12. Deja Vu

550 93 5
                                    

Jemian itu aneh. 

Amara yakin 100%. 

Laki-laki itu kembali seperti laki-laki aneh yang suka mengiriminya konten garing. Seakan Jemian mode serius yang cukup menggetarkan hati Amara hilang bak di telan bumi.

Amara jadi pusing sendiri. Amara rasa ini adalah satu cara Jemian. Ia hapal betul dengan beberapa laki-laki yang punya teknik tarik ulur, tapi kali ini Amara sedikit terjebak. Jemian tidak benar-benar menghilang, Ia setia mendampingi gadis itu, tapi sosok Jemian yang membuatnya bersemu setelah bertahun-tahun Ia tak mengalaminya tak ada. 

Amara curiga laki-laki itu kesambet penunggu laut kemarin. karena Jemian kembali menjadi laki-laki kikuk yang menggemaskan.

Sebentar.

Amara mengatakan gemas?

shit.

Amara hanya berpikir, Jemian secara gamblang menyatakan perasaannya, bahkan tanpa keraguan sedikitpun kemarin saat mereka di pantai. Namun laki-laki itu tetap tegas pada batasan dirinya yang hanya menjadi teman Amara tanpa niatan lebih jika Amara belum benar-benar selesai. Hal itu mengganggu Amara. 

Omong-omong soal belum selesai. Jevano hampir setiap hari mengiriminya paket bunga, mengingatknya kembali dengan bagaimana cara laki-laki itu dulu memperjuangkan cintanya.

Amara tahu Jevano sedang memperjuangkannya kembali.

Pagi ini Ia kembali menerima buket bunga. Namun jelas, Amara langsung membuangnya ke tempat sampah tak mau peduli. 

Hari ini Ia akan datang ke acara amal untuk bayi terlantar di panti asuhan. Ia rutin melakukannya. Selain karena Ia memang menyukai kegiatan ini, hal ini menjadi nilai lebih untuk branding dirinya.

Ia tidak pernah untuk sengaja menjadikan hal ini sebagai konten, Ia tulus ingin membantu. Namun terkadang beberapa orang akan membicarakan hal yang Ia lakukan dari mulut ke mulut dan seakan kegiatan amalnya adalah rahasia umum.

Panti yang Ia kunjungi tak hanya satu. Namun panti yang akan Ia datangi kali ini sudah sering Ia sambangi. Pengurus dan bahkan anak-anak di panti ini sangat mengenal dirinya.

Amara memarkirkan mobilnya. Ia sudah melihat beberapa anak yang menunggunya dengan senyum lebar mereka. 

Tepat saat Amara berjongkok di hadapan mereka, Ia diserang oleh pelukan bocah-bocah yang kebanyakan berusia 3 atau 4 tahun itu.

"Tante!" teriak mereka kegirangan.

Ada satu anak laki-laki yang paling dekat dengannya. Namanya Abel. Anak itu posesif memeluk lengannya. 

"Bu Mara sudah datang?" sapaan dari Ibu pengurus panti mengalihkan perhatian Amara. Amara tersenyum, Ia membawa Abel dalam gendongannya dan berdiri menyapa Ibu pengurus.

"Iya Bu, baru aja. Saya bawa beberapa barang, mungkin boleh minta tolong Mang Asep ambilkan," Amara tersenyum. Ia tak bermaksud menyuruh, tapi barang itu terlalu besar untuk Ia bawa sendiri, apalagi kini Abel menempel tak ingin lepas darinya.

"Biar aku bantu," Amara memutar tubuh menghadap orang yang baru datang di belakangnya.

"OM JEVANO!" pekik Abel senang. 

Lain dengan Abel, lain dengan Amara. Ia mendengus keras. Sedikit emosi. Namun tak mungkin Ia menunjukan ketidaksukaannya di depan Ibu pengurus apalagi Abel. Mungkin saja Ibu pengurus mengetahui keadaan keduanya karena mereka tentu update dengan berita tanah air, tapi tidak dengan Abel yang sibuk dengan duniannya sendiri.

Amara memaksakan senyum. "Ambil di bagasi."

Setelahnya Amara membiarkan Jevano sibuk dengan barang bawaannya. Ia mengikuti langkah Ibu pengurus untuk memasuki ruang utama yang luas. 

Got A Type [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang