27. Pandemi?

8 0 0
                                    


"Untuk besok kalian akan ujian dari rumah, karena laju peningkatan virus corona semakin cepat, maka sekolah kita lakukan di rumah"

lahh.. trus cara ujian dari rumah itu kyk gimana cuii, aneh banget mana ada ujian dirumah.

Rasanya masih syok dan menjanggal banget dengan wabah virus ini, tapi demi keamanan bersama maka kami menerima aturan itu.

Beberapa hari belum tau keberlanjutan ujian nya bagaimana, hingga 6 hari berlalu, hingga hari senin di umumkan tata cara ujian secara daring, yaitu melalui web ataupun aplikasi khusus.

Dan disaat seperti ini, tidak ada komunikasiku dengan Maiza ataupun dengan Syahdan. Sampai saat itu pun gua belum tau apa yang dipermasalahkan.

1 bulan berlalu, masih belum ada terjalin komunikasi kembali dengan mereka, dan gua pun juga belum berani untuk chat duluan.

2 bulan, 3 bulan, hingga saat 5 bulan akhirnya gua inisiatif chat Syahdan terlebih dahulu.

Gua mengawali obrolan dengan membalas story wa dia yang berisikan dengan candaan awal pagi.

Gua : ahahah keren2, kata2 nya masuk wkwkwk

Syahdan : iy

Gua : eh apa kabar nih, udah lama loh kita nggak ketemu dan nggak komunikasi

Syahdan : baru juga beberapa bulan

Gua : iya sih tapi rasanya udah lama banget loh

           eum, sebenernya gua kangen lo si

Syahdan : dih.

                     Nay, tolong jangan chat aku lagi ya, terimakasih. Assalamu'alaikum

                     /Block

Gua : Dan kenapa?

            tapi kenapa, Syahdan, aku ada salah ya?

Chat terakhir gua itu pun hanya bercentang satu abu2, foto profilnya hilang, yang menandakan memang Syahdan blokir gua. Bingung banget apa yang salah dari diri gua.

Akhirnya gua memutuskan untuk chat Maiza, walaupun gua tau dia terlalu bosen untuk gua curhati tentang Syahdan, tapi dia satu-satunya orang yang paham tentang gua dan Syahdan, mungkin dia paham bagaimana solusinya.

Gua : Za, gua tau lu sekarang paling males kalau dengerin curhatan gua tentang Syahdan. Tapi plis sekarang gua butuh solusi dari lu saat ini, karena yang paling paham bagaimana nya kami itu cuma lu doang, Za.

Maiza : gua tau apa yang lu maksud, Nay. Tadi gua dengerin cerita Syahdan. Jadi gua cuma nyaranin, mending lu jauhin dulu Syahdan, bukan karna Syahdan benci, tapi Syahdan sadar kalau lu sama dia itu belum pantas untuk terlalu dekat, Nay. Dari sisi mental dan pikiran kalian masih sama-sama labil. Jadi lu harus intropeksi diri lu, dan lu harus berubah, jangan terlalu egois ya Nay.

Sampingkan dulu kalau gua pernah marah sama lu, yang penting dari semua ini gua harus menyadarkan bahwa lu belum siap untuk menjalin suatu hubungan dengan seseorang, begitupun Syahdan.

Jadi gua tolong sekali lagi, jauhin Syahdan, dan berubahlah lebih dewasa dalam pemikiranmu.

Gua : Tapi za, apakah selama ini gua belum dewasa dalam menjalani semua itu?

Za tapi kenapa tiba-tiba?

Maiza pun tidak membalas lagi karena menurut dia tugas dia untuk masalah saat ini hanya menyampaikan hal-hal tersebut.

Kosong, hanya pikiran yang ramai saat ini. Perdebatan antara pikiran dan hati telah terjadi. Hingga pertengkaran batin itu pun hampir membuat gua membenci diri sendiri. Perdebatan tentang gua yang masih belum tersadar tentang apa yang dikatakan Maiza tadi, seolah perkataan itu masih belum tercerna di dalam pikiran.

Hari demi hari hanya sedih terdiam, merasa salah, dan merasa bersalah. Entahlah tragedi seperti ini pertama kali kurasakan di dalam hidup gua, meskipun terlihat teguran itu sangat lembut, tapi di hati terasa sakit. Air matapun tak henti hentinya mengalir hingga beberapa minggu. Lelah? itu pasti, lelah sekali untuk selalu bersedih dan menangis setiap harinya, tapi..

next>>

Berubah untuk melupakan (SUDAH DIBUKUKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang