15. Sidang skripsi

157 9 0
                                    

"Istirahat di kamar saja,"

"Ini Apartemenku, terserahku mau berada dimana saja. Urusi saja tugas kuliahmu."

"Aku juga mau urusan kuliahku hari ini selesai, tapi kalau tanganmu tak mau diam, semua ini tak ada akhirnya."

Bagaimana selesai, Levi terus menggodanya dengan banyak tingkah. Mengusap ini dan itu sampai kepala Rhea mau pecah rasanya. Orang sakit, tangannya sangat aktif.

"Karena kamu jadi mengabaikan aku, aku ini sedang sakit."

"Aku panggil suster saja ya, untuk merawatmu."

Raut wajah Levi langsung murung dan beranjak dari sofa ruang tv. Rhea menatap kepergian Levi dengan bingung. Dimana letak sakitnya? Jalannya saja normal begitu.

Membujuk Levi sekarang pun tak akan ada hasilnya. Baiknya ia melanjutkan tugas kuliahnya dengan cepat dan segera menyusul tunangannya itu.

Bayi besar yang minta di manja.

Waktu berjalan terus sampai saatnya makan malam. Rhea membereskan peralatan kuliahnya dan pergi ke dapur untuk menghangatkan lauk makan siang yang masih tersisa.

Meletakan semua makanan pada nampan dan membawanya ke kamar. Saatnya membujuk bayi besar.

Rhea masuk ke kamar Levi, menemukan sang pemilik kamar sedang berbaring memunggunginya.

Meletakan nampan di atas nakas, "Ayo makan dulu." Ajak Rhea tak di gubris.

Rhea mengusap-usap lengan Levi yang tidak sepanas tadi pagi. "Katakan, salahku yang mana. Kamu tahu aku bukan orang yang peka."

Levi masih mendiaminya dan teguh pada pendiriannya. Rhea menghela nafasnya kasar. "Aku pulang saja ya."

"Kamu tidak mencintaiku."

"Siapa yang bilang?"

"Katakan kalau kamu cinta sama aku."

Wajah Rhea memerah seketika. Tidak bisa dipungkiri jika ia merasa sangat malu. Jika dipikir-pikir Rhea tak pernah mengungkapkan perasaannya dalam perkataan.

"Aku mencintaimu." Ucap Rhea tak berani berhadapan muka dengan Levi. Ia ingin mati saja rasanya. Rhea yang gerogi memainkan jemari tangannya.

Levi membawa wajah Rhea untuk menatapnya. "Katakan dengan menatapku."

"Aku mencintaimu."

Levi menatap Rhea lekat-lekat. Mencari letak kebohongan pada mata itu. Tapi ia tidak menemukannya. Sesaat Levi berpikir, ia tak pernah membiarkan Rhea menentukan.

Gadis itu selalu menuruti ucapannya, ia jadi ragu dengan perasaan Rhea terhadapnya. Tapi kini Levi tak perlu ragu lagi. Karena Rhea memanglah Rhea.

Ibu jarinya mengusap rahang pipi Rhea dengan sayang. "Aku juga."

Kedua bibir itu kembali bertemu dan saling mengecap dengan lembut dan penuh cinta. Pada akhirnya makan malam mereka kembali telat, karena keduanya sibuk memakan satu sama lain.


{Are You Gay?}


Levi diam bergeming saat melihat pakaian yang sudah di siapkan Rhea. Tiga stel pakaian yang dipadukan dengan tidak masuk akal.

"Kamu sudah gila ya?"

"Eh semua ini bisa membuatmu menjadi percaya diri. Kata google sih begitu."

Levi memijit pangkal hidungnya. "Justru aku merasa malu jika memakainya." Levi mengusap pucuk kepala Rhea.

"Pergi bersihkan dirimu, dengan kamu ikut saja membuatku percaya diri." Ucap Levi

"Aku cemas, nanti kalau sidangnya tidak berjalan dengan baik, bagaimana?"

"Tidak perlu cemas, para dosen tidak punya alasan untuk menggagalkanku." Jawab Levi lalu mencium rambut Rhea. "Terima kasih sudah berperan menjadi istri yang baik."

Rhea menggeleng, "Bukan istri yang baik, tapi cukup. Cukup aku seorang saja yang jadi istrimu."

(kabarnya setelah mengetik kalimat berikut author masih kejang karena terlalu geli dengan apa yang ia ketik, sampai sekarang)

"Bersilat lidah, cepat pergi." Usir Levi.

Rhea mengangguk dan menuruti ucapan Levi. Setelah ditinggal Rhea, Levi jadi senyam senyum sendirian. " Aku jadi gila sungguhan."

Rhea selesai bersiap begitu juga dengan Levi. Mereka segera pergi menuju kampus. Levi menggenggam tangan Rhea erat saat berjalan menyusuri koridor yang cukup ramai.

Wajah datar Levi tak memberitahu perasaan apa yang sebenarnya ia rasakan. Berbeda dengan Rhea yang selalu jujur dengan ekspresinya, cemas dan gugup.

Di depan pintu kaki keduanya berhenti. Levi melihat Rhea yang terlihat sangat khawatir.
"It's oke, kalaupun hari ini aku belum berhasil wisuda, kita akan tetap menikah."

"Ih bukan itu,"

"Semuanya akan baik-baik saja Rhea. Sebaiknya kau pergi ke perpustakaan dan menungguku di sana sambil membaca buku."

"Tidak, aku akan menunggumu di sini."

"Buat dirimu tenang dengan mendengarkan musik. Jangan cemas seperti itu, mengulang sidang bukanlah sebuah dosa."

"Kamu harus berhasil."

"Iya, aku harus lolos agar bisa menikahimu."

"His! Sana masuk!"

"Charger energy." Pinta Levi, Rhea berjinjit dan mencium bibir Levi sejenak. "Kalau tidak lolos, aku tidak mau menikah dulu."

"Kalau aku lolos, kamu harus melayaniku nanti malam."

"His si mesum ini, pergi sana!"

Levi pergi masuk ke dalam ruangan sidang. Selama menunggu Levi, Rhea sangat gelisah. Gelisah karena takut Levi berhasil.

Rhea tahu makna dari kata melayani.

Ternyata terlaku gelisah membuang banyak waktu hingga satu jam berlalu begitu saja. Levi keluar dari ruangan dan disambut dengan pelukan dari Rhea.

"Tidak masalah, kamu bisa mengulangnya lagi."

"Kamu terlalu meremehkanku. Bersiaplah untuk nanti malam baby girl."

Sial, Rhea akan melewati malam panas yang panjang.











To be continue


LA The Series : Are You Gay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang