6

3.3K 229 9
                                    

*

Ageng, Rio, dan Wanara kembali berkumpul setelah Wanara mengantarkan Rin ke kantornya. Jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat mereka berada. Tapi sekarang mereka pindah tempat. Mereka berkumpul di café yang berjarak tiga kilometer dari rumah cepat saji tadi. Ageng dan Rio telah sampai terlebih dahulu menunggu kedatangan Wanara.

"Geng, inget nggak tadi waktu Rinda ngangkat telefon? Serem banget. Cocok emang dia ama Wanara sangar nya kalo udah kerja".

"Gimana ya kalo mereka satu kantor? Atau Rin, jadi wakil nya Wanara aja deh. Ada yang buat mereka kesel dikit,langsung bacok".

Mereka tertawa hanya dengan membayangkan hal tersebut. Tapi kalau dipikir kemungkinan besar bisa saja itu terjadi. dilihat dari Wanara yang memang memiliki sendiri perusahaan, dan Rin sebagai istrinya. Mereka langsung bergedik ngeri.

Wanara datang. Melempar tas nya dan mengambil sabun cuci muka, lalu beringsut ke kamar mandi. Selang beberapa menit ia telah kembali dengan wajah segar dan tersenyum kepada kedua sahabatnya itu.

Ageng memang sudah dikenalnya sejak masa SMA dulu. Tapi baru dekat saat mereka kuliah. Sedang, Rio ditemukan nya saat perjalanan nya meniti karir. Rio juga punya andil besar dalam sukses nya bisnis pertambangan Wanara. Dengan Cuma-Cuma ia memberikan pinjaman pada Wanara, saat tanggal jatuh tempo bank datang tetapi Wanara belum punya cukup uang. Ageng yang satu jurusan kuliah dulu juga membantu dengan sigap Wanara ketika keteter. Itulah yang membuat nya menjadikan Ageng wakil di perusahaan nya. Dan memberikan cabang di Brunei untuk Rio. Tapi ketiganya tahu betul, kalau ini baru permulaan. Keberhasilan ini belum lah ada apa-apanya.

"Kasihan bos kita kepanasan".

"Itu karena kedua pegawai nya kurang ajar", gerutu Wanara "Masa iya atasan dibiarkan naik motor sendirian".

"Masa iya kita naik motor matic, terus pakai baju sekelas lamborgini?".

Mereka tertawa. Siang ini mungkin akan dihabiskan dengan pembicaraan ringan sambil menunggu senja menjemput.

*

Gerimis di malam sabtu memang tidak terlalu menguntungkan. Rin berlari-lari kecil masuk ke dalam rumah. Sepertinya ada tamu, ada mobil mewah yang terparkir di bagasi rumah yang tidak terlalu besar. Ia memutar balik, masuk lewat pintu belakang, agar tidak melewati ruang tamu. Tidak enak dilihat tamu, dirinya yang lepek.

Sesampainya di kamar, Rin langsung bergegas untuk membersihkan diri dan berganti pakaian rumah yang santai. Ia memilih kaus hijau, dan celana kolor biru berkantung dalam kanan kiri. Nyaman rasanya. Hujan semakin menyapa, dan perutnya lapar minta di isi. Dengan rambut yang masih basah, ia keluar dan menuju dapur.

Betapa kelu lidahnya saat ini. Melihat Wanara tengah tertawa riang bersama perempuan lain di dapur. Wajahnya merona bahagia. Dan Rin hanya bisa menahan nafas tak percaya. Lebih baik aku mati saja.

"Rin?!".

Perempuan itu memekik kaget dan langsung menatap nya penuh cibiran. Ia melambaikan tangan nya agar Rin mendekat. Dan perempuan bule itu menurut, dua langkah setelahnya ia langsung mendapat bogem mulus di kepala.

"Awww!!!".

"Rasain kamu!", teriak perempuan itu "Songong banget ketemu kakak ipar bukan nya salam,senyum,meluk kek gitu. Malah natap aku horror!!! Heran aku, kamu pikir Mbak mu ini setan apa?!!!!".

"Maafin aku, Mbak. Rin kaget".

"Makanya kalo pulang lewat pintu depan!!!".

Ararinda masih tertunduk meringis kesakitan. Waisha Perdana Atmodjoyo, kakak ipar yang sejak dulu berhasil membuatnya bergetar ketakutan. Tidak tahu kenapa, ia merasa bahwa kakak iparnya itu menakutkan sekali. Malah Rin berpikir bahwa Mbak Waisha benci dengan nya.

My Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang