Ekspetasi Agam berbeda dengan yang tengah terjadi sekarang, penantian Agam untuk menunggu Dira keluar dari kamar mandi berakhir dengan kekecewaan yang diterimanya. Memang benar Dira tidak lama melakukan acara mandinya, juga seperti permintaan Agam Dira mengenakan juga kaos yang diberikannya, tapi masih dengan dilapisi oleh handuk model kimono yang belum sempat Agam sembunyikan.
Sabar Agam, ada saatnya kamu bisa melihat sepuasnya nanti. Mereka telah selesai menunaikan kewajiban sebagai umat beragama, Agam kini sedang menghampiri sang adik hendak menanyakan dimanakah tas yang berisi pakaian Dira ditaruh.
"Dek, tas Dira kamu yang taruh?" Vini yang masih menemani Nara sontak menoleh kearah kakaknya.
"Iya, aku taruh dikamar sana." Vini menunjuk tempat yang tadi ditempati oleh Dira saat prosesi ijab kabul dilakukan. Agam mengangguk lalu segera masuk kedalam kamar yang dimaksud. Pandangannya mengedar, berusaha menemukan tas, dan akhirnya ketemu.
"Sini dek, kamu istirahat aja biar Nara sama kakak." Agam meminta Nara. Vini pasti kecapean, mulai tamu berpulang dia sudah siaga menjaga Nara karena Agam dan Dira masih sibuk mengantar para tamu yang akan pulang. Untungnya Vini tidak merasa keberatan sama sekali menjadi baby sitter sementara untuk Nara. Memang benar ucapan orang, baby sitter ternyaman adalah tantenya sendiri.
"Nara sama aku dulu aja, emang gak mau pacaran dulu sama kak Dira." Vini menatap kakaknya menggoda, Agam hanya geleng-geleng kepala pada adiknya itu. Kadang Agam merasa bahwa pikiran Vini jauh lebih dewasa dibanding umurnya.
"Udah sini Nara, sebentar lagi juga pasti tidur, Kamu jangan lupa sholat." Vini menyerahkan Nara dalam gendongan Agam, lalu dibawanya menuju lantai dua, tempat kamarnya dan Dira berada.
"Ada Mas tasnya?" Tanya Dira saat Agam baru saja menginjakkan kakinya di kamar mereka.
"Ini, cepat ganti baju lalu kita istirahat." Agam menyerahkan tas yang dibawanya, Dira mengambilnya dengan senang hati. Untung saja tadi dia sempat menemukan handuk sebelum keluar dari kamar mandi. Jadinya dia tidak perlu merasa malu jika hanya mengenakan selembar kaos kedodoran milik Agam.
Dira memasuki kamar mandi dengan tas ditangannya, akhirnya dia bisa terbebas dari handuk yang membuat dia merasa kegerahan. Bayangkan saja siang bolong seperti ini harus berselimut handuk tebal, pastilah sangat panas meskipun kamar Agam ini sudah tersedia AC tapi tidak dinyalakan oleh pemiliknya.
"Taruh aja tasnya disana." Melihat istrinya yang kebingungan hendak menaruh tasnya di mana, Agam menunjuk lemari. Dira berjalan dan membuka lemari yang ditunjuk Agam, lalu dia menaruh tasnya di ruang kosong yang terdapat di lemari.
"Kamu cuma bawa baju itu aja?" Tanya Agam bingung, pasalnya tas yang dibawa Dira itu kecil mungkin hanya muat untuk beberapa potong baju saja.
"Nggak, masih ada 2 lagi di tas." Dira menghampiri Agam dan Nara yang sudah berada di atas kasur. Nara kini terlihat sudah mengantuk sedang diberi susu formula oleh ayahnya. Kadang Dira merasa kasihan bahwa bayi sekecil Nara diberi susu formula.
Agam pernah berkata bahwa sejak lahir Nara memang sudah dibiasakan meminum susu formula karena ibu kandungnya yang selalu menghindar jika disuruh memberi asi pada Nara, dengan berbagai alasan yang dibuatnya. Asinya tidak keluarlah, perih, dan alasan lainnya.
"Cuma bawa itu aja?"
"Iya tadi buru-buru gak sempat beresin barang, mungkin besok aku ambil ke rumah ayah." Agam mengangguk. Diamatinya Dira yang hanya menggunakan daster rumahan sederhana, seperti ada sesuatu yang menarik dari Dira. Dira terlihat bertambah cantik Dimata Agam.
"Mas kok bengong." Dira menepuk pelan lengan Agam. Tersentak dari lamunannya, Agam terlihat kikuk karena telah kepergok mengamati sang istri. Tak apa lah lagian juga sudah halal.
"Lucu banget, anak siapa sih ini." Bayi yang awalnya sudah terlihat ngantuk itu, kini sudah kembali melek. Seakan mengerti apa yang dikatakan oleh ibu barunya, Nara tersenyum sambil berceloteh. Tangan dan kakinya bergerak seakan ingin menggapai sesuatu. Dira menurunkan wajahnya mendekati Nara, dikecupnya kedua pipi gembul milik Nara. Bayi itu malah semakin kesenangan diperlakukan seperti itu.
"Besok saya antar."
"Emang gak kerja?" Dira mengalihkan tatapannya menuju ayah si bayi.
"Libur, lusa baru masuk." Baru saja Dira ingin membalas Agam, tapi suara rengekan yang berasal dari Nara itu menghentikannya. Seakan bayi itu tidak suka jika diabaikan oleh ibu barunya. Dira kembali menatap Nara dan menyuguhkan senyum manisnya.
"Apa sayang? Nara mau apa?" Bayi itu kembali tertawa, Dira yang merasa gemas dengan Nara langsung menghujami wajah Nara dengan kecupan. Seperti sebelumnya bayi itu malah semakin mengencangkan tawanya. Gemas sekali rasanya Dira pada bayi itu, ingin gigit.
"Nara umur berapa sekarang Mas?" Dira bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari Nara. Agam tersenyum memperhatikan interaksi mereka berdua, dia merasa tidak salah telah menjadikan Dira sebagai istrinya.
" 11 bulan." Agam masih asik memperhatikan kedua perempuan tersayangnya.
"Udah 11 bulan ternyata. Aku kira udah satu tahun lebih." Memilih tidak menjawab, Agam menikmati momen seperti ini, dimana anaknya mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu yang selama ini tidak pernah didapatkannya. Agam merasa bersalah jika mengingat masalalu, kenapa dia tidak bisa memperjuangkan hak Nara. Seharusnya sebagai seorang kepala keluarga Agam bersikap tegas, mungkin karena waktu itu dia cepat terlena dengan mantan istrinya. Tapi Agam pastikan bahwa sekarang dia tidak akan lagi terlena dengan perempuan manapun karena sudah ada Dira yang siap mendampingi hidupnya hingga ajal menjemput, semoga saja.
Saking indahnya pemandangan didepannya, tidak terasa jika Agam kini sudah memejamkan mata. Dira hanya merasa sudah tidak ada pergerakan dari sampingnya, kini menoleh kearah pria yang sudah menjadi suaminya.
"Pantes diam, udah tidur ternyata." Nara kini sudah mulai merengek ingin digendong. Dira segera mengambilnya sebelum bayi itu mengeluarkan tangis dan mengganggu tidur ayahnya.
Dira me momong Nara sambil tangannya memberikan susu. Berharap bayi itu akan segera tidur menyusul sang ayah, karena jujur saja Dira merasa lelah saat ini. Semalam Dira sempat begadang karena tidak bisa tidur. Hanya acara ijab saja sudah lelah seperti ini bagaimana jika sampai ada resepsi, Dira tidak bisa membayangkan akan secapek apa dirinya nanti.
Beberapa menit menggendong Nara, akhirnya bayi itu sudah terlelap juga. Dira memastikan bahwa Nara sudah benar-benar nyenyak agar nanti saat ditaruh dalam box nya dia tidak kembali bangun. Dira membenarkan posisi bantal Nara Agara bayi merasa nyaman.
Setelah menaruh Nara, Dira berjalan kearah ranjang. Jujur Dira merasa gugup karena baru kali ini dia akan tidur satu ranjang dengan laki-laki yang baru sja menjadi suaminya. Dira berdoa semoga saja Agam tidak tiba-tiba terbangun dan meminta hak padanya, selain hari masih siang, masih ada mertuanya dirumah dan Dira tidak ingin orang-orang curiga dengan cara berjalannya yang aneh nanti. Jangan tanya Dira tau dari mana hal seperti itu, karena pastinya Dira juga pernah membaca novel di aplikasi Oren itu.
TBC
Masih ada yang nungguin ga sih?
Yuk semangat terus vote 💪Untuk yang mau kasih kritik dan saran, Monggo dipersilahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Doctor
RomansaDira tidak tau lagi harus bagaimana untuk membayar pengobatan ayahnya. Kerja serabutan sudah dia lakukan tapi tidak cukup juga, hingga Dira rela putus kuliah demi usaha mempertahankan ayahnya. Hingga saat itu tiba, tidak angin tidak ada hujan. Tiba...