5. How the story line ends

600 108 5
                                    

"Saya lagi mau Strawberry Cheesemilk aja deh pak," meski terkesan songong karena memerintah atasan dan juga orang yang lebih tua, Jemian tidak masalah dengan permintaan Fitri karena memang dia yang menawarkan sekalian Ia membeli Kopi.

Toh, Fitri lebih penting untuk ada disini, dan jika ada kendala, Laras masih bisa handle selama Jemian pergi keluar.

"Kamu beneran nggak mau Ras?" Jemian bertanya sekali lagi dan dijawab gelengan oleh Laras dengan yakin. Mulutnya penuh dengan Pancake.

Jemian keluar ruang pemotretan, menyusuri lorong Ia berpapasan dengan Amara yang berjalan cepat.

Amara mengabaikan sekeliling, Ia bahkan tidak memerdulikan Jemian yang tadi sempat menyapanya.

Tidak terlalu memikirkan, Jemian melanjutkan jalan menuju lift untuk menuju gedung parkir di lantai dasar.

-----

Joanna menatap diri di cermin besar yang terpasang di ruang Make-Up. Hari ini seluruh produk make-up yang Ia gunakan milik perusahaan sahabatnya, Mara. Benar, hari ini adalah jadwal pemotretan jilid kedua untuk produk baru Sasmita Beauty. Ia memperhatikan detail kecil di wajahnya. Tentu, Ia harus tampil sempurna.

Langkah cepat terdengar dari luar ruang make-up. Sebetulnya ruang ini adalah bilik tambahan yang terbuat dari papan yang tentu saja kokoh. Sengaja dibuat Mara di dalam ruang pemotretan dalam kantornya.

"Saya harus bicara berdua sama Mbak Joanna," Napasnya tersengal. Ada raut kepanikan yang ditunjukan oleh Ningsih, Manager Joanna.

MUA yang mendandani Joanna menurut, mereka keluar ruangan. Toh, mereka juga telah selesai mendandani Joanna. Tepat setelah pintu itu tertutup, Ningsih mendekati Joanna yang kebingungan. Ningsih memberikan ponselnya, menunjukan sebuah berita dengan judul yang menggelikan namun membuat paru-paru Joanna seakan kehilangan kekuatannya untuk menghirup udara. Jantungnya berdetak semakin cepat.

Cekrek cekrek Hengpong Jadul! Menghianati pertemanan, ini potret bukti perselingkuhan Joanna dan Jevano, Foto ke 3 bikin geleng-geleng kepala!

Keheningan muncul tiba-tiba dari luar ruangan. Ketukan heels dan lantai marmer menjadi pusat utama pendengaran. Joanna menatap managernya dari kaca. Ningsih langsung mengambil ponselnya dari tangan Joanna dan menguncinya.

"Mbak disini aja, kunci pintunya," Ningsih pergi meninggalkan Joanna di ruang Make-up, lalu menutup pintu itu sedikit keras, Ia panik setengah mati. Joanna langsung bergegas mengunci pintu sesuai perintah Ningsih. Air mata mengalir deras ke pipinya. Kali ini Ia tidak peduli sedikitpun dengan make-up yang sudah terpoles sempurna.

-

Langkah Mara berhenti tepat di depan Ningsih yang baru saja menutup pintu. Mara memperhatikan Ningsih tanpa ekpresi sementara yang ditatap gemetar sendiri.

"Joanna di dalam?" suara itu, suara milik Mara, terdengar begitu tenang namun benar-benar menakutkan.

Tangis Joanna tak bisa ditahan lagi. Ia menutup mulutnya sendiri agar suara tangisnya tak terdengar. Napasnya sudah tak teratur.

Mara melangkahkan kakinya mendekat, tidak peduli dengan Ningsih yang sama sekali tak menyingkir dari depan pintu. Ia mengetuk pintu itu tenang.

Ketukan pintu membuat Joanna semakin panik.

"Joanna, buka pintunya. Gue tau lo di dalam," ketukan itu terdengar kembali.

"Mbak Jo ga ada Mbak, Mbak Jo..." Ningsih berupaya memegang tangan Mara, bermaksud membawa Mara keluar dari ruang pemotretan.

Got A Type [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang