18

2.1K 168 8
                                    


*

"Bima!", ucap Rin sedikit kencang "Kamu dari tadi ngelamun, ya?".

Pria itu menoleh tersenyum kecil. Rin dengan mata hijau itu menggodanya. Masihkah dirinya punya kesempatan untuk kedua iris miliknya itu? miliknya? Hahaha lucu.

Lucu bahwa yang selama ini ia genggam adalah cek kosong. Ada digenggaman namun sama sekali takkan pernah ada untuknya.

"Rin, kamu janji nggak akan menghindar dari aku lagi?".

"Kayak anak kecil kamu". Rinda tertawa kecil, pemandangan yang jarang sekali dijumpai, terlebih sekarang dimana haknya untuk melihat perempuan itu saja sudah hilang.

Melihat Bima yang menatapnya penuh keseriusan, menggugah Rin. Ia tersenyum, memamerkan lesungnya dan mengangguk mantap. Memastikan bahwa kali ini ia tidak akan lari dari Bima. Lari dari masa lalunya. Yang entah akan tertinggal di masa lalu, atau tengah merangkap menjadi masa depan.

"Ayo Rin kita makan".

Wanara tengah sibuk dengan ponselnya, memantau pekerjaan Rio yang belakangan ini sedikit terbengkalai. Lalu Rin masuk ke dalam kamar, tepat saat adzan Ashar berhenti berkumandang.

Rinda juga Wanara masih kaku sejak kejadian semalam. Lain dengan Wanara yang lihai menutupi kecanggungan nya, entah mengapa di hadapan suaminya itu Rin seolah kehilangan tembok tempat ia bertahan.

"Mas udah makan?".

"Siapa yang mau masakin emang?", ucap Wanara santai "Setan?".

Ararinda menelan ludahnya. Mengambil pakaian gantinya seusai itu bergegas ke dapur. Memang tadi ia diberitahu ibu kalau ibu tidak masak hari ini. Tapi ia tak habis pikir bahwa Nara akan tidak makan.

Karena Wanara adalah spesies orang yang tidak ada kenyangnya maka telur dan persediaan mie bukanlah pilihan yang baik. Nasi masih banyak, jadi Rin memilih memasak kangkung dan tempe.

Pasti enak di makan saat suasana sore musim penghujan ini.

Tanpa perintah Wanara sudah turun, merasa terpanggil oleh aroma sedap buatan Rin. Boleh dibilang, keseringan masakan Rin lebih enak daripada masakan ibu.

Mungkin karena ibu lebih banyak menghabiskan waktu di klinik bersalinnya, jadi tidak terlalu muluk di dapur. Meskipun sibuk, tapi mereka bertiga tidak pernah kekurangan cinta.

"Bapak pulang malem, mau nemenin ibu kondangan katanya",

"Iya, mas".

Mereka terdiam. Nara yang menunggu Rin menyiapkan makanan untuknya. Baru pria itu sadar saat hendak menambah nasinya, Rin tidak menyantap satupun masakan yang dibuatnya.

"Lu masukin racun nih ke masakan gua?". Rinda buru-buru menggeleng, menjengit heran karena suaminya yang punya pertanyaan aneh hampir di setiap waktu. Perasaan tadi makan nya lahap, dan tanpa masalah. Kenapa sekarang?

"Terus kenapa lu nggak makan?",

"Aku udah makan, mas", ucap Rin lembut "Barusan. pas mau pulang".

"Makan lagi lah!",

Rinda mengeryit tak suka. " Gua bukannya nggak bisa abisin masakan lu, tapi gua maunnya lu makan juga". Rin menggeleng cepat

"Kenapa? Lu takut gendut?", ucap Nara dengan mulut penuh kangkung "Tenang aja, yang gua butuhin bukan istri ramping. Tapi perempuan yang pinter masak". Wanara mengambil sesendok besar lalu mengarahkannya kea rah Rin.

My Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang