'Terkadang aku berfikir,
Pantaskah diriku menerima bantuan dari orang sebaik mereka?'
"Mau expresso satu sama cappuchinonya satu ya mbak"
"Oke kak ditunggu yah" Ucap barista pada sang pelanggan ramah,
Dengan telaten dan cekatan gadis tersebut membuat secangkir demi secangkir pesanan kopi.
Namun saat sedang menuangkan cairan pekat tersebut kedalam cangkir, tiba-tiba seorang wanita datang menghampirinya sembari melihat jam tangan yang berada di pergelangan tangan putihnya,
"Loh Sya kamu masih disini aja, udah jam sembilan lebih loh ini""Ehehe iya mbak ini tanggung satu pesanan lagi"
Wanita tersebut menggelengkan kepalanya sembari tersenyum manis, ia sangat salut dengan semangat sang gadis yang berumur lima tahun dibawahnya.
"Udah itu yang nganterin biar Salwa aja"
"Iya sini Sya biar gue aja" Ucap Salwa,
"Thanks" Bisik Fasya yang dibalas kedipan mata oleh Salwa.
"Udah sana pulang"
Fasya memanyunkan bibir mungilnya, "Ih kok ngusir sih"
"Pfft kamu kan sebentar lagi ujian, kakak nggak mau yah kalo sampe nilai kamu jelek gara-gara kecapean"
Fasya tersenyum manis, ia mengingat kejadian saat ia menangis di bibir jalan dan tiba-tiba seorang wanita asing datang menghampirinya.
"Makasih ya kak"
Wanita tersebut mengerutkan keningnya, "Buat?"
"Semuanya. Mungkin kalo waktu itu kakak nggak dateng nenangin aku, aku udah keluar dari sekolah buat cari kerja. Dan dengan baik hati nya kakak nawarin kerja ke aku terus ngelarang aku berhenti sekolah, kok ada yah orang berhati malaikat kaya kakak di dunia ini"
"Is malaikat apaan, sstt jangan nangis dong nanti kakak ikutan nih"
Fasya menyeka sedikit air matanya, fyuh resiko menjadi orang cengeng yang tak pernah bisa mengontrol air mata.
"Nggak tau yah, mungkin ini takdir. Dan sekarang kamu udah saya anggap sebagai adik saya sendiri"
"Tau nggak sih kak, aku ngerasa punya hutang budi banyak ke kakak. Tapi tenang, nanti kalo aku udah sukses aku ajak kakak belanja deh janji"
Wanita tersebut terkekeh melihat tingkah fasya "Iya iya, yaudah buktiin dong belajar yang rajin dari sekarang"
"Syhap, makasih ya kak Davina sekali lagi. Yaudah aku pamit pulang dulu kak"
"Tunggu. Nih" Davina memberi amplop berwarna putih.
Fasya melihatnya bingung "Tip buat kamu, hari ini udah semangat banget soalnya"
"Ouh, maaf nggak perlu kak jangan. Sebentar lagi kan gajian, mungkin kakak kasih aja ke mba Salwa. Wassalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam" Untuk kesekian kalinya Davina tersenyum manis. Setelah mengetahui kisah gadis manis tersebut, dia merasa sangat mengapresiasi semangat yang dimiliki oleh Fasya untuk menjalankan hidup.
Entahlah Davina juga merasa sangat beruntung dipertemukan oleh Fasya. Yang dikira ia akan kesulitan mengajarinya namun Fasya ternyata gadis pandai dan cepat menangkap apa yang ia ajarkan, Fasya juga mengusulkan beberapa menu baru. Jadilah sekarang cafe miliknya ramai kembali, yang sebelumnya sempat ingin tutup karena sepi pengunjung.
•~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~•
"Mas, Fasya"
"Hiks ibu, ibu sini ibu" ucap Fasya dalam hati,
Fasya melihat siluet wajah ibunya yang sedang menangis di tembok,
Namun disebelah sang ibu ia juga melihat wajah seorang wanita yang pernah satu kali ia temui sedang mengibas kipas tangannya.