part 20

34.6K 1.8K 5
                                    

Ayo guys bantu up cerita ini dengan cara vote.
Kalau ada waktu sempetin komen ya.

Jangan sering jadi silent reader, hargai selalu karya para author ya.

"Dadah Papa." Nara melambaikan tangannya ke arah mobil Agam yang melaju, mengantar laki-laki itu untuk bekerja. Weekend sudah berakhir, dan Nara juga sudah sembuh jadilah Dira tidak se-repot kemarin dalam mengatasi Nara.

Setelah mobil yang dikendarai suaminya tidak terlihat lagi, Dira membawa Nara agar memasuki rumah. Sesampainya di dalam, Nara meronta, meminta untuk diturunkan dari gendongan. Dira langsung menurutinya, berhasil menapaki lantai Nara langsung merangkak ke arah tempat bermainnya dan mengambil snack yang tertinggal disana. Nafsu makan Nara akhir-akhir ini sedang bergelora lihatlah bayi itu yang tampak segar bugar semakin harinya.

Nara mengulurkan snack yang masih terbungkus itu, meminta tolong kepada Dira agar di bukakan.

"Coba dek bilang, tolong bukain Ma gitu." Dira sudah mulai melatih cara berbicara Nara, agar lebih baik dari sebelumnya.

"Uka." Ucap Nara, Dira terkekeh. Nara memang masih belum lengkap jika berbicara, masih sepotong-potong. Tapi tidak apa sepertinya itu wajar terjadi di umur Nara yang masih mau menginjak satu tahun.

"Ini, dimakan ya jangan dibuang-buang." Nara mengambilnya dari tangan Dira dan langsung melahapnya.

"Adek main dulu ya disini sebentar, Mama mau buatin susu dulu." Nara tidak memberikan respon karena masih sibuk dengan makanan ditangannya.

Bukannya Dira berani meninggalkan Nara sendiri, tapi jarak dapur dan tempat Nara ini tidak jauh jadilah Dira memberanikan diri. Lagipula disana juga ada mainan dan makanan Nara, bayi itu pasti akan lebih anteng.

Dira membuatkan Nara susu, sesekali matanya melirik ke arah Nara berada, sekadar memastikan bahwa anak itu masih aman ditempatnya. Saat susu untuk Nara sudah jadi, Dira masuk ke dalam kamar mandi yang berada di dapur sebentar karena tiba-tiba saja dia merasa ingin buang air kecil.

Tidak butuh waktu lama, Dira sudah selesai dengan urusannya. Dia mengambil susu yang ditaruhnya dibatas meja dan berjalan kembali ke tempat Nara barusan.

Dira mematung sejenak, disana sudah tidak ada Nara, bahkan snack yang dimakannya tergeletak begitu saja. Dira mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan tapi nihil, Nara tidur berada disana.

Nafas Dira mulai menderu, panik langsung menyerangnya. Nara tidak ada dan Dira langsung bergegas mencari ke ruangan lain, dimulai dari yang terdekat dulu. Tapi tetap tidak ada. Tergesa-gesa Dira berjalan menuju luar rumah karena hanya tersisa itu kemungkinan Nara berada. Tidak mungkinkan anak itu tiba-tiba menaiki tangga sendiri.

Dan benar saja, Nara rupanya tengah merangkak ke arah halaman yang ditumbuhi dengan rumput-rumput. Sebelum Nara berhasil menapaki tanah, Dira langsung meraih tubuh anaknya itu dan membawanya ke gendongan.

"Astaghfirullah adek, Mama panik nyari kamu." Dira menormalkan nafasnya, dia menyeka air yang menggenang di kelopak mata. Tidak bisa Dira bayangkan bagaimana cerobohnya dia hari ini. Seharusnya setelah selesai mengantar suami, Dira harus menutup pintu rumah tapi tadi Dira lupa melakukan itu. Semoga saja kecerobohan ini tidak terjadi lagi kedepannya, Dira juga merasa takut untuk menceritakan tentang kejadian pagi ini pada suaminya.

"Adek lain kali jangan gini lagi ya, Mama takut adek kenapa-napa." Dira mendekap tubuh Nara dalam dalam. Seakan mengerti dengan perasaan sang ibu, Nara mengeluarkan tangisnya membuat Dira sendiri terkejut karenanya.

"Jangan nangis ya dek. Nanti Mama juga ikutan sedih." Dira menghapus air mata yang mengalir di wajah Nara.

"Karena sekarang adek sudah sembuh, kita main sama bebek yuk." Perlahan-lahan tangis Nara mulai mereda sejak mendengar kata bebek. Sepertinya bayi itu sudah rindu sekali dengan bebek mainan miliknya, kemarin dia sama sekali tidak mandi karena demam dan Dira yakin Nara akan memanfaatkan kesempatan kali ini untuk bermain hingga puas bersama bebek mainan miliknya.

* * *

Setelah memandikan Nara yang membutuhkan waktu lama, akhirnya kini selesai juga. Dira membawa Nara untuk menuruni tangga menuju lantai satu. Rencananya Dira akan mengajak Nara berkeliling kompleks, sekaligus mengajarkan cara bersosialisasi pada anaknya itu.

Tapi rupanya hal itu perlu ditunda dulu, karena saat ini Dira menangkap sosok ibu mertuanya yang tengah duduk di sofa empuk ruang tamu. Dira segera menghampiri Mama dan menyalami tangannya.

"Baru selesai mandiin Nara?" Tanya ibu mertua yang melihat Nara masih fresh dengan bedak menghiasi seluruh wajahnya.

"Iya Ma, betah banget mandinya. Kemarin gak sempat mandi soalnya." Dira tersadar bahwa dia tengah keceplosan. Kemarin Agam memang mengatakan tidak perlu mengabari orang tunnya, karena pasti respon yang diberikan akan berlebihan.

"Kenapa gak mandi?" Tanya Mama penuh selidik. Dira gelagapan hendak menanggapi seperti apa.

"Kemarin Nara demam Ma." Cicit Dira memberitahu. Semoga saja setelah ini dia tidak terkena semprot.

"Nara sakit? Kenapa kamu tidak beritahu saya." Ujar Mama terdengar kesal. Meskipun begitu nada bicaranya masih terkontrol karena sadar di depannya ada anak kecil.

Dira hanya diam tidak tau akan menanggapi bagaimana lagi. Nara ini cucu pertama dan masih menjadi satu-satunya di keluarga Agam. Maka tidak heran jika Mama sampai segitunya mendengar bahwa cucunya sakit dan tidak langsung diberi kabar.

"Sini gendong Oma." Mama mengulurkan tangannya pada Nara, dan bayi itu langsung berpaling ke gendongan sang nenek. Dira membiarkan saja hal itu.

"Maaf Ma, tidak langsung memberi kabar. Mas Agam tidak mau Mama panik."

"Ya, sudah kejadian juga. Sana buatkan saya teh." Oh iya Dira sampai lupa membuatkan minuman untuk Mamanya itu. Tidak ingin membuat Mama kembali kesal, Dira segera berlalu untuk membuatkan minuman.

Tidak lama Dira kembali dengan membawa minuman yang dipinta Mama.

"Silahkan diminum Ma."

"Ya, terimakasih."

Nara terlihat senang bermain dengan neneknya. Sementara Dira hanya diam memperhatikan keduanya.

"Nanti saya mau ketemu teman-teman. Kamu bisa kan buatkan kue seperti yang kemarin?" Tiba-tiba Mama berujar seperti itu, membuat Dira kaget untuk sejenak.

"Oh bisa kok Ma. Mau aku buatkan sekarang?" Jawab Dira dengan antusias.

"Saya sudah bawakan bahan-bahannya. Biar kamu tidak kerepotan beli." Mama menunjuk Tote bag yang berisi tepung dan bahan membuat kue lainnya. Padahal Dira sama sekali tidak merasa direpotkan loh jika harus belanja juga.

"Makasih Ma. Aku buat dulu ya, titip Nara sebentar."

Dira pamit untuk ke dapur membuatkan kue yang diinginkan mertuanya. Tidak sesulit itu ternyata meluluhkan hati mertuanya, memang dasarnya juga sih sudah baik jadi dengan sedikit bujukan saja sudah berhasil.

Semoga seterusnya akan seperti ini, tidak ada konflik yang terjadi antara keduanya. Dira tidak ingin merasakan betapa mengerikannya lidah mertua seperti yang sering orang-orang katakan.

TBC

Married with Doctor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang