Karen tiba di rumahnya dengan wajah memerah. Ia mencoba mencari keberadaan sang ibu yang ternyata sedang mengobrol dengan seseorang via telepon. Wanita paruh baya itu menoleh ke arah datangnya Karen, anak semata wayangnya. Ia tersenyum, sebelum akhirnya mengakhiri sambungan telepon tersebut.
"Mas, nanti kita bicarakan lagi. Karen sudah pulang!" ucapnya yang sempat Karen dengar sekilas.
Karen menghempaskan tasnya ke kursi sofa dengan keras. Hal itu tentu membuat sang ibu keheranan. Ada kejadian apalagi sampai Karen tampak kesal sekali. Ia mendekati anak semata wayangnya itu.
"Ada apa lagi sayang? Kenapa kamu kelihatan kesal begitu?"
"Mama kenapa gak bilang kalau Lia adalah anak om Steven!" ujar Karen dengan tatapan tajam. Iren mematung seketika. Ia bingung harus bercerita dari mana.
"Jadi bener? Itu alasan kenapa mama gak bisa bela Karen kemarin?"
"Karen dengerin mama dulu ya!"
"Ma, gara gara itu harga diri Karen terluka!" ujar Karen masih berusaha membela diri.
"Pokoknya Karen gak setuju mama sama om Steven!" ujarnya memalingkan wajah dari sang ibu.
"Karen!" bentak Iren tanpa sadar.
"Kamu harus sabar sayang. Kamu bilang kamu mau punya papa. Kamu gak mau diledek terus karena gak punya papa. Kenapa masalah kecil kaya gini kamu permasalahkan?"
"Masalah kecil kata mama? Dengar ya ma, Karen gak pernah kalah dari siapapun dan gak akan pernah kalah!" geram Karen kesal.
"Buktikan kalau begitu. Kamu gak akan kalah dari Lia!" ucap Iren menatap tajam ke arah anak semata wayangnya itu.
Dia berusaha meyakinkan anaknya untuk tidak menyerah dengan keadaan. Meski dalam hati ia sadar itu sangat mustahil. Melawan Lia butuh sebuah keajaiban, dan Iren masih berharap keajaiban itu datang. Ia bukan hanya sekali dua kali menghadapi Lia. Sudah sejak lama ia berusaha mendekati anak kekasihnya itu, namun usahanya gagal. Lia benar-benar bukan tipe anak penurut.
Iren yakin ada sesuatu hal yang anak itu sembunyikan. Makanya dia bisa seberani itu padanya. Anehnya Steven pun tak bisa berbuat banyak. Lia benar-benar karakter yang kuat. Jika kamu membuatnya jatuh sekali, kamu harus siap dibalas jauh lebih besar dari apa yang kamu telah perbuat. Begitu lah konsep Lia selama ini. Iren benar-benar kehilangan akal, kini ia pasrah dan hanya mengikuti alur saja sampai anak itu luluh sendiri.
"Jika kamu menyerah dia akan lebih menertawakan mu Karen. Jadi bertahan lah!" ujar Iren sekali lagi.
Karen mengepalkan tangannya. Membayangkannya saja sudah membuatnya emosi. Dia tak ingin kalah dari siapapun termasuk Lia tentunya. "Mama yakin, jika Karen bertahan apapun yang Karen ingin kan akan terwujud?"
Iren mengangguk, mengiyakan perkataan sang anak. Hanya sedikit lagi sampai ia menjadi nyonya Steven. Setelah sekian lama hubungannya dan Steven harus kandas ketika dia tau sahabatnya di jodohkan dengan laki-laki yang sangat ia cintai. Hingga akhirnya mereka menjalin cinta terlarang. Iren tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Apapun akan ia lakukan asal bisa bersama Steven selamanya.
Di lain tempat Lia dan Yasmin sedang asik mengobrol hingga tiba-tiba ponselnya berdering. Ia melihat di layar ponselnya tertera nama James di sana. Lia menatap ke arah Yasmin sejenak. Gadis itu menatapnya tajam. Lia tau, Yasmin tak pernah suka dengan James meski dia teman dari Haris yang notabenenya saudara kembarnya.
"Masih aja!" komentarnya. Lia hanya tersenyum kikuk.
"Hehehe.... Bentar ya cantik!" ujar Lia beranjak dari tempat tidur Yasmin sambil mengambil ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED FLAG
Non-FictionBerbicara soal red flag, kebanyakan orang pasti akan menghindarinya. Apalagi soal "red flag in relationship". Sudah bisa dipastikan banyak orang lebih memilih menghindari hal itu. Namun siapa sangka Julianne Coralline Oswold malah hobi banget deket...