Hujan semakin deras sampai Sam harus menutup bawah pintu dengan kain agar air hujan tidak masuk ke dalam. Jun yang terkejut dengan baju Sam yang basah segera menyuruh lelaki itu ganti baju. Sam sempat membuka pintu, dan dirinya tidak tahu kalau air hujan sudah membasahi seluruh teras rumah, dengan cepat lelaki itu mengambil sepatunya yang tertinggal di luar.
Tangannya perlahan menaruh dua gelas teh hangat, lelaki tersebut kembali ke dapur untuk mengambil piring yang berisikan roti panggang untuk cemilan. Sepatu Sam ia taruh di rak dalam.
Jaringan internet sedikit melambat membuat mereka sedikit kebingungan mencari berita mengenai sungai tersebut. Jun memutuskan untuk membaca artikel yang sudah diprint oleh Sam dan mencari garis besar untuk tugas mereka. Sam kembali duduk di karpet yang sama dengan Jun setelah mengganti pakaiannya.
"Sudah ganti pakaian?" tanya Jun dengan pandangan yang masih kearah kertasnya, ia mengumpulkan berbagai informasi-informasi. Namun, lelaki itu mengernyitkan dahinya bingung saat tidak mendapatkan jawaban dari sahabatnya. Biasanya Sam selalu menjawab pertanyaannya, bahkan mengoceh.
"Jun! Apa kamu melihat handuk kecilku? Tadi kutaruh di dapur," ucap Sam yang datang ke ruang tengah sambil menaruh handuk yang cukup besar di bahu. Jun tidak berani mendongakkan kepalanya, keringatnya bercucuran karena takut. Sesekali ia memahami situasinya sekarang.
"Apa didepanku ada seseorang?" tanya Jun pelan membuat Sam sedikit panik.
"Tidak ada siapapun di depanmu, Jun. Kenapa kamu jadi berkeringat seperti ini?" Mendengar jawaban Sam, Jun akhirnya bisa mendongakkan kepalanya dengan lega. Memang benar di depannya tidak ada siapapun. Suasana menjadi hening, hanya suara hujan yang menabrak atap rumah mereka. Sesekali diantara mereka menyeruput teh hangat. Roti hangat yang baru saja di panggang oleh Jun membuat suasana nyaman.
Hampir dua jam lebih, hujan belum berhenti membuat malam itu menjadi sedikit kelam. Keduanya memutuskan untuk menelepon Vanisha, tetapi tidak dapat dihubungi. Sam menutup kembali gorden yang terbuka karena angin.
Pandangannya terpaku dengan sosok yang berlalu-lalang di balik jendela rumah didepannya. "Jun, bukankah rumah tersebut kosong?" tanyanya membuat Jun beranjak dan juga sedikit mengintip dari arah yang berbeda.
Terlihat sebuah bayangan hitam. Sam mengatakan kalau ia melihat dua orang di rumah tersebut. "Kurasa rumah tersebut sudah dibeli kembali," kata Jun sedikit ragu.
"Rumah tersebut sudah dihuni hampir tiga kepala keluarga dan ketiganya tidak betah tinggal disana. Bukankah kita sudah diberitahu oleh Pak RT?" Jun menatap Sam dengan seksama, dan mengangguk.
Yang dikatakan oleh Sam ada benarnya, rumah tersebut sempat dibeli oleh sejumlah keluarga yang silih berganti, namun, tidak ada yang bertahan lama. Keluarga terakhir yang membeli rumah tersebut mengatakan bahwa mereka diikuti anak kecil selama sebulan. Karena kejadian itu keluarga tersebut memutuskan untuk pindah kembali ke asalnya di Palangkaraya.
"Tapi yang anehnya, kenapa ketiga keluarga ini semuanya berasal dari Palangkaraya, dan kepindahan mereka disini ditolak oleh sesuatu." Jun meminum teh kembali sebelum mengambil salah satu lembar kertas.
Di halaman tersebut menunjukkan ada sejumlah keluarga yang kehilangan anak mereka yang berusia 12-15 tahun. Berita yang ditulis 5 tahun yang lalu, namun mereka mengalami kejadian yang sama. "Dan disana dijelaskan kalau keluarga-keluarga tersebut mengambil sesuatu yang bukan miliknya sebelum pindah ke kota ini."
"Tetapi sesuatu seperti apa?" tanya Jun kritis menanggapi setiap permasalahan dari kota yang akan mereka kunjungi. Sam mencoba mencari jawaban dari internet. Syukurlah jaringan mulai membaik di sela-sela derasnya hujan. Keduanya saling fokus untuk memahami setiap permasalahan yang ada, karena banyak berita yang menampilkan berbagai sudut pandang berbeda.
Sam menyuruh Jun duduk di sebelahnya dengan cepat setelah menemukan jawabannya. Jun menjadi heran dengan sahabatnya ini. "Tumben sekali kamu mau membahas masalah seperti ini?"
Laptop yang awalnya menghadap ke dirinya, Sam geser untuk dibaca oleh Jun. Dengan perlahan, gelas teh ditaruh, Jun mulai membaca berita tersebut. "Kenapa mereka ada hubungannya dengan jembatan itu. Apalagi di sungai Kahayan?"
"Sungai Kahayan lokasi yang ingin kita ambil. Tetapi kamu pernah dengar cerita yang–"
"Aku sudah baca, Sam. Kalian selalu tidak mempercayaiku, makanya kalian lebih mudah lupa," potong Jun yang lelah dengan kelakuan sahabatnya. Dirinya lah yang sering membaca tentang mitos dan urban legend kota manapun di Indonesia.
"Maaf, aku belum pernah mendengar nama itu."
Jun tersenyum tipis, ia tidak ingin emosi di malam hari. Melihat Sam yang begitu membantunya membuatnya sedikit lega. Namun, ada satu hal yang belum diketahui oleh ketiga sahabatnya.
Jun menatap kearah jendela, sebuah wajah hancur mengintip dengan senyum tak terlihat jelas. Lelaki itu bisa melihat sosok yang tak kasat mata. Saat Sam mengintip rumah didepan tadi, Jun sedikit terkejut dengan penampakan anak kecil yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Kepala anak kecil itu sedikit longgar dan mau lepas dari lehernya, namun tangan mencoba mengembalikan seperti semula. Melihat itu, Jun teringat dengan kasus yang pernah ia baca, namun ia belum menemukan kepastian apakah berada di tempat yang sama atau tidak.
Sam menulis dengan tenang walaupun di sebelahnya ditemani oleh sosok nenek tua. Jun melihat nenek tersebut memberi kode untuk tidak mengganggu sahabatnya, kode tersebut membuat Sam sadar.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Sam sambil melihat ke arah belakangnya dan tidak menemukan apapun. Lelaki tersebut semakin parno dengan apa yang dilakukan oleh Jun. Syukurlah nenek tadi perlahan menghilang.
"Tidak apa-apa aku hanya memikirkan sesuatu." Raut wajah Jun begitu datar saat menjawab pertanyaan Sam. Sambil merapikan peralatannya, Sam tahu itu jawaban bohong yang keluar dari mulut Jun. Dibalik datarnya itu terlihat ada raut ketakutan. Sam menjadi curiga dengan Jun, dan selalu menduga ada hal lain yang disembunyikan.
Sam begitu khawatir dengan Jun yang sering kali terkejut, setelah itu ketakutan. Sorot pandang Jun bukanlah menatap kearah yang kelihatan, melainkan apa yang tidak bisa orang lain lihat. Lelaki itu memendam kecurigaannya terhadap Jun.
'Jika Jun seorang indigo, kenapa aku baru tahu sekarang, sedangkan kita sudah berteman hampir sepuluh tahun' batin Sam sambil melihat Jun yang menggaris bawahi isi artikel dengan pena tabnya.
***
Hampir pukul setengah satu malam, dan hujan masih belum berhenti. Banyak kertas berserakan, tinta printer dan piring roti yang kosong membuat suasana ruang tengah menjadi sedikit berantakan. Jun meregangkan badannya, ia tertidur di karpet sambil memeluk dokumen yang masih perlu ditulis. Sebenarnya ia bosan mengurus penelitian , namun apa daya jika hujan masih betah menangis. Jik hujan tidak turun mungkin keduanya memilih keluar rumah dan mencari angin segar.
Dengan tatapan sayu, ia melihat Sam yang tidak ada disekitarnya. Padahal keduanya baru saja terlelap bersama, dengan Sam yang tertidur terlebih dahulu.
Jun beranjak dari duduknya dan membuka kamar tidur Sam, namun tidak menemukan sosok sahabatnya. Handuk yang baru saja dipakai oleh Sam ada bergelantung di punggung kursi. Biasanya Sam suka membawa handuknya ke kamar mandi. Saat matanya tertuju satu tempat, ia terkejut dengan apa yang dilihatnya.
"Sam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Palangkaraya : The Curse of Kahayan [Segera Terbit]
Terror"Jangan heran jika kalian selalu mendengarku berbicara tentang kota gaib dan membicarakan penghuni disana. Karena mereka sedang bersama-sama dengan kita." Teriakan minta tolong mungkin tidak pernah mereka dengar-suara-suara itu berasal dari bawah je...