Dag Dig dug ser, kini yang dirasakan jantung Dira. Dia beserta Agam kini sudah berada didepan bangunan rumah kokoh yang terkesan mewah. Rumah itu adalah tempat dimana kedua orangtua Agam menghabiskan sisa waktu tua mereka dengan masih ditemani oleh kedua adik Agam yaitu Akmal dan Vini.
Perasaan minder muncul dalam hati Dira, bagaimana pun dia sadar diri keluarga Agam adalah keluarga berada mana mungkin bisa menerima dia sebagai menantu, kuliah saja Dira kini sudah putus. Agam meraih tangan Dira dan menggandengnya untuk memasuki rumah megah tersebut.
Sesampainya didepan pintu, rasa ragu Dira kian menjadi. Sempat menghentikan langkahnya sejenak tapi kembali ditarik oleh Agam yang dengan mudah dapat membuka pintu didepannya.
Pertama memasuki rumah, langsung menapak pada ruang tamu. Disana kosong tidak ada orang samasekali, Agam melanjutkan langkahnya dengan tetap menggenggam tangan Dira. Ruang yang akan mereka tuju kini adalah ruang keluarga yang sudah dapat terdengar suara beberapa orang yang tengah bercengkrama khas keluarga harmonis.
"Assalamualaikum." Salam yang Agam ucapkan membuat perhatian orang-orang yang tengah berkumpul, kini teralihkan pada mereka berdua. Seluruh pasang mata orang dewasa disana menatap penuh penasaran, terutama pada Dira.
Agam mengajak Dira untuk mendekati kedua orang tuanya untuk bersalaman. Pertama orang yang disalami Dira adalah ayah Agam, dan tidak ada masalah. Selanjutnya, beralih pada nyonya rumah yang dengan sekali lihat saja sudah bisa mendeskripsikan bagaimana dirinya, glamor. Dira meraih tangan halus itu lalu menciumnya, tapi seakan tidak ingin lama bersentuhan dengan Dira, ibu Agam itu dengan cepat menarik kembali tangannya. Dira terkejut tapi dia masih bisa menutupinya, dari sini saja sudah dapat disimpulkan bahwa nyonya rumah tidak menyukai kehadiran Dira dirumah ini. Lalu Dira lanjut menyalami kedua adik Agam, Akmal dan Vini yang kini tengah menggendong Nara.
"Ma, Pa kenalin ini Dira. Aku udah pernah cerita sebelumnya tentang Dira."
"Malam om, Tante." Dira tersenyum sopan, meskipun tau bahwa tatapan nyonya rumah ini sedari tadi tidak berhenti mengamati penampilan mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Ya. Silahkan duduk Dira. Agam memang sudah beberapa kali mengatakan niatnya untuk menikahi kamu." Tuan rumah mempersilahkan Dira untuk duduk bergabung dengan mereka. Dira memilih untuk duduk di sofa kosong dan diikuti oleh Agam yang duduk disebelahnya.
"Jadi Agam sudah bicara dengan Dira, dan kita sepakat untuk menikah. Agam mohon Mama dan Papa untuk merestui pernikahan ini." Ibu Agam berdecak pelan setelah mendengarnya, tapi Dira masih bisa mendengarnya. Bahkan nyonya rumah sampai memalingkan wajahnya tidak ingin menatap pada kedua manusia yang sedang meminta restu.
"Pernikahan ini yang akan menjalankan kalian berdua, Papa rasa disini tidak punya hak untuk menghalangi. Papa merestui kalian berdua, apapun yang terbaik untuk kalian nanti pasti akan Papa dan Mama dukung."
"Mama Ke atas dulu. Capek, mau istirahat." Tatapan Dira nanar memperhatikan calon ibu mertuanya yang pergi begitu saja, sangat menunjukkan bahwa dia memang tidak senang dengan pernikahan ini. Dira menatap Agam yang juga tengah memperhatikan ibunya, siapapun yang berada di ruangan ini pasti juga menyadari bahwa nyonya rumah ini tidak suka dengan keputusan yang diambil anaknya. Agam mengangguk, meyakinkan Dira agar tidak mengambil pusing tindakan ibunya.
"Maaf ya Dira, Mama Agam memang begitu orang nya. Dia masih terlalu takut Agam mengalami kegagalan untuk yang kedua kali." Jelas tuan rumah karena merasa tindakan istrinya itu sudah tidak sopan pada tamu mereka.
"Tidak apa Om, saya mengerti." Dira memaklumi jika hal itu terjadi. Agam yang hidupnya nyaris mendekati sempurna akan menikah dengan dirinya, yang hanya seseorang yang menyimpan banyak cela. Pastilah orang akan sangat menyayangkan hal itu.
"Permisi kak, boleh tolong gendong Nara sebentar, aku pegel kak dari tadi Nara gak mau digendong lainnya."
"Oh iya, boleh." Dengan senang hati Dira menerima Nara dari gendongan Vini. Bayi itu tampak tidak terusik dengan berpindahnya dia.
"Dira sudah makan, Gam?"
"Sudah Pa, tadi sebelum kesini kita sempat mampir dulu ke tempat makan. Tapi Aku gak bawa untuk orang rumah karena katanya udah pada makan malam semua."
"Nanti pulangnya jangan kemalaman, Gam. Kasian Dira."
"Iya Pa. Sebentar lagi Agam juga mau pulang."
"Ya sudah Papa keatas dulu nyusul Mama." Agam mengangguk, sebelum pergi papanya sempat menepuk pelan bahu Agam. Memberi tanda bahwa dia kan membantu berbicara dengan mamanya.
Agam melihat Nara yang terlihat sudah sangat terlelap dalam gendongan Dira.
"Kakak balik dulu dek, kayaknya Nara udah pulas banget. Kalian berdua jangan keseringan begadang." Agam memperingati kedua adiknya itu yang sangat gemar begadang, yang satu untuk bermain game dan satunya lagi maraton drama Korea.
"Kakak ih sok tau. Aku sekarang sama bang Akmal itu udah jarang begadang tau, iya kan bang?" Vini meminta pendapat Akmal agar Agam bisa percaya padanya, yang dibalas dengan anggukan singkat oleh Akmal. Akmal dan Vini memanggil Agam dengan sebutan kakak, sedangkan untuk Akmal sendiri Vini lebih senang memanggil dengan sebutan Abang. Katanya agar tidak bingung.
"Ayo biar aku anterin sampai depan." Vini dengan senang hati memandu pasangan calon suami istri itu hingga sampai di teras rumah. Dalam hati Dira masih bersyukur bahwa masih ada Vini yang terlihat sangat welcome pada dirinya, sedangkan untuk Akmal sendiri dia tidak tau.
"Langsung anterin kak Dira pulang loh. Jangan ajak mampir-mampir dulu." Vini memperingati kakaknya dengan tatapan penuh arti. Agam hanya memberikan tatapan sinis pada adiknya satu ini yang sangat jahil.
"Kebanyakan nonton drama kamu jadi kotor kan pikirannya." Bisik Agam pelan.
"Kak Dira nanti kalau diajak mampir-mampir jangan mau ya." Dira mengangguk, dia masih tidak tau maksud yang sebenarnya dari ucapan Vini. Dira mengira bahwa Vini tidak memperbolehkan mampir karena hari sudah malam takutnya nanti malah jadi bahan omongan orang jika pulang terlalu larut.
"Udah jangan didengerin. Ayo naik." Agam membantu Dira membuka pintu, karena pasti Dira akan kesusahan karena masih menggendong Nara yang terlelap.
"Kalian udah kayak suami istri yang mau pulang habis mengunjungi mertua deh." Vini masih asik menggoda pasangan didepannya. Menurutnya itu adalah hal yang menyenangkan.
"Biarin aja Vini, dia emang jahil." Agam segera menutup pintu di samping Dira, setelah Dira berhasil masuk sepenuhnya.
Agam menyempatkan menghampiri Vini Lalau berbisik tepat ditelinga nya.
"Kamu mau keponakan cowok apa cewek dek? Kakak mau ajak Dira mampir bentar nanti." Setelah berhasil mengatakannya Agam segera meninggalkan adiknya yang shock mendengar bisikan mengerikan itu. Agam lantas meninggalkan sang adik dengan cengiran tidak berdosa yang tercipta diwajahnya."Aku laporin Papa kalau kakak berani macam-macam, dasar duda satu ini." Teriak Vini mendampingi mobil agam yang sudah mulai meninggalkan rumah orangtuanya.
____
Agam jahil juga ya ternyata.
Btw, maaf banget kemarin gak bisa update karena terkendala jaringan. Tetap masih pada semangat kan bacanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Doctor
Lãng mạnDira tidak tau lagi harus bagaimana untuk membayar pengobatan ayahnya. Kerja serabutan sudah dia lakukan tapi tidak cukup juga, hingga Dira rela putus kuliah demi usaha mempertahankan ayahnya. Hingga saat itu tiba, tidak angin tidak ada hujan. Tiba...