Lia pagi itu sudah berada di meja makan bersama kakek dan neneknya. Beberapa pelayan mulai menyiapkan makanan yang dapat Lia santap pagi itu. Tak ada banyak obrolan. Bahkan suara gesekan piring dan pisau serta garpu itu seakan angin yang sedang berbisik membelai pelan. Dentingan itu nyaris tak terdengar.
Tak seperti biasanya dimana Lia akan bersikap begitu santai saat makan di rumah. Kali ini Lia duduk dengan postur tegap, tenang dan anggun di depan kakek dan neneknya. Seakan itu adalah aturan tetap di sana. Lia bahkan tak berani menurunkan tegap bahunya.
Setelah meneguk segelas air dan mengelap sisa air di bibirnya, sang kakek mulai membuka suara. "Ada apa dengan kening dan lutut mu?"
Lia menghentikan gerakan memotong roti selai coklat kesukaannya. Sebenarnya sedari tadi ia masih sibuk memotong roti itu tanpa minat memasukkannya ke dalam mulut. Lia menarik napas pelan, lalu menatap kakeknya yang duduk di ujung meja makan.
"Harusnya Grandpa sudah paham dengan luka kecil ini!" sahutnya pelan. Lia bisa melihat bagaimana kakeknya menggenggam erat pisau yang ia gunakan untuk memotong roti, sama seperti biasanya. Senyuman kecil terpatri di wajah anggun Lia.
"Sialan, tikus kecil itu berani melukai cucuku lagi?" umpat sang kakek, Lia memejamkan matanya sejenak.
"Lia datang ke sini bukan karena alasan itu!"
Kakek dan neneknya menoleh ke arahnya. Lia menaruh alat makannya seakan tak minat dengan makanan itu lagi. "Siapa Joshua Harvey Hugo, Grandpa!"
Bak disambar petir di siang bolong. Kedua bola mata kakek dan neneknya membesar seketika. Ia menatap ke arah Lia yang kini tengah menatap tajam ke arahnya. "Bagaimana... Bagaimana bisa—"
"Tak usah kau sebut nama itu Lia!" ucap kakeknya tegas.
"Lia berhak tau semuanya!" bentak Lia setelahnya. Ia meremas tangannya kuat.
"Lia tak pernah minta apapun selama ini, bahkan setiap kali Lia memohon untuk kembali ke sini dan tak ingin tinggal bersama lelaki itu..." Lia menjeda kata-katanya. "Grandpa selalu menyuruh Lia kembali!"
"Grandpa tak mengenalinya!"
"Jangan bohong!" Lia mengeram. "Lia sudah membaca semua catatan mami, surat untuk lelaki bernama Joshua itu, dan siapa dia sebenarnya."
Lia beranjak dari tempat duduknya. "Usia Lia sudah tujuh belas tahun, perjanjian tetap sebuah perjanjian. Keluarga Hugo tidak pernah mengkhianati grandpa. Mereka menjebaknya."
"Mereka siapa yang kau maksud!"
"Kingston, demi mendapat pertolongan dari Oswald dan menguasai apa yang kita miliki!" Lia menatap lekat ke arah kakeknya.
"Grandpa, Lia harus mencari mereka."
"Mereka?"
"Ayah dan kembaran Lia!"
"APA!!" kedua kakek dan neneknya menatap ke arah Lia tak percaya.
"Mami membohongi kalian semua dan berkata tidak pernah bertemu Joshua setelahnya. Tapi... mereka berhubungan sampai mami berhasil melahirkan Lia dan khatarina Zaylee Yvett."
Seseorang datang membawakan barang-barang yang tadi Lia sempat suruh siapkan. "Surat dan buku catatan serta perjanjian pernikahan yang selama ini mami sembunyikan!"
Kakek dan neneknya segera melihat semua surat yang Lia bawa. "Mami memberikan semua apa yang dia punya pada Lia."
"Yayasan, perusahaan!" Lia menatap kembali ke arah kakek dan neneknya. "Kali ini saja, Lia cuma ingin bertemu dengan ayah kandung Lia sendiri!" mohon Lia sampai ia berlutut ke arah kakeknya. Neneknya menangis dan menghampiri Lia yang kini sedang menahan tangisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED FLAG
Non-FictionBerbicara soal red flag, kebanyakan orang pasti akan menghindarinya. Apalagi soal "red flag in relationship". Sudah bisa dipastikan banyak orang lebih memilih menghindari hal itu. Namun siapa sangka Julianne Coralline Oswold malah hobi banget deket...