Chapter 8-Contract

546 53 5
                                    

~Happy Reading~

Haruto tidak bisa melepas pandangan dari kamera profesional yang terjatuh di tengah kerumunan. Haruto meringis ngilu, kamera milik Sasaeng itu tak sengaja terinjak oleh salah satu kaki bodyguard grupnya. Dengan segera, Haruto menyahutnya, membawa benda mewah itu pergi bersamanya.

Di mobil, ia mengambil tempat paling belakang tanpa ada orang yang duduk di sampingnya. Melepas tas ranselnya guna mengamankan kamera tersebut. Ia berusaha menyembunyikannya dari semua orang, khususnya Jeongwoo.

"Bagaimana caraku mengembalikan benda ini padanya?" Bergumam pada dirinya sendiri. Kepalanya terangkat begitu namanya dipanggil.

"Haruto, hanya kau yang ke agensi. Lantai Tujuh sudah menunggumu."

Jihoon menoleh ke belakang dan tersenyum miring. "Lantai keramat ..., tidak lama nasibmu akan sial."

Perlahan, semua orang turun ke masing-masing tujuan entah itu rumah atau dorm. Van yang bisa dipenuhi delapan orang ini tinggal menyisakan dua orang saja. Haruto dan manager.

Haruto memandang malas pada gedung dengan sepuluh lantai yang merupakan agensinya.

"Mentalmu aman?" Pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban sebab Rapper tersebut keluar lebih dulu. "Ah, sepertinya aku tidak perlu mempertanyakan hal ini." 

Bukan hal baru bagi semua orang tentang Haruto yang naik ke lantai tujuh. Ada setiap bulannya dia naik ke lantai yang terkenal keramat.

Tanpa mengetuk pintu, Haruto membuka pintu ruangan besar yang di mana setiap orang yang masuk langsung tertuju pada meja kerja dengan papan nama 'CEO.'

Haruto mendengus. Lagi dan lagi selalu disuguhi pemandangan kekerasan yang dilakukan atasannya kepada para Trainee. Haruto memang terlihat acuh tak acuh, tetapi dia tidak bisa menahan melihat pria itu menendang tulang kering milik remaja yang masih mengejar mimpi.

"Cukup." Suara baritonnya menggema. Hanya pada Haruto, pria yang menyandang gelar CEO tersebut mudah patuh.

"Pergilah berlatih."

Berjalan tertatih untuk pergi keluar dari ruangan ini. Atensinya sekarang tertuju pada Haruto yang sudah duduk tanpa meminta izinnya.

"Aku minta penjelasanmu sekarang."

"Apa salah anak itu? Apa enaknya menyiksa mereka?" Haruto merogoh saku jaketnya, mengeluarkan korek dan sekotak rokok. Menyulutnya dan mengembuskan asapnya tepat di depan wajah pria paruh baya di seberangnya. "Sudah berapa tahun telah berlalu? Sikapmu masih saja."

"Jangan mengubah topik, sialan!"

"Aku datang untuk itu rupanya." Menekan rokoknya ke asbak. Haruto sudah tak lagi minat untuk duduk berlama-lama di sini.

"Hei, kau harus segera klarifikasi. Agensi ini ikut jelek karenamu." Ia tahu, Haruto takkan mendengarkannya. Bukan hal mudah dalam menangani Haruto, maka ia harus memberikan ancaman. "Kontrak mu akan Kuputus besok bila kau masih tidak mau klarifikasi."



Ngilu dengan kondisi lensa kamera profesional yang tergores parah. "Apa dia akan menangis jika mengetahui lensanya seperti ini?" Haruto memutar-mutar kamera tersebut. Melihat fisiknya secara keseluruhan, tidak ada yang cacat selain lensanya.

Puas melihat fisik kamera. Iblis sedang berbisik, seperti ada yang mengarahkan jarinya untuk mengintip isi di dalamnya. Haruto menelan ludah, disertai jantung yang berdegup keras.

His Obsession {HaruKyu}✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang