part 5

40.5K 2.1K 7
                                    

Hari itu pun tiba, dimana Agam harus mengucapkan ijab atas nama Dira. Persis seperti yang diinginkan oleh Dira, hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja. Dari pihak Dira sendiri yang hadir hanyalah ayah Dira, Paman juga bibinya. Kebetulan karena beberapa hari lalu kondisi ayah Dira sudah mulai membaik dan dokter mengizinkan untuk pulang, tapi tetap masih harus chek up rutin kerumah sakit. Sedangkan keluarga Agam lebih banyak, ada keluarga kecilnya juga beberapa sanak saudara lain.

Agam kini telah siap didepan penghulu yang akan menikahkan mereka, sedangkan Dira masih ada dalam kamar ditemani oleh Vini, adik Agam. Pernikahan dilakukan di kediaman Agam karena nantinya mereka akan tinggal disana.

Setelah semua siap, ijab kabul dilaksanakan. Agam mengucapkan ijab dengan penuh keyakinan, suara tegasnya mengalun hingga terdengar kedalam kamar yang kini masih terdapat Dira didalamnya. Dira terharu mendengar seorang laki-laki mengucapkan ijab atas nama dirinya, air mata berusaha untuk ditahan agar tidak jatuh merusak makeup tipis yang tersemat di wajah cantik Dira.

Tak lama Dira dijemput keluar oleh bibinya lalu dituntun untuk segera duduk disebelah Agam, kini tidak terasa Dira sudah resmi menjadi istri seorang dokter Agam yang sungguh tidak disangka oleh Dira.

Setelah proses ijab selesai dilanjut oleh sesi foto bersama sanak keluarga lalu dilanjutkan dengan makan dan berakhir dengan seputar obrolan ringan. Dira merasa agak sedikit terganggu, karena sampai saat ini Mama mertuanya masih bersikap cuek pada Dira. Tapi yang Dira Syukri disini adalah, keluarga Agam tidak membedakan status sosial mereka dan bersikap sopan pada keluarganya.

Hari menjalang siang, kini saudara yang menghadiri acara ijab itu sudah pulang kerumah masing-masing. Hanya tersisa keluarga inti Agam saja. Vini dan Akmal yang sedang menemani Nara bermain di ruang keluarga, sedangkan kedua mertua Dira sedang beristirahat di kamar tamu. Rencana keluarga Agam akan pulang nanti malam, dan Dira tidak keberatan sama sekali tentang itu. Sebisa mungkin dia akan menarik perhatian ibu mertuanya agar bisa secara utuh menerima Dira dalam keluarga mereka.

"Dokter sudah mandi?" Tanya Dira saat memasuki kamar yang mulai sekarang akan ditempati dirinya juga. Sejujurnya tadi Dira sempat merasa ragu untuk masuk kedalam kamar Agam, tapi mulai sekarang dia harus membiasakan diri.

"Saya sudah menjadi suami kamu Dira, jangan panggil dokter." Peringat Agam, dia risih saja mendengarkan Dira memanggilnya dokter. Untungnya tadi didepan keluarga mereka Dira tidak keceplosan memanggil Agam dengan sebutan dokter.

"Udah kebiasaan Dok. Emangnya mau panggil apa lagi?"

"Tidak ada seorang istri yang memanggil suaminya dengan sebutan dokter, dan saya cukup risih mendengar kamu memanggil begitu."

"Terus panggil apa dong? Masa panggil nama aja, kan gak sopan."

"Panggil Mas, saya suka seperti itu."

"Mas." Dira mencoba panggilan itu.

"Ih gak cocok tau."

"Terserah kamu." Pasrah Agam tidak ingin berdebat, dia sangat ingin Dira memanggilnya dengan sebutan itu. Entah karena alasan apa, menurut Agam itu terdengar manis tapi tetap sopan. Tapi jika memang Dira tidak mau Agam juga tidak akan memaksa, yang terpenting disini adalah kenyamanan bersama.

"Oh iya. Aku baru ingat tadi pas lihat buku nikah kita, aku baru sadar loh kalau umur kita selisihnya cukup jauh."

"Lalu?"

"Panggil Om aja gimana? Kayaknya lebih cocok deh." Ujar Dira asal. Jika dilihat dari segi umur, mereka memang terpaut cukup jauh, 12 tahun. Agam kini sudah memasuki usia kepala tiga, lebih tepatnya 33 tahun. Tapi tenang saja, dilihat dari muka Agam tidak setua itu kok, masih cocoklah bersanding dengan ABG seperti Dira.

"Jangan ngawur. Emang kamu mau dikira simpanan om-om kalau di dengar orang lain?" Angkuh Agam. Membahas umur sebenarnya adalah kelemahan Agam, apalagi jika istrinya seperti Dira yang masih muda.

"Eh iya ya. Ya udah deh, Mas aja gak ada pilihan lain soalnya."

"Sana kamu mandi, biar segeran. Saya tunggu buat sholat berjamaah."

"Eh tunggu dulu, tas aku mana ya?" Tadi pagi-pagi sekali Dira memang membawa tas yang berisi beberapa bajunya. Sengaja memang masih belum Dira bawa semua barang-barangnya.

"Kenapa nyari tas?"

"Baju aku ada disana Mas. Tapi aku gak tau ada dimana tas nya soalnya tadi pas sampai sini langsung diambil sama Vini."

"Nanti saya tanyain ke Vini."

"Terus nanti kalau udah mandi aku pake apa dong? Masa masih mau pake kebaya lagi, capek tau berat."

"Tidak usah pakai baju." Dira melotot. Meskipun sudah suami istri masa sih Agam harus mengatakan segamblang itu. Perawan satu ini kan malu jadinya.

"Otaknya ih kotor. Gak mau, aku mau cari tas aku aja dulu."

"Cepat mandi, nanti keburu waktu sholatnya habis."

"Terus aku pakai apa mas?" Agam berjalan menuju lemarinya, mengambil kaos dan menyerahkannya langsung pada Dira.

"Apa?" Rupanya Dira masih tidak mengerti maksud Agam memberikan pakaiannya.

"Pakai itu, cepat mandi jangan lama-lama."

"Pake ini aja?" Dira merentangkan kaos yang diberikan Agam. Ukurannya besar jika dipakai dirinya. Masa Dira harus pakai ini? Tidak masalah sih, tapi kan untuk dalam nya bagaimana?

"Iya, itu aja." Agam mengatakan penuh penekanan. Bukan dia tidak mengerti maksud Dira, Agam sangatlah mengerti.

"Pikirannya dijaga, saya tidak akan macam-macam untuk sekarang ini. Tapi nanti malam akan beda lagi." Menunjukkan seringainya yang terlihat menyeramkan di mata Dira. Agam segera menyeret Dira untuk memasuki kamar mandi. Tepat di depan pintu kamar mandi, Dira masih meratapi pakaian yang diberikan oleh Agam.

"Cepat mandi. Atau mau saya yang mandikan?" Dira menatap Agam horor. Otaknya sungguh tidak menyangka bahwa dokter Agam yang sangat terlihat berwibawa jika bekerja, dapat menjadi mesum seperti ini.

Sebelum Agam merealisasikan ucapannya, dengan buru-buru Dira masuk kedalam kamar mandi, dan langsung mengunci pintunya. Jantungnya berdegup dua kali lipat lebih cepat dari biasanya. Dira perlu menenangkan degub jantungnya sejenak.

Diluar sana, Agam terkekeh karena kelakuan istrinya itu yang menggemaskan. Baru beberapa jam menjadi suami dari seorang Dira saja sudah membuat Agam bahagia, semoga saja kedepannya akan terus seperti ini.

Pikir Agam sungguh polos istrinya itu. Untuk saat ini Agam masih harus menahan diri, waktunya belum tepat. Tapi lihat saja jika begitu mendapat waktu yang pas tidak akan Agam sia-siakan, langsung tancap gas pokoknya.

Agam duduk dengan santai di atas ranjang. Menanti Dira untuk segera keluar dari kamar mandi. Sudah tidak sabar Agam melihat penampilan Dira yang akan sangat membuatnya tercengang. Semoga saja masih kuat imannya sampai waktu itu tiba.

• • •

Jangan lupa vote ya. Udah itu aja.

Married with Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang