Lia baru saja sampai rumah ketika Yasmin menelponnya. Lia lupa hari ini ada jadwal les, jadi ia membatalkan janjinya dengan Yasmin yang niatnya mau pergi buat healing ke cafe berdua. Mau bagaimana lagi, Lia sudah terpilih sebagai salah satu perwakilan yang akan mengikuti lomba olimpiade bulan depan untuk sekolah barunya itu. Mau tak mau, Lia harus masuk dipertemuan les hari ini.
Lia bukan tipe anak yang rajin. Dia tidak selalu datang ke tempat bimbingan belajarnya sepulang sekolah. Jika bisa bimbingan online kenapa enggak. Sesekali Lia lebih memilih healing bersama temannya dan akan mengikuti bimbingan online dengan guru lesnya setelah mengajukan kontrak belajar. Untungnya tempat bimbingan belajarnya itu bisa melakukan pembelajaran semacam itu.
Oh atau mungkin karena Lia merupakan cucu dari pemilik yayasan bimbingan belajar itu. Entahlah, faktanya Lia bebas bebas aja selama ini. Entah itu karena privilege atau memang sistem pembelajaran di bimbingan belajarnya memang seperti itu. Lia tak mau ambil pusing, yang terpenting ia sudah melakukan apa yang mereka mau.
"Lia!!" suara seorang pria paruh baya itu berhasil menghentikan langkah Lia yang hendak pergi ke kamarnya itu.
Gadis itu menoleh menatap pria itu dengan raut wajah datar. Seakan enggan berurusan dengannya. Namun agaknya pria itu sedang menahan emosinya agar tidak meledak saat itu juga.
"Yas, nanti lagi ya telfonnya. Bokap gue manggil nih!" ujar Lia sebelum akhirnya mematikan sambungan telfon itu secara sepihak.
"Apa-apaan kamu? Itu maksudnya apa pengeluaran sampai hampir lima juta?"
Lia menghela napas pelan sebelum akhirnya menatap ke arah ayahnya itu. "Itu kan uang Lia!"
"Papi tau itu uang kamu, tapi menghambur-hamburkan uang juga bukan hal baik!"
"Loh, Lia cuma mentraktir temen-temen kok di sekolah. Apa Lia salah?" tanya gadis itu heran.
"Jadi maksud papi, Lia gak boleh buang buang uang buat traktir temen baru Lia, tapi papi boleh buang-buang uang buat wanita simpanan papi itu?"
"LIA!!!"
"Apa pi? Selama ini Lia diam aja kok. Mami baru aja meninggal papi udah seneng-seneng sama selingkuhan papi di luar, Lia diem juga kan? Apa pernah Lia protes? Gak, kan. Jangan pikir Lia gak tau kenapa mami bisa sakit-sakitan!" sarkas Lia.
"Papi sama tante Iren itu...."
"Temen? Sahabat?" Lia menatap ke arah papinya dengan senyum meremehkan. "Temen kok nusuk temennya sendiri sih pi?"
"Jaga omongan kamu Lia!"
"Papi yang harusnya jaga sikap!!" sentak Lia yang berhasil membuat ayahnya tertegun.
"Lia mungkin waktu itu masih kecil untuk paham semuanya tapi gak untuk saat ini. Lia pindah kesekolah itu cuma karena anak wanita tak bermoral itu!"
"Lia!!!"
"Jangan ikut campur sama urusan Lia pi, kalau papi mau semuanya berjalan sesuai keinginan papi!"
Setelah mengatakan hal itu, Lia pun meninggalkan ayahnya yang masih berdiri menatap punggung sang anak. Merasa sedih karena sang putri semata wayangnya itu membencinya. Namun apa yang Lia katakan itu bukan lah sebuah kesalahan. Ia memang sedang dekat dengan teman lamanya.
Dulu mereka saling mencintai sebelum akhirnya ia dijodohkan dengan mendiang istrinya atau ibu kandung dari Lia. Namun pernikahan yang dipaksakan itu akhirnya pecah. Keduanya tak hidup rukun, tapi mereka juga tidak bisa berpisah. Pernikahan keduanya hanya pernikahan pengikat kerja sama antar dua keluarga.
Hingga suatu ketika keduanya kelepasan dan Jessi mendiang istrinya hamil. Hal ini lah yang membuat Steven semakin tak bisa melepaskan Jessi. Meski kenyataannya tak lama setelah itu ia mengalami keguguran. Wanita itu sedikit depresi setelahnya, apalagi ia mulai menyukai Steven. Namun apa yang bisa di kata, Steven tetap mencintai wanita lain yang masih sahabat dari mendiang sang istri.
![](https://img.wattpad.com/cover/325093583-288-k151166.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RED FLAG
Non-FictionBerbicara soal red flag, kebanyakan orang pasti akan menghindarinya. Apalagi soal "red flag in relationship". Sudah bisa dipastikan banyak orang lebih memilih menghindari hal itu. Namun siapa sangka Julianne Coralline Oswold malah hobi banget deket...