"Li, lo beneran jadi akhir pekan berangkat ke bandung?" tanya Yasmin saat keduanya sedang menyibukkan diri di bangku taman sekolah.
"Hm..." gumam Lia, tangannya masih asik mencatat beberapa rumus yang justru membuat Yasmin muak.
"Hah!" Lia menoleh sejenak ke arah Yasmin yang melemparkan bukunya karena jenuh. "Lo tuh, ga bosen apa ya liatin buku mulu!"
"Ga tuh!"
"Otak lu terbuat dari apa sih Li? sumpah, gue aja udah muak liat buku gue sendiri!" Lia tertawa mendengar keluhan sahabatnya itu.
"Nih!" Lia menyodorkan buku catatannya.
"Ah gak ah, capek!"
"Liat aja dulu!" dengan dengusan kecil, Yasmin menuruti perkataan Lia dan mulai membuka buku catatan kesayangan Lia yang tebal itu.
Gadis itu awalnya membuka lembar halaman itu secara perlahan. Mimik wajahnya tampak terperangah. Lama kelamaan ia mulai mempercepat pergerakannya sebelum akhirnya melempar tatapan tak percaya ke arah sahabatnya.
"Apa ini? Lo serius nulis ini semuanya?" Lia hanya mengangkat bahunya acuh.
"Wah gila, pantes lo juara terus. Rumus rumus ini bahkan lebih mudah di pahami dari pada penjelasan pak cahyo mengenai perhitungan fisika itu." Lia tertawa mendengar perkataan Yasmin.
"Jadi ini yang selama ini lo lakuin?" Lia mengangguk.
"Butuh pengorbanan buat gue sampai di titik ini!"
"Maksud lo?" Lia menghentikan pergerakannya.
***
"Julia!" bentakan itu berhasil membuat gadis kecil itu menciut. Ia sedang menangis tersedu-sedu di hadapan ibunya.
"Mami, maaf Lia bakal berusaha sekali lagi!"
"Kamu sudah berapa kali tidak mendapat nilai sempurna di mata pelajaran ini Lia?!"
"Maaf mami!" ujarnya.
"Denger ya, kalau kamu besok tidak dapat nilai seratus. Kamu tidak boleh keluar rumah selama seminggu. Mami akan menambah jam les privat mu."
"Mami, tapi Lia sudah..."
"Tidak ada tapi-tapian Julia!" Lia kembali menahan diri mendapatkan tatapan tajam itu.
"Ini semua demi kebaikan kamu!" Lia meremas roknya.
Sudah berulang kali ibunya mengatakan itu. Jessi adalah seorang ibu yang lembut namun sangat tegas soal pendidikan Lia. Dia akan sangat keras pada Lia setiap gadis itu tidak mendapat nilai sempurna. Terlebih jika dia hanya mendapat juara dua dari sebuah olimpiade.
"Mami kan sudah bilang jangan pernah menjadi yang kedua!"
"Tapi mi, Lia sudah berusaha sebaik mungkin. Lia juga juara dua!" gadis kecil itu berusaha berkompromi dengan ibunya agar tidak menghukumnya.
"Lia menjadi nomor satu adalah sebuah kebanggaan karena kamu berhasil mengalahkan mereka yang ada di bawah mu."
"Tapi tidak dengan juara dua. Dia kalah dari juara satu, walau pun dia lebih baik dari juara tiga. Tapi tidak ada yang bisa dibanggakan dari hal itu. Sedangkan juara tiga, dia lebih baik karena dapat mengalahkan juara empat. Sampai sini kamu paham?" Lia mengangguk kecil.
Jessi mengusap air mata Lia yang membasahi pipinya. "Percaya sama mami, suatu saat ini akan menjadi kekuatan terbesar mu!"
Lia menatap mata Jessi yang berusaha meyakinkannya. Raut wajahnya nampak tegas dan ambisius. Sebelum akhirnya Lia memfokuskan pandangannya ke arah lengan Jessi yang membiru.
![](https://img.wattpad.com/cover/325093583-288-k151166.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RED FLAG
No FicciónBerbicara soal red flag, kebanyakan orang pasti akan menghindarinya. Apalagi soal "red flag in relationship". Sudah bisa dipastikan banyak orang lebih memilih menghindari hal itu. Namun siapa sangka Julianne Coralline Oswold malah hobi banget deket...