08

1K 79 2
                                    

Hari terus berganti. Ini memasuki minggu kedua projek iklan. Off tidak pernah absen tersenyum di pagi hari karana akan bertemu Gun.

Contohnya pagi ini. Suasana hatinya sangat baik. Ia bahkan mengajak Win sarapan. Tapi reaksi anaknya tidak mengenakkan.

"Papi sarapan aja sendiri"

"Win!"

Nada tinggi Off membalikkan tubuh Win ke hadapannya. Ada yang tidak beres dari jawaban ketus itu.

"Kenapa kamu jawabnya gitu?"

Win mengedikkan bahu. "Mungkin karena Papi gak kasih tau aku dulu soal magang"

Mulut Off terbuka. "Oh, kamu mau?"

Bukan itu maksudnya. Win gak peduli dia ditawarin magang sama Chimon sekalipun.

"Papi bisa masukin kamu ke tim—Win!"

Gak usah dipanggil berkali-kali. Off juga gak ada niatan buat mengejar. Lebih baik ia segera berangkat sebelum jadi kesal.

"Aku udah bilang ke kantornya siang, pagi ini buka resto" kata Gun sehabis membukakan pintu untuk Off.

"Aku belum sarapan" keluh Off.

"Mau kerja kok belum makan. Kebiasaan dari dulu nyepeliin sarapan"

Gotcha. Ketahuan siapa yang gagal move on. Pertama, gak ngebolehin Off makan ramen pedesnya. Kedua, ingat kebiasaan Off skip sarapan.

Dari meja bar, Off bisa liat Gun masak. Ia berandai tentang mimpinya semalam. Melihat Gun masak di dapur rumah lama mereka. Off memeluk pinggang rampingnya dari belakang lalu mencium pipinya.

"Nih, makan"

Lamunannya buyar. Di depannya tersaji makanan mirip telur dadar dengan topping saus coklat di atasnya dan taburan rautan kayu?

"Ini apa?"

"Okonomiyaki"

Oko—apa?

"Isinya kol sama daun bawang. Aku tambahin wortel dikit"

"Kamu kan tau aku gak suka sayur sama saus"

"Terus kalo gak suka, gak makan sayur gitu"

Mending diam dan melahap okonomiyaki daripada kena omel. Walau sudah lama Off gak dengar omelan Gun.

"Gimana? Enak?"

Mulutnya penuh, kepalanya mengagguk. Ternyata sayuran bisa seenak ini rasanya. Pikir Off.

"Kamu pingin ke Jepang, kok dari kemarin makan makanan Jepang"

"Enggak. Lagi seneng aja"

Kapan-kapan aku ajak kamu liburan ke sana, ujar tatapan dalam mata Off. Ngomong-ngomong ada yang ingin ia tanyakan pada Gun.

"Kalo Chimon marah, kamu bakal ngapain?"

"Tanya apa yang buat dia marah"

Oh, saran yang salah untuk Off. Mana mungkin dia bicara empat mata sama Win terus nanya 'Kamu kenapa marah sama Papi?'

"Kalo marahnya sama kamu?"

"Aku cari salahku apa. Mungkin sebelumnya aku buat kesalahan, bentak dia, atau cuekin dia"

Off makin bingung apa salahnya ke Win. Sambil mengunyah okonomiyaki di mulut, Off memikirkan kesalahannya.

"Kenapa nanya gitu?"

"Oh, hmm, ponakanku ngambek"

Gun mengerutkan alis. "Mas kan anak tunggal"

Mulutnya terbuka tapi masih memikirkan jawaban. "Bella, Anaknya Icad"

Off berhasil lolos. Karena Gun menanyakan kabar keluarga kecil Richard setelah Off menyebutnya. Tidak mencurigainya lagi.

***

Sore ini ada pembantaian di lapangan basket. Bayu gak kasih istirahat anak-anak basket lebih dari 3 menit. Ini program latihannya buat tim mereka menang.

"Psikopat gila" umpat Win yang ditujukan pada Bayu.

Akhirnya latihan selesai. Mereka diperbolehkan pulang.

"Apa aku bilang aja ya soal Apon" ujar Chimon waktu jalan ke mobil.

"Gak usah," Win nengok lagi ngeliat Bayu. "Orang gila itu bisa tambah gila"

Chimon ketawa setelah merasakan dendam kesumat Win ke kapten tim mereka.

"Liat aja tuh, orang-orang pada pulang dia masih main. Latihan basket apa abri sih, ketat banget"

Mereka menertawakan gerutuan Win. Kemudian mobil sedan hitam Win melaju keluar angkringan.

Sehabis mengantar Chimon, Win mampir beli sushi. Kebetulan dia melihat gerombolan pemuda lagi makan. Apon dan gengnya.

"Oi, pacarnya Chimon!"

Akting Win udah bagus buat pura-pura gak liat Apon. Cuma fokusnya terganggu karena sebutan itu. Sekarang Apon duduk di sampingnya.

"Pacar liliputnya mana?" tanya Apon sangat menyebalkan.

"Kalian jadi kan undurin diri?"

Win menepis tangan Apon di bahunya. Lalu menoleh.

"Buat apa ngundurin diri kalo optimis menang tahun ini"

Apon tergelak oleh jawab sombong Win. "Kalian gak ingat gue bilan—"

"Ingat. Kapasitas otak gue masih cukup buat omong kosong" potong Win sambil menunjuk kepala.

"Cuman kalo kalian selalu menang, kenapa kita yang harus keluar? Kalian takut?"

Sampai sini Apon sadar Win gak bisa dia remehin. Mesti dikasih pelajaran biar kapok.

"Silakan, Mas, pesanannya" pelayan datang membawa pesanan. Win bergumam terima kasih lalu berdiri.

"Sampai ketemu di pertandingan" kata Win sambil menepuk pundak Apon.

Win mengendarai mobil di jalan raya dengan tenang. Tak ada hambatan karena malam hari jalanan sepi.

Tiba-tiba 3 motor menguntit di belakang. Win melihatnya di spion dalam. Salah satu mengedipkan lampu jauh.

"Mereka kenapa dah" Win terheran.

Dua motor melaju kencang. Menyamakan kecepatan mobil Win. Berkendara sejajar dan lama-lama menghimpit.

"Kurang ajar" Win mengumpat saat motor hampir menyerempet.

Beruntung Win bisa menstabilkan setiran. Tapi pengendara motor terus ugal-ugalan. Mengajak malaikat maut menyeret Win ke petaka.

CEKITTT...DERRR...

Mobil Win kehilangan kendali dan menabrak beton pembatas jalan. Win mencoba tetap sadar walau kepalanya agak pening gara-gara membentur setiran.

"Akhh..." rintihnya.

TOK..TOK..TOK..

Seseorang mengetuk kaca jendela mobil. Win membukanya. Lalu orang itu menjulurkan leher.

"Jangan macam-macam sama gue," kata laki-laki yang diyakini adalah Apon.

Apon mengambil wajah Win dengan satu tangan. "Oke. Sampai ketemu di pertandingan"

Setelah Apon dan temannya pergi, pengendara yang lewat menolongnya. Win menolak saat ditawari ke rumah sakit. Ia cuma perlu memulihkan pening setelah itu pulang.

***

Papi is A Good Papa | OffGun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang