"Menjauhlah!" teriak Vanisha yang terbangun tiba-tiba. Gadis itu menyingkirkan tangan Jun yang memegangnya, membuat Jun terkejut dan merasa kecewa.
Eve segera menenangkan Vanisha yang menutup telinganya. "Tenanglah ini kami, Van." Setelah mendengar ucapan Eve, gadis berpiyama pink itu perlahan menjadi tenang.
"Apa yang kulakukan di sini?" tanya Vanisha sambil memandang satu persatu teman-temannya. Sam menceritakan kejadian yang sedikit membingungkan. Pasalnya Vanisha terlihat pingsan dalam posisi berdiri. Teriakannya baru terdengar 15 menit kemudian.
Vanisha merasa dirinya hanya mencari lilin, dan menurutnya tidak selama itu ia berada di depan meja rias. "Tenanglah, Van. Kami menemukanmu dan beberapa kata di cermin dengan goresan merah."
"Tulisan yang ditulis seperti anak kecil," sahut Sam membuat Eve terkejut dan bertanya kepada lelaki itu dalam bisikan mengenai tulisan tersebut. Jun yang teliti melihat keduanya itu hanya bisa terdiam. Tatapannya kembali ke Vanisha yang juga menatapnya.
Tangan lembut gadis itu kembali ia elus. "Tenanglah, Van ... kita masih tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya."
'Sam, bagaimana kamu tahu kalau Vanisha pingsan?'
****
Banyak ranting pepohonan yang berserakan membuat Jun dan Sam menghela napas mereka berat. Hujan deras membuat halaman mereka berantakan. Pagi itu kabut juga perlahan menutupi halaman.
Sam yang baru saja mengumpulkan dedaunan yang menumpuk di atas mobil harus menjadi waspada karena juga Jun tidak berada di sekitarnya. "Jun?" panggilnya.
Bukannya mendapatkan jawaban dari Jun, ia malah mendengar suara anak kecil yang sedang bermain. Sam bisa melihat bayangan anak kecil yang sedang bermain bola, namun pikirannya teringat dengan artikel yang dibacanya.
"Permisi ...." sapanya kepada anak kecil tadi. Lelaki itu melupakan apa yang ia ingat kemarin, dan memilih mencari tahu apa yang terjadi.
Anak kecil itu bukannya mendekat atau berhenti, tetapi berlari menjauh dari halaman rumah. Sam menjadi kecewa dan memutuskan balik ke dalam rumah. "Halo, kak ... apa kakak melihat temanku?"
Sedikit terkejut dengan kehadiran anak kecil di belakangnya itu, tetapi Sam tersenyum dan mengatakan teman anak kecil itu sudah pergi ke rumahnya. Mendengar jawaban Sam, anak kecil tadi memasang wajah amarahnya.
"Apa-apaan, kak? Kenapa kakak tidak menghentikannya!" Sam benar-benar bingung dengan apa yang dikatakan oleh anak kecil itu. Ia membiarkannya pergi dari halaman. Jun berdiri di sebelah Sam sambil membawa kotak susu untuk lelaki itu.
"Astaga, Jun. Aku cari kamu kemana-mana di halaman ini." Jun mengernyitkan dahi.
"Sejak kapan aku berada di halaman cukup lama. Bahkan aku saja baru tahu kamu membersihkan dedaunan di mobil." Ucapan Jun membuat Sam melihat kembali plastik hitam yang berisikan sampah-sampah itu.
"Lalu suara itu dari siapa?"
"Suara apa maksudmu?" tanya balik Jun lalu membuang kotak susunya yang kosong ke plastik hitam tadi. Sam terduduk manis di halaman keramik rumahnya.
"Suara seperti orang sedang menyapu di halaman semen kita ini, Jun. Jadi, aku mengira dirimu masih ada di sini, ternyata bukan? Terserah." Jun tertawa kecil melihat Sam yang kesal.
"Ngomong-ngomong, kamu bicara dengan siapa tadi?"
"Apa kamu tidak melihatnya tadi?" Jun menggelengkan kepalanya. Sam berpikir keras karena tidak mungkin Jun berdiri baru saja. Pasti Jun sudah berdiri di sebelah cukup lama, hanya saja dirinya yang tidak menyadarinya. Anak kecil tadi pasti juga harusnya Jun bisa melihatnya.
Jun memutuskan untuk membantu Sam setelah melihat kabut mulai menipis. Ia sendiri bingung kenapa perumahan itu muncul kabut, dan para tetangga terlihat biasa saja. Mungkin sudah terbiasa dengan kedatangan kabut ini.
Setelah hampir setengah jam, keduanya membersihkan halaman. Sam menyadari ada sesuatu di bagasi mobil. "Jun, bisakah ambilkan kunci mobil?" Jun mengangguk dan masuk ke dalam rumah. Semua kunci digantung sempurna di tempat khususnya.
Sam menerima kunci yang diberikan oleh Jun. Ia menekan tombol membuat mobil itu bersuara. Eve yang hendak membawa cemilan yang ia buat barusan merasa mual begitu bagasi dibuka.
"Bau apa ini?!" teriaknya kebingungan dan kembali masuk ke rumah.
Jun mengibaskan hidungnya, ia tidak mencium bau yang tiba-tiba ada di bagasi. "Siapa yang menaruh sesuatu di sini ... baiklah, biarkan kuambil plastik ini." Sam mengangkat plastik dan mengeluarkannya. Untung saja, di mobil tersedia pengharum mobil, Jun menyemprotkan bagasi sampai aroma busuk itu lumayan menghilang.
"Cepatlah buang, Sam. Aku ingin muntah jika harus mencium aroma busuk dari plastik hitam itu." Sam membuka plastik itu dan melihat ada beberapa daging yang mulai membusuk dan berjamur.
"Daging apa ini?" tanya Sam membuat Jun melihat dari jauh saja sudah terlihat seperti daging.
Sam mengangkat plastik itu dan membuangnya ke tong sampah berwarna kuning yang cukup jauh dari halaman. Jun segera berlari kecil ke selokan, ia mencoba mengeluarkan mualnya.
Aroma busuk itu membuat perutnya sakit sekali. "Jun, kamu tidak apa-apa?" tanya Sam yang sudah selesai membuang itu terkejut melihat Jun yang berkeringat.
****
"Minumlah teh hangat, Jun." Vanisha mencoba membantu Jun minum teh itu. Eve mengambilkan baskom berisikan air panas yang sudah diteteskan minyak kayu putih agar aroma nyaman terasa di ruangan itu.
Sam juga sudah membersihkan bagasi dan mobilnya. Walaupun aroma itu masih tercium di sana, tetapi masih bisa ditutup oleh aroma wangi pengharum. Vanisha mengurut keningnya masih tidak mempercayai keadaan mereka berempat.
"Kita baru dua hari menempati rumah ini, tetapi sudah banyak kejadian aneh yang kita alami." Vanisha menggelengkan kepalanya memutuskan untuk mengisi perutnya dengan cireng buatan Eve.
Jun menatap Sam yang berbincang dengan Eve mengenai penelitian. 'Bagaimana bisa Sam tidak mual menghirup aroma busuk itu?'
"Kurasa kita harus mulai berangkat ke jembatan itu. Aku tidak ingin berlama-lama di sini."
"Bukannya kita diberikan waktu dua bulan?" tanya Sam membuat Jun semakin tidak suka.
"Apa kamu mau mati di sini?" tawar Jun kepada Sam yang terkejut dengan perkataan dirinya. Vanisha menyetujui kesepakatan Jun.
"Kita tidak bisa berlama-lama di sini, terutama rumah ini. Aku menjadi semakin takut ketika malam. Bahkan warung makan saja cukup jauh dari sini." Eve menggenggam tangan Sam sambil mengangguk memberi kode untuk menerimanya.
"Baiklah ...."
****
Sam menatap ranjang Jun yang di mana orangnya sudah tertidur membelakangi dirinya. "Kurasa aku salah membawa kalian ke sini ... aku sebenarnya ingin bunuh diri di sini."
Tanpa disadari Sam, Jun sebenarnya tidak tidur. Ia mendengarkan kata-kata ambigu dari Sam. Masih tidak memahami maksud sahabatnya itu. Dari gelang yang ukirannya susah ia pahami hingga tidak terciumnya aroma busuk dari daging itu oleh Sam.
Jun merasa ada yang tidak beres dengan semuanya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mempercepat kegiatan penelitian mereka. Teror itu masih ia bimbangkan apakah berasal dari anak kecil yang diceritakan oleh Vanisha dan Sam atau di antara mereka berempat adalah pembuat teror tersebut.
Petir makin bergemuruh, namun tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Sam membalikkan badannya begitu mengetahui Jun terbangun untuk mengambil minum. Ia tidak ingin tahu Jun kalau dirinya masih terbangun.
'Kamu pembunuhnya, Sam?' pikir Jun duduk sambil menenangkan pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Palangkaraya : The Curse of Kahayan [Segera Terbit]
Horror"Jangan heran jika kalian selalu mendengarku berbicara tentang kota gaib dan membicarakan penghuni disana. Karena mereka sedang bersama-sama dengan kita." Teriakan minta tolong mungkin tidak pernah mereka dengar-suara-suara itu berasal dari bawah je...