||And it hurts so much to want something you can't have.||
☆ UNEXPECTED LOVE ☆
[Arthur POV]
Saat ini, gue lagi duduk diantara dua anak bangke yang bikin gue bisa ada di ruangan pak KepSek sekarang. Nggak lupa juga di introgasi kayak maling jemuran sempak punya tetangga. Gue paling nggak nyaman sama situasi yang kayak gini. Antara gue nggak mau kena masalah dan nggak mau dapet kasus.
"Sekarang jelaskan kepada saya apa yang sebenarnya terjadi? Nak Willy silahkan." Ucap pak Sukonto Legowo itu natap kami bertiga secara bergatian dengan mata elangnya. Sumpah, bikin ngeri. Berasa ditatap medusa, takut jadi batu gue kalo natap matanya balik.
"Kok saya pak?! Maaf nih ya pak sebelumnya. Maaf maaf nih, maaf banget. Awal dari akar permasalahan ini tuh bukan saya. Saya cuma sebagai saksi yang terlibat. Bapak bisa minta penjelasan dari murid kesayangan sekolah ini. Tuh." Tutur Willy yang mulai kepancing emosi dan nunjuk Ajun di sebelah kanan gue nggak woles.
"Kok gue?! Yang main adu fisik kan lo duluan." Timpal Ajun nggak terima sambil natap Willy nggak nyantai.
"Terus kenapa kalo main fisik duluan? Masalah? Lo pikir aja kalo misalnya lo yang ada di posisi gue. Gimana reaksi lo ketika ngeliat temen lo sendiri di gituin?! Nggak usah playing victim deh. Kalo udah salah ya ngaku salah ajalah. Nggak usah nyari pembelaan sana sini. Lo kiraー"
BRAK!
"Tolong jangan ribut di ruangan saya. Maksud dan tujuan saya manggil kalian semua itu untuk menjelaskan secara rinci apa yang terjadi, bukan lanjut ribut part dua." Lerai pak Sukonto itu bikin gue tersentak kaget, dan dua anak curut ini langsung pada kicep. Tau nih, lagi di sidang bukannya jaga image bae-bae biar masalah cepet clear, ini malah makin menggebu-gebu. Kan jadi makin keliatan salah. Pada blo'on nih.
Pak Sukonto memijat pangkal hidungnya, keliatan banget kalo beliau lagi pusing. "Hadeehh~ Remaja sekarang. Kerjaannya kalo nggak cari sensasi ya cari masalah. Bukannya pada belajarー"
"Saya nggak nyari sensasi pak." Si Ajun nyaut tanpa dosa. Buset, berani banget nyela omongan orangtua, pak KepSek lagi ini jatohnya.
"Saya juga." Willy ikut-ikutan.
"Apalagi saya pak. Saya nggak ikutan malah." Gue ikut mengabsen.
"Cukup. Cukup. Bapak tidak mau kena serangan jantung tiba-tiba cuma karena dengerin ocehan kalian." Ujar pak Sukonto untuk menenangkan situasi. "Ada laporan ke Bapak kalau kalian bertiga mencari keributan. Dan terbukti, Bapak liat lho dengan mata kepala Bapak sendiri. Kita persingkat aja yah biar kepala Bapak nggak pusing. Masalah awalnya apa sampe bikin ribut disekolah? Hm?" Pak Sukonto berusaha make kepala dingin buat mengusut masalah ini.
Lagian anak mana sih nih yang bawa-bawa kepala sekolah?! Minta dihajar banget. Nambah-nambahin masalah aja.
Gue, Willy maupun Ajun nggak ada yang mau angkat bicara. Gue sih jelas-jelas ngehindar yah, karena emang disini kan jatohnya gue cuma korban. Nggak ada sangkut-pautnya sama mereka yang baku hantam.
"Lho? Kok diem? Lagi puasa ngomong? Ya sudah, gini aja. Kamu nak Willy." Tunjuk pak Sukonto ke Willy yang lagi masang muka tablo. "Kamu ada masalah apa? Kok ya kamu tega mukul temen sendiri? Kamu anak kelas tiga kan? Mbok ya udah paham sama peraturan sekolah."
Willy menghela nafasnya panjang. "Pertama, Ajun bukan temen saya. Kedua, naluri seorang teman pak. Saya nggak terima. Temen saya dipermalukan didepan khalayak umum. Yaudah, saya cuma ngasih dia sedikit pelajaran aja kok, karena emang perlu dihajar. Untuk tidak semena-mena pada orang lain. Itu aja sih pak. Saya nggak ada masalah, tapi dia yang nyari masalah." Jelas Willy lalu menyenderkan punggungnya pada kursi. Nggak peduli tatapan Ajun yang udah nyalang nantap Willy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love
RandomKejar apa yang harus di kejar. Pertahankan apa yang pantas di pertahankan. Dan tinggalkan apa yang harus ditinggalkan. Hatimu tau kapan saatnya.