part 35

31.9K 1.8K 116
                                    

Satu jam berlalu dalam suasana duka yang kental dirasa. Tadi sore tiba-tiba saja ayah mertua Agam, ayah Maya dibawa ke rumah sakit dengan keadaan yang sudah sekarat. Agam sendiri tidak tau apa yang terjadi pada ayah Maya karena bukan dia yang menangani.

Tapi tiba-tiba saja Maya menghampirinya dan menyuruh agar membawa Nara segera ke rumah sakit, dan hal itu pun terjadi. Setelah beberapa menit menatap cucu satu-satunya, ayah Maya itupun menghembuskan nafas terakhir.

Suara tangisan menggema di ruangan itu, Maya sesegukan dan Agam membantu untuk menenangkan mantan istrinya itu.

Saat ini jenazah sedang dalam perjalanan diantar menuju rumah, sebelum melayat Agam hendak lebih dulu menemui Dira yang dia suruh menunggu diruangan.

Nara yang tadinya ikut sesegukan Alhamdulillah sekarang sudah tidur lelap dalam gendongan papanya.

Agam membuka pintu ruangannya dan disana dia tidak menemukan seorangpun. Matanya tertuju pada tas yang berisi kotak bekal, yang mungkin saja Dira bawakan untuknya. Entahlah Agam sendiri juga tidak tau karena dia terlalu panik tadi.

Agam meraih handphone dan menelepon nomor istrinya tapi yang terdengar hanyalah suara operator yang menyahuti.

Tidak ingin ambil pusing, Agam menyimpulkan bahwa Dira telah pulang karena terlalu lama menunggu dirinya. Ya sudahlah tidak apa.

Rasa-rasanya Agam tidak ada waktu untuk makan, Agam membawa keluar makanan itu dan tepat di depannya terdapat Ilham, taman seprofesinya.

"Makanan buat Lo." Agam menyerahkan dengan santai tas pada Ilham. Tidak tau saja bahwa itu adalah makanan special yang istrinya buat dengan susah payah.

"Tadi gue liat istri Lo buru-buru keluar rumah sakit." Ilham memberitahu, Agam mengangguk menganggap benar dugaannya yang tadi.

"Iya biarin aja, kasian dia pasti capek kalau nunggu gue."

"Lo mau lanjut ke rumah Maya?" Agam mengangguk, meskipun Maya sudah bukan istrinya lagi tapi ayah Maya tetap menjadi mertua Agam. Dan sebagai penghormatan terakhirnya Agam harus membantu mengebumikan ayah Maya.

Jangan tanya kenapa Ilham sampai kenal Maya, karena laki-laki itu sudah menjadi sohib Agam sejak sebelum menikah dulu.

"Udah izin sama Dira?"

"Nanti aja. Tadi gue mau hubungin tapi gak aktif nomornya."

"Kasi tau Dira Gam, dia istri Lo jangan sampai dia berpikir macam-macam."

"Iya." Ucap Agam santai.

"Gue pergi dulu." Pamit Agam lalu dia menjauh dari hadapan Ilham.

Agam mengemudikan mobilnya menuju rumah Maya. Seharusnya Agam pulang dulu, setidaknya untuk ganti baju saja sebentar tapi Agam tidak melakukan itu waktunya terlalu mepet.

Sampai di rumah Maya, disana telah banyak para sanak saudara yang berdatangan untuk memberi penghormatan terakhir pada almarhum.

Agam menitipkan Nara pada Kiya untuk diletakkan di kamar agar anak itu tidak terganggu dan malah rewel nantinya.

Proses demi proses dilakukan hingga kini jenazah ayah Maya telah selesai di kebumikan. Agam menghela nafas lelah. Waktu sudah menunjukkan pukul enam malam lebih beberapa menit.

Dan kini waktunya Agam untuk pamit pulang pada Maya dan keluarga.

"Yang sabar Maya. Ayah pasti sedih kalau lihat anaknya seperti ini." Maya masih tetap dengan tangisan yang sudah tidak mengeluarkan suara sama sekali, hanya air mata yang turun membanjiri wajahnya. Bahkan tatapannya kosong ke arah depan.

"Ayah udah gak ada Gam." Lirih wanita itu. Agam menatapnya prihatin. Lalu dia mengusap punggung Maya menenangkan.

"Kamu tidak boleh seperti ini terus. Dari pada hanya menangis seperti ini, lebih baik kamu kirim doa saja untuk Ayah." Nasehat Agam. Tidak ada suara lagi yang keluar antara keduanya, hanya tangis Maya yang masih belum mereda.

"Aku pamit pulang." Tetap tidak ada respon yang diberikan, akhirnya Agam mengambil Nara yang masih terlelap dan mengajaknya untuk pulang.

Saking sibuknya, Agam sampai lupa untuk mengabari istrinya. Pikir Agam Dira pasti sudah menunggu dirumah dan Agam akan menceritakan saja nanti saat sudah sampai.

Mobil Agam berhenti di rumah tempat dia bernaung, menautkan alis karena rumah itu terlihat gelap seperti tidak ada penghuninya.

Berpikir positif, Agam menafsirkan bahwa istrinya itu telah tidur.

'Mungkin Dira kelelahan' pikirnya.

Setelah mengambil Nara yang saat ini mulai terusik, Agam memasuki rumah dan mencari seklar lampu.

Dia lantas memasuki kamar dan tatapannya tertuju pada kasur yang masih terlihat rapi, seperti tidak ditiduri sama sekali. Rasa bingung langsung saja menyergap diri Agam.

Agam meletakkan Nara di kasurnya, tapi anak itu malah terbangun dan menangis.

"Tidur lagi ya." Agam berusaha menidurkan Nara kembali tapi anak itu malah semakin kencang menangisinya.

"Ma." Rupanya anaknya ini sedang mencari sosok mamanya yang sudah tidak ditemuinya selama beberapa jam.

Agam mengambil handphone dan kembali mencoba menelepon Dira. Tapi tetap berakhir seperti semula, handphone Dira tidak aktif dan Agam tidak tau kemana istrinya itu pergi.

Agam merasa kalut, dia lantas membanting handphone ke arah kasur. Meskipun kalut begini Agam masih waras untuk tidak merusak handphone yang harganya tidak murah itu.

"Nanti mamah pulang. Nara tidur dulu ya." Agam masih berusaha bersabar, karena tidak seharusnya Nara menerima emosinya yang tengah menggebu-gebu.

Kesabarannya seakan diuji, Nara tidak kunjung memejamkan mata. Anak itu terus saja mencari-cari Dira.

Agam berdecak kesal. Tapi masih mempertahankan ketenangannya.

"Kemana sih?" Agam kembali meraih handphone dan menghubungi kembali nomor istrinya.

Sekali, dua kali, hingga yang ke lima masih saja belum mendapatkan hasil.

Suara tangis Nara perlahan-lahan mulai mereda, Agam melirik anaknya dan melihat bahwa Nara kini sudah memejamkan mata kembali. Agam bernafas lega karenanya. Dia sedang butuh ketenangan saat ini. Sepertinya mandi air dingin dapat sedikit meredakan emosinya.

Menaruh Nara di kasurnya, lalu Agam mengirimkan beberapa pesan yang isinya menanyakan keberadaan istrinya saat ini. Jangan berharap pesan itu akan di balas karena nyatanya pesan itu hanya menyisakan centang satu.

Agam memasuki kamar mandi, dan membersihkan dirinya dengan air dingin. Meskipun tidak realistis saja, malam-malam seperti ini malah berguyur air dingin.

Beberapa menit, dihabiskan Agam dalam kamar mandi. Diapun keluar lengkap dengan kaos oblong dan celana pendek yang biasa di pakai untuk tidur.

Kembali mengecek handphone guna melihat kabar dari istrinya tapi masih tetap tidak berubah sama sekali.

Sudah kesekian kalinya Agam menghela nafas malam ini. Dia butuh istirahat, dia yakin Dira tidak akan membahayakan dirinya sendiri. Maka Agam putuskan untuk mencari keberadaan istrinya esok hari saja. Dia butuh istirahat sekarang ini.

Agam memejamkan matanya menghampiri alam mimpi. Meskipun sebenarnya pikirannya sendang tidak tenang memikirkan sang istri yang keberadaannya belum diketahui.

Meskipun mata terpejam, tapi otak Agam sibuk memikirkan kemungkinan istrinya berada. Semoga saja besok sebelum Agam membuka mata, sosok istrinya itu sudah berada di rumah mereka ini.

Itu harapan Agam.

TO BE CONTINUED

Agam gimana sih bukannya nyari istri malah tidur.

Gimana menurut kalian guys? Dira bakalan balik atau nggak?

Yang udah penasaran bangsa sama lanjutannya langsung aja baca cepat di KaryaKarsa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Married with Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang