23. The Begining

1.4K 97 8
                                    

Ada fakta menarik tentang hati manusia.

Bahwa rasa cinta tidak akan pernah benar-benar hilang. Setidaknya ada memori yang tersimpan layaknya rasa sayang, tidak menggebu juga tidak menyurut. Meski itu berujung pada akhir buruk seperti perpisahan.

Jevano melipat bibir. Matanya terpana pada tiap langkah Amara yang dibimbing Ayahnya menuju pelaminan, tempat dimana Jemian  menunggu kekasih tercinta. 

Faktanya, Jevano terlalu mencintai Amara hingga tak sanggup berpaling dan memilih sendiri untuk waktu yang tidak Ia ketahui. Rasa cintanya tak lagi memaksa agar Amara terikat dengan dirinya dan menjadi miliknya.

Rasa cintanya berada pada titik bahwa Ia akan bahagia jika Amara bahagia. Ia hanya akan tetap menatap dari jauh, Ia akan tersenyum mendengar kabar terbaru darinya.

Dia mungkin akan murka jika Amara menangis karena Jemian, tapi Ia bahkan tidak pantas untuk untuk itu. 

Amara yang membiarkannya menjadi saksi hari bahagianya saja Jevano sudah senang bukan main, meski bukan Ia yang akhirnya menjemput jemari Amara di pelaminan untuk bersaksi pada Tuhan dan diberkati.

"Saya, Jemian Natanel mengambil engkau, Amara Sasmita, menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

"Saya Amara Sasmita, mengambil engkau, Jemian Natanael, menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

Ikrar perjanjian itu dilantangkan kedua mempelai dengan senyum yang menyertai. Pemberkatan doa pada cincin kemudian dilakukan oleh Pendeta dan diberikan pada kedua mempelai untuk setelahnya dipasangkan pada jari untuk mengikat janji mereka.

Jevano mengalihkan pandangannya ketika Jemian dan Amara saling mendekatkan wajah, setelahnya riuh haru dari para hadirin menyusul. 

Jevano baru kembali berani memandang, saat Jemian dan Amara kini saling tatap dengan mata berbinar menunjukan kebahagiaan mereka. Kemudian mereka membungkuk mengucap terimakasih pada hadirin yang datang.

Acara pernikahan Jemian dan Amara bisa dikatakan tertutup. Tak banyak tamu undangan yang Jevano lihat. Bahkan hanya segelintir orang yang Ia kenal, namun Jevano tak berminat untuk menyapa hanya sekedar basa-basi.

Dulu, Amara yang melakukan 'basa-basi' itu untuknya karena Amara terlampau memahami Jevano yang agak kaku untuk berbasa-basi.

Jevano menunduk kala kakinya di remat oleh jemari kecil seorang anak perempuan dengan kulit seputih susu. 

"Hey Uncle," sapa bayi itu dengan senyum lebar.

"Hey, Princess!" Jevano berjongkok, untuk meratakan tinggi tubuhnya dengan bayi itu. 

Jevano mengenalnya. Namanya Judy Stacy. Jevano bertemunya sesekali, karena bayi itu tinggal di London. Dia adalah putri Joanna. 

Jevano membiarkan Judy memanggilnya Uncle, dan menjadikan Jeffery Stacy -suami Joanna- sebagai satu-satunya Ayah Judy di dunia ini. Meski Ia tahu, Judy adalah darah dagingnya. 

Namun Jevano tidak meniat untuk menyakiti perempuan  yang Ia cintai lagi. Menyakiti Amara pun butuh hukuman seumur hidup untuknya. Biarkan gadis kecilnya tumbuh seperti seharusnya. Akan lebih baik bagi Judy untuk tumbuh bersama Ayah sebijaksana Jeffery.

Got A Type [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang