Bulan memancarkan cahayanya, menerangi setiap sudut dari desa Konoha. Seluruh aktivitas yang dilakukan semua orang, telah berakhir ketika jam malam telah sudah di kumandangkan. Langit telah menggelap, di ikuti dengan kemunculan bulan serta bintang.
Seluruh manusia telah sibuk dengan bunga tidurnya masing-masing. Namun, berbeda dengan [Y/N]. Wanita itu tengah berada dalam perjalanan pulang menuju rumahnya. Suara burung hantu, serta jangkrik menemani perjalanan malam [Y/N].
Angin dingin yang mencekik terus bersemilir kesana kemari, menggoyangkan setiap batang pohon dan menggugurkan dedaunannya. Namun, dinginnya malam ini tidak menghentikan langkah kakinya. Dia harus pulang dan memastikan kalau Sasuke telah terlelap. Lagipula, dia akan segera sampai pada tujuannya.
Setelah beberapa saat berjalan diantara dinginnya malam, kaki [Y/N] sudah menjejakan kaki dalam gundukan tangga menuju teras rumahnya. Dari luar rumah, seluruh lampu telah di padamkan, menunjukan kalau Sasuke telah beristirahat di dalam.
Maka, [Y/N] menjejakan kaki di lantai kayu itu dengan perlahan, meminimalisir suara bising yang tercipta dari langkah kakinya. Dia tidak mau mengganggu tidur nyenyak Sasuke hari ini, adiknya itu harus tidur dengan cukup. Dengan gerakan pelan, [Y/N] membuka pintu kayu dengan menggesernya. Kemudian, menutupnya dengan cara yang sama.
"Apa yang kau lakukan hingga harus pulang dalam jam larut seperti ini?" Perlahan, [Y/N] membalikan punggungnya dan menemukan Sasuke sedang terduduk dalam sofa ruang tamunya.
"Aku mendapatkan misi darurat yang perlu ku selesaikan saat ini juga" berkilah. Hanya itu yang dapat [Y/N] lakukan saat ini. Sasuke tidak boleh mengetahui kebenarannya.
"Berbohong lagi. Mengapa kalian berdua suka sekali membohongi ku?" Sasuke terkekeh pelan, terdengar sedikit miris, kemudian menoleh pelan dengan tatapan sinis kepada [Y/N]
"Hah? Kau tidak apa-apa, Sasuke?" [Y/N] tidak bodoh, tapi dia harus menghindari pembicaraan ini dan sebisa mungkin membuat Sasuke tidak memikirkan hal ini kembali.
"Tidak ada orang yang akan baik-baik saja setelah di bohongi, kak!!" Air muka Sasuke terlihat begitu kesal, alisnya menukik tajam, tatapannya begitu sengit seolah membenci.
"Sasuke, mari kita bicarakan baik-baik. Aku bisa memberikan penjelasan pada hal yang membuatmu marah saat ini." [Y/N] berusaha menenangkan Sasuke. Dihadapannya, dia seperti melihat sosok tegas Fugaku yang sedang mengamuk marah.
Tiba-tiba Sasuke berdiri dengan kasar, membuat kursi yang dia duduki seketika terjungkal kebelakang. Tangannya mengepal kuat sedangkan tangannya yang satu lagi terangkat untuk menunjuk [Y/N].
"Kau pengkhianat!" Dengan suara pelan yang menusuk serta telunjuk yang mengarah pada [Y/N].
Dalam benak [Y/N], dia sudah pernah memikirkan reaksi yang akan di berikan Sasuke dan pemandangan yang tersaji di hadapannya, tidak keluar dari apa yang telah wanita itu pikirkan.
"Aku hanya melakukan yang terbaik, Sasuke. Aku mengetaui kebenarannya dan berusaha membersihkan nama Uchiha." Dengan tenang, [Y/N] berusaha menjelaskan sebaik mungkin. Berharap kalau responnya akan membuat Sasuke sedikit tenang. Lagipula, percuma mengelak kalau Sasuke telah mengetahui hal ini.
"Kau tidak mengetahui apa-apa, kak. Apa kau bilang? Kebenaran? Lupakan saja! Kebenarannya sudah jelas bukan? Apa otak mu itu sudah di butakan dengan cinta?! Semuanya sudah basi, kak." [Y/N] berjalan mendekat pada Sasuke. Saat ini, adik kecil Itachi sedang terbungkus amarah. Logikanya menjadi tersendat dan dia paham.
"Tidak, ini bukan hanya berdasar cinta. Aku melakukan ini demi masa depan mu juga, supaya nama Uchiha dapat di bersihkan serta kau bisa meraih masa depan dengan nama yang bersih." [Y/N] meremas kedua belah bahu Sasuke, berusaha meyakinkan Sasuke pada setiap kata yang dia ucapkan.
"Enyah!" Sasuke langsung menepis kedua tangan [Y/N] dengan kasar. Suara tamparan yang tidak di sengaja pada punggung tangan [Y/N] menggema cukup lantang.
"Pembohong! Kau sama saja dengan Itachi, Pembohong. Sekarang apalagi?! Kau akan mengkhianati desa sama sepertinya?!" Sasuke seperti sudah gelap mata. Tangannya mendorong [Y/N] hingga sedikit tersandung kebelakang. Beruntung, wanita Uchiha itu berhasil menahan keseimbangan tubuhnya.
Cukup sudah.
[Y/N] sudah cukup bersabar. Tindakan Sasuke sudah tidak dapat di maklumi. Tingkah lakunya bukan lagi tentang kemarahan remaja. Ini adalah tindakan kurang ajar yang membuabg segala etika.
Emosinya sudah naik pitam, berada di ujung tanduk. Segala usaha, mulai dari berbicara lembut, hingga berusaha mempertahankan logikanya. Tapi semuanya sia-sia, Sasuke tidak mencoba melembutkan diri malah semakin mengamuk.
Tangan [Y/N] terangkat dan menampar pipi kanan Sasuke. Menghasilkan suara nyaring yang membuat Sasuke kesulitan mendapatkan keseimbangan tubuhnya kembali.
Tamparan yang keras itu tidak dilakukan disaat [Y/N] terbakar api amarah. Tidak ada rasa terkejut ataupun sesal. Menurutnya, Sasuke perlu mendapatkan disiplin yang keras untuk sesekali. Sifatnya yang keras kepala dan sedikit arogan itu, kerap membuat kesal.
Sasuke tertunduk, rambut menutupi wajah runginya itu. Tidak terdengar sepatah kata yang keluar dari belah bibir pucatnya. Keadaan hanya menjadi semakin hening.
"Kau sudah keluar batas, Sasuke." Nada dingin keluar dari mulut [Y/N].
"Menuduh ku pengkhianat? Kau sendiri pun tidak mengetahui apapun."
Perlahan, Sasuke kembali berdiri tegak. Wajahnya menatap [Y/N]. Pipi kanannya tercetak jelas rona merah memar akibat perbuatan [Y/N]. Sekelibat rasa bersalah merasuki hatinya tapi [Y/N] tahu, kalau Sasuke memerlukan disiplin.
"Pengkhianat tidak akan mengakui kalau dirinya adalah seorang pengkhianat." Sasuke membuka suaranya kembali. Saat ini Sharingan tiga tomoe-nya menatap nyalang pada yang tertua.
Sasuke berjalan mendekati [Y/N] yang tidak bergeming di tempatnya. Tidak menyisakan jarak sekecil apapun. Tubuh mereka saling menempel, hanya terpisahkan dengan balutan pakaian atribut Uchiha.
Bibir Sasuke ada di dekat daun telinga [Y/N], nafas beratnya terdengar begitu jelas pada telinga yang wanita.
"Akan kupastikan hidupmu hancur kalau kau berniat mengkhianati Desa. Sama sepertinya." Setelahnya Sasuke berjalan melewati sang Kakak, bahunya sedikit mendorong yang lebih tua. Membuat [Y/N] mundur beberapa langkah.
"Sasuke." Untuk sekali lagi, [Y/N] memanggil adik laki-lakinya. Satu-satunya peninggalan Itachi yang tersisa.
Sasuke tidak menjawab, dia hanya berdiri diam di daun pintu rumahnya. Bersiap untuk pergi entah kemana.
"Kakak mu ini tidak berniat untuk berkhianat. Dengarkan penjelasanku sekali saja." Untuk sekali lagi, [Y/N] melembutkan nada bicaranya. Memohon untuk supaya sang adik untuk tinggal.
"Tidak ada yang perlu di dengar pada penjelasan yang jelas-jelas hanya akan berisi kebohongan." Setelahnya, hanya ada suara gemerisik dedaunan yang mengisi gendang telinga [Y/N]. Menandakan kalau Sasuke sudah pergi.
Walaupun tidak di berikan penjelasan, [Y/N] sudah memahami tujuan kepergian Sasuke. Wanita itu sudah meminimalisir kecurigaan para petinggi desa, enggan bersinggungan langsung. Tapi, Sasuke sendirilah yang akan menghantarkan dirinya langsung pada mereka.
Tidak apa-apa. Sasuke sudah besar, sebentar lagi usianya akan beranjak tujuh belas tahun, sudah mampu untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Bereda dengan Fugaku yang akan menyetir cara pandang Anak-anaknya, [Y/N] akan membiarkan Sasuke memilih jalan ninja dan hidupnya sendiri.
Namun, tetap saja.
Hatinya sebagai seorang Kakak merasakan sedikit duka.
Duka seseorang sebab kehilangan anggota keluarga lainnya.
Tidak di pisahkan pada kematian.
Namun, di pisahkan pada ideologi.
'Fugaku, apa ini yang kau rasakan saat itu?'
Tbc, segini dulu ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Libel [ Itachi x reader ]
FanfictionSemua orang mengenang Itachi sebagai sosok pembunuh. Tapi, [Y/N], tunangan dari Itachi, merasa ada kejanggalan. Dengan bantuan dari beberapa ninja Konoha, [Y/N] mengusut kasus pembantaian Uchiha tanpa sepengetahuan desa. Tanpa [Y/N] sadari, dia mal...