menarik tangannya, membuat Emily menyentuh dada itu lagi.

Antoni mendekat dan menggoda Emily dengan belaian lembut di lehernya. Emily terpejam seketika merasakan hidung Antoni menelusuri ceruk lehernya. Napas Antoni berembus di sana, sengaja menggoda hingga Emily berdesir seketika dibuatnya.

"Apa kau akan tinggal lebih lama …," bisik Antoni.

Emily membelalak, mengenali pertanyaan itu juga. Adalah pertanyaannya sendiri yang ia lontarkan pada Antoni malam sebelumnya, dan perut Emily mengetat begitu mendengar Antoni melanjutkan dengan panggilan.

"... Baby?"

___________

Berzambeng …

Hmm... Jadi, lama gak update tuh sebenernya karena aku bingung mau nge-cut di bagian mana 🙈. Sedang mempertimbangkan untuk gak di-cut aja sekalian 😂.

Affair or Fair?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang