Reno menyeruput teh hangat dari cangkir putih yang lima menit lalu ia pesan, sejenak membasahi kerongkongan yang kering dan terasa tercekat saat memulai berbincang serius dengan lawan bicaranya.
"Jujur, aku marah sama kamu,"
Reno menatap cermat wanita yang berada dihadapannya, seolah menuntut untuk memberi pernyataan yang lebih logis,
"Kamu pergi, kamu ninggalin aku beberapa tahun, dan kamu sama sekali gak pernah hubungin aku, kita bener-bener lost contac Ren. Walau aku tahu, kamu itu ada di Jakarta"
Wanita tersebut menyeka dua bulir air yang jatuh dari matanya,"Kita ada di satu kota yang sama, tapi entah kenapa aku ngerasa kita jauh banget" ucapnya lemah,
"Aku benci kamu. Tapi aku juga gabisa ngelupain kamu. Dua tahun kita sama-sama bukan waktu yang gampang buat aku lupain Re-"
"Tapi malam itu kamu yang ninggalin saya"
Wanita tersebut tersenyum hambar, mendengar penuturan baku dari mulut sang pria.
"Aku mau kasih penjelasan Ren, aku mau kasih alasan. Tapi apa? Kamu gak kasih celah sedikitpun buat aku nemuin kamu hiks" lagi dan lagi wanita tersebut berhenti sejenak menahan isaknya yang mulai terdengar,
"Keluarga aku sakit Ren,"
"Aku di telfon papah hiks, katany-""Tapi bukan itu satu-satunya alasan dibalik semuanya. Kamu dijodohkan oleh papah mu bukan?"
"Dari awal pacaran, papah kamu gak pernah setuju dengan hubungan kita. Kamu mau tanya saya tau darimana? Selama berbulan-bulan saya cari tau tentang kamu, tapi Papah kamu selalu menghalangi saya. Dan sampai waktu dimana saya tahu soal kamu yang sudah bertunangan, hati saya sakit."
"Kamu fikir disini hanya kamu yang menderita? Saya juga."Mendengar penuturan Reno, wanita tersebut semakin terisak sembari memukul dadanya yang terasa sesak.
Ternyata dugaanya benar, Reno telah mengetahui segalanya.
"Aku nggak cinta sama dia hiks"
"Ayo kita kayak dulu lagi Ren hiks hiks"Bisma membuang nafasnya berat,
"Dengerin aku,"
Ia menatap wanita tersebut penuh ketulusan, tak ada rasa benci disana.
"Kita udah nggak bisa sama-sama lagi, keadaannya udah beda sekarang. Tujuan aku nemuin kamu disini, untuk kita saling memaafkan. Ayo sama-sama berdamai dengan masa lalu"Wanita itu melamun menatap kosong wajah tampan milik Reno, mencoba mencerna kata-kata yang dilontarkan pria tersebut.
"Aku tahu sifat dewasa kamu, dan aku tahu pasti kamu akan mengambil keputusan yang bijak. Jangan berlarut dalam kesedihan, lupakan aku dan mulailah kehidupan baru,"
Reno bangkit dari kursinya kemudian menepuk tenang bahu wanita tersebut,
"Dia orang baik, saja yakin dia bisa menjaga kamu jauh lebih baik daripada saya. Saya pamit"Reno melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari cafe yang mulai sepi pelanggan, hari semakin gelap dan rintikan air hujan mulai menyapa.
Di dalam mobil dia terduduk tatapannya melemah, masih menangkap sosok wanita yang dulu pernah singgah dihatinya.
Bohong jika dirinya tak rindu dengan wanita itu, mata itu, ya raga itu yang selama ini ia cari.
Bohong jika ia tak sakit hati melihat kini wanitanya sudah menjadi milik orang lain, ah bukan orang lain dan lebih tepatnya temannya dekatnya sendiri.
Darimana ia tahu? Sahabatnya lah yang memberi tahu sendiri. Dia bilang, dia dipaksa oleh orang tuanya padahal sudah beberapa kali menolak dan dimana hari dia dibawa paksa untuk melakukan pertunangan tersebut.Sahabatnya itu sudah beribu kali minta maaf kepada Reno, namun sangat disayangkan kini mereka benar-benar putus kontak dan tak mengetahui kabar satu sama lain.
