Chapter 10-Gone

526 56 6
                                    

~Happy Reading~

Sepanjang hari, ia berada di studio musiknya. Menghabiskan waktu untuk merevisi beberapa lagu sebelum diserahkan kepada produser besok.

Haruto bekerja tak kenal waktu. Berjam-jam menghadap komputer sampai tak punya waktu istirahat. Matanya menangkap jam digital di samping komputernya, pekerjaannya selesai di pukul sebelas malam. Haruto melepas kaca matanya, memejamkan mata sejenak.

Seharusnya ia tidur seperti manusia kebanyakan, tetapi matanya tidak merasakan kantuk sama sekali. Menyambar ponselnya, berharap terdapat pesan masuk.

Haruto memandang sendu pada waktu terakhir aktif di kontak Junkyu. Sasaeng itu terakhir aktif pada sebelas jam yang lalu. Jempol Haruto tampak gatal ingin menekan tombol panggil.

Haruto mengerang. Menjauhkan tangannya dari ponsel, takut tiba-tiba hilang akal, lalu menelepon Junkyu. "Ah, sialan. Ada apa dengannya?"



Bau aroma terapi yang tidak menenangkan menyeruak pada ruangan kedap suara ini. Pakaiannya telah dilucuti, hanya menyisakan boxer, satu-satunya pakaian yang menutup area privasinya.

Raganya berakhir di ruangan yang sangat Junkyu benci sejak duduk di bangku SMP. Sudah dapat ditebak apa yang terjadi selanjutnya, kejutan yang terlalu klise dalam hidupnya.

Menghadap dinding. Tidak melakukan apapun selain memamerkan punggung telanjangnya yang menyimpan banyak memori pahit.

"Kau pikir dirimu bisa tenang setelah membohongi Ayah? Kau pikir Ayah adalah orang yang mudah dibodohi?!"

Junkyu memejamkan matanya. Telinganya jelas mendengar decitan gesper.

CTAR!

"Seingatku, aku tak punya anak yang bisu."

Telat sedetik dari pertanyaan yang dilontarkan, merupakan ajal yang telah menanti.

"Pergi ke Amerika untuk konser sialan itu." Pria ini mengulum bibirnya puas akan bercak garis merah yang berhasil ia ciptakan. "Dasar Pembohong Kecil." Satu pecutan kembali dilayangkan.

"Ayah hanya ingin pendidikanmu tinggi, fokuslah di sana!" Kamera profesionalnya yang dibanting keras,  disaksikan oleh mata kepalanya sendiri. "Kau sangat mengecewakan, Kim Junkyu." 

Junkyu mengepalkan sepasang tangannya. Kepalanya menunduk, mengigit bibir bawahnya. Junkyu tidak sadar sekuat apa yang ia gigit sampai terasa besi di ujung lidahnya.

Pecutan itu terus berjalan hingga kakinya bergetar. Tidak mampu menopang berat tubuhnya lagi, Junkyu ingin mengibarkan bendera putih.

Entah di mana letak belas kasihnya, pecutannya berhenti di saat Mahasiswa itu telah tersungkur lemah. 

Diam-diam, Junkyu tersenyum miring. Ayahnya masih terbodohi olehnya, masih ada banyak kebohongan lain yang tersembunyi.

"Pergi ke kamarmu." Junkyu tak kunjung bergerak, sehingga mengundang rasa geram. "Cepat pergi atau lukamu bertambah."

Tangan Junkyu terulur gemetar saat berusaha menggapai pakaiannya. Sedangkan pria itu hanya duduk, memandang datar dan meneguk wine. Junkyu mengerahkan seluruh sisa tenaga untuk pergi sebelum sabuk yang masih tergenggam itu kembali melayang.

Begitu pintu terbuka, Kepala Pelayan telah menunggunya. Saking lamanya dia bekerja untuk keluarga ini, dia tahu semua sisi gelapnya.

Kepala Pelayan mengambil alih pakaiannya. "Sudah saya siapkan air hangat, Tuan Muda." Sampai hafal satu hal yang paling Junkyu sukai setelah dicambuk. Berjalan menuju kamar mandi di dalam kamarnya sambil ditemani Kepala Pelayan.

His Obsession {HaruKyu}✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang