part 16

33K 1.7K 7
                                    

Kini para ciwi-ciwi itu telah memasuki store baju ternama, lebih tepatnya Vini yang mengajak masuk kedalam sana. Jangan lupa juga seorang laki-laki yang merangkap menjadi asisten mereka, yaitu Agam dengan Nara yang sudah bertengger di gendongannya. Lihatlah beberapa paperbag milik kedua perempuan didepannya ya tergantung di tangan lelaki itu. Meskipun begitu Agam tidak mengeluarkan protes sama sekali.

"Bagus kayaknya buat kak Dira." Ujar Vini menempelkan setelah baju tidur pendek pada Dira. Dengan refleks Dira menoleh kearah Agam, dan sesaat kemudian dia mundur selangkah menjauhi baju yang dipegang Vini.

"Ya kan kak?" Vini meminta pendapat dari suami Dira tersebut. Sepasang suami-istri itu saling bertatapan. Tidak lama kemudian Agam memutuskan tatapan mereka dan beralih pada adiknya.

"Bagus." Jawab Agam kemudian. Tampa menunggu persetujuan dari Dira, Vini segera memasukkan baju itu kedalam kantung belanjaan mereka.

"Ya udah, beli berarti." Ujar nya. Jangan tanya tentang Dira, karena wanita itu kini pipinya telah merona. Kentang banget kan Dira, baru begitu saja sudah malu-malu kucing.

Setangah jam kemudian, mereka baru keluar dari store baju itu. Sedari tadi Vini yang sibuk memilih-milih, bahkan baju untuk Dira sekalipun Vini yang memilihkan. Katanya kesempatan karena yang bayar tentu saja Agam, dan Vini tidak ingin menolak rejeki. Ada-ada saja alasan Vini.

Saking asiknya sampai tidak sadar, tiba-tiba saja hari kini sudah beranjak malam. Dan lihatlah adik bungsu Agam itu masih terlihat bersemangat untuk menjelajahi mall yang sangat luas ini. Agam yang bertugas sebagai asisten saja sudah terlihat lelah apalagi sedari tadi dia harus menggendong Nara sendiri. Melihat itu membuat Dira tidak tega, kasihan dengan suaminya.

"Adek gendong Mama yuk. Papa udah capek kayaknya." Dira berinisiatif untuk mengambil Nara dari gendongan suaminya. Setidaknya hal itu dapat meringankan beban suaminya. Kasihan sekali pulang kerja bukannya istirahat dirumah, malah ikut berkeliling mall dengan mereka. Ingatkan Dira untuk memijat suaminya nanti.

Nara tampaknya tertarik dengan ucapan Dira. Bayi itu kini telah berpindah bersama ibunya.

"Udah malam. Makan dulu yuk kak, kak Dira pasti juga gak masak kan dirumah."

Benar apa yang dikatakan oleh Vini, mereka sepertinya memang harus makan disini saja. Dan berakhirlah mereka di salah satu restoran terdekat dari tempat mereka tadi.

Beberapa hidangan kini telah tersaji didepan. Beruntungnya karena restoran itu memiliki kursi khusus bayi, hingga tidak perlu makan sambil memangku Nara. Untuk Nara sendiri, Dira beri makanan khusus yang dibawanya dari rumah.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, makanan lezat itu kini telah tandas. Agar tidak mengulur waktu yang lama, Dira segera pamit menuju toilet untuk membersihkan muka belepotan Nara. Dira juga berniat untuk mencuci muka anaknya itu karena tampaknya Nara sudah mulai mengantuk. Jadilah jika nanti Nara tidur di mobil, bayi itu sudah dalam keadaan bersih hanya tinggal mengganti pakaiannya saja.

Dira pergi meninggalkan dua kakak beradik itu di meja.

"Kak Agam gak ada niatan mau tambah gitu?" Agam mengernyit mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut adiknya. Jujur saja Agam sudah merasa sangat kenyang dan tidak ada niat untuk menambah makanan lagi.

"Kamu belum kenyang?" Pertanyaan malah dibalas dengan pertanyaan, Vini berdecak. Memang dasar, kemana otak pintar nan jenius yang dimiliki kakaknya itu berada.

"Bukan itu maksud aku." Ucap Vini geregetan. Agam semakin tidak mengerti kemana arah pembicaraan adiknya itu sebenarnya. Lagi dan lagi Vini berdecak, sepertinya kemampuan kakaknya ini perlu dipertanyakan lagi.

"Anak kak." Jawab Vini dengan penekanan. Agam hanya tampak mengangguk-angguk tanda dia sudah mengerti. Tapi lihatlah masih tidak memberi respon yang berarti juga. Kesal Vini rasanya pada kakaknya itu, dia sendiri heran kenapa bisa Dira bisa betah dengan kakaknya itu.

"Nanti aja, Nara masih kecil." Jawab Agam kemudian, menyadari bahwa adiknya itu tengah kesal padanya.

"Padahal udah pas itu Nara kalau punya adik, enak kan nanti ada temannya dirumah." Vini membujuk kakaknya. Entahlah Agam juga tidak mengerti jalan pikiran adiknya itu, mungkin dia sudah ingin punya keponakan lagi kali ya.

"Doakan saja."

"Beneran ya?"

"Hmmm." Vini tersenyum senang, dia sangat tidak sabar lagi ingin memiliki keponakan. Semoga saja nanti dapatnya laki-laki.

* * *

Akhirnya setelah beberapa menit perjalanan, Dira dan Agam kini telah sampai di depan gerbang rumah. Dan dengan sigap Mbok membukakan untuk mereka. Jangan lupakan satu mobil yang dengan setia membututi mobil yang Agam Kendarai, jangan curiga dulu itu bukan mobil penguntit atau sebagainya. Itu adalah mobil Vini, katanya malam ini dia ingin menginap saja.

"Aku masuk duluan ya Mas, kasihan Nara pasti gak nyaman tidur gini terus."

"Iya." Jawab Agam singkat, dia juga sadar anaknya mulai bergerak tidak nyaman karena tidur dalam keadaan duduk terlalu lama.

Dua mobil kini telah ter parkir dengan benar. Sang pengemudi satu persatu keluar dari mobilnya. Tanpa mempersilahkan adiknya untuk masuk, perempuan itu sudah masuk terlebih dulu dari pada Agam. Biar sajalah adiknya itu mau berbuat apa. Sebelumnya Vini memang sering menginap disini jika Agam diharuskan untuk lembur, bedanya dulu bersama Mama sekarang tidak.

"Kak." Vini memanggil Agam, mencegah kakaknya untuk naik menuju lantai dua tempat kamarnya berada.

Agam membalikkan badannya dan menatap ke arah adiknya malas. Dia sudah yakin bahwa ini bukanlah urusan penting yang patut dibahas.

"Kenapa?" Agam bertanya malas-malasan. Sejujurnya dia tidak berminat berbicara dengan adiknya karena badannya saat ini sudah terasa lelah dan ingin cepat-cepat rebah.

"Ingat loh kata aku tadi." Agam memutar bola mata jengah, dia balik badan dan berjalan meninggalkan sang adik.

"Aku tunggu loh kak." Teriakan Vini tidak dihiraukan oleh Agam.

Sesampainya di kamar, Agam tidak melihat keberadaan Dira. Hanya ada Nara yang terlelap di dalam box nya. Air yang mengucur dari dalam kamar mandi menandakan bahwa istrinya itu berada disana.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, Dira keluar dari sana dengan badan yang sudah kembali segar. Dan digantikan oleh Agam yang akan memasuki kamar mandi.

"Mas." Dira mencekal tangan Agam, sebelum pria itu berhasil masuk ke dalam sana.

"Mau aku pijit?" Sejenak Agam memaku mendengarnya. Memang tidak ada yang salah sih dengan pertanyaan itu, yang salah disini adalah otak Agam yang kotor.

"Boleh." Ucap Agam berusaha terdengar tenang. Dia sangat tidak sabar sekali merasakan sentuhan tangan sang istri di tubuhnya. Apalagi badan Agam sedang pegal-pegal karena mengikuti kedua perempuan dewasa itu mengelilingi mall.

"Ya udah mandi dulu. Aku tunggu di kasur ya." Sungguh kalimat yang salah jika Dira mengatakan seperti itu. Kalimat itu terdengar ambigu di telinga Agam. Agam menatap istri dalam.

"Eh, maksud aku. Aku tunggu disana." Dira sekarang sadar mengapa Agam menatapnya seperti itu sekarang.

"Iya." Jawab Agam kemudian, dia tau maksud istrinya itu bukan yang seperti itu. Tapi tidak apa kan jika malam ini Agam meminta pada istrinya itu.

• • •

Married with Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang